Wadul ke Mahfud, Butet Kecewa Cara Salah Satu Menteri Maknai Seniman

Seniman butuh panggung untuk karyanya

Yogyakarta, IDN Times - Seniman kondang Butet Kartaredjasa mengungkapkan kekecewaannya terhadap salah satu menteri usai dirinya diundang ke Istana Kepresidenan di Jakarta oleh Presiden Joko Widodo, Juli 2020 silam.

Hal itu disampaikannya dalam momen silaturahmi Menkopolhukam Mahfud MD bersama para seniman di Warung Bu Ageng, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Sabtu (29/8/2020) malam.

Baca Juga: Mahfud MD: Indonesia Hampir Dipastikan Resesi

1. Wadul ke Mahfud

Wadul ke Mahfud, Butet Kecewa Cara Salah Satu Menteri Maknai SenimanSeniman Butet Kertaredjasa dilukis sejumlah perupa di ajang Ngayogjazz 2019 di Dusun Kwagon, Desa Sidorejo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, 16 Oktober 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Momen silaturahmi itu dipakai Butet untuk wadul (mengadu, red) ke Mahfud. Ia menceritakan ketika diundang ke istana bersama pekerja seni lain, dirinya kurang bisa menerima pandangan salah seorang menteri akan para pelaku seni.

"Saya mau wadul sama Menkopolhukam, karena derajatnya lebin tinggi dari menteri to. Jadi, terus terang kemarin saya agak kecewa, saya agak sedih ketika seorang menteri memaknai seniman hanyalah orang-orang populer yang wajahnya sering muncul di televisi," ujar Butet di depan Mahfud.

"Saya bilang kepada dia, para perupa, orang-orang sastra itu orang-orang yang tidak mengharuskan dan diharuskan wajahnya dikenal publik melalui televisi. Padahal nama-nama dia nama-nama kelas internasional, dan hari ini tiarap semua," sahutnya.

Dia tak merinci sosok menteri itu. Akan tetapi, pembicaraannya bersama menteri saat itu adalah seputar langkah Kemenparekraf membantu para pelaku seni terdampak COVID-19.

"Beliua menjelaskan kepada saya, saya (menteri) sudah menjelaskan 40 ribu data seniman yang akan segera mendapatkan BLT," ucap putra Bagong Kussudiarjo itu.

Namun, Butet kurang bisa menerima pernyataan tersebut.

"Saya bilang (ke menteri). Bung, ini bukan masalah orang yang berprofesi seniman menerima bantuan sosial. Ini masalah sebuah profesi yang membutuhkan kebanggaan," kata ujarnya.

2. Butuh eksistensi

Wadul ke Mahfud, Butet Kecewa Cara Salah Satu Menteri Maknai SenimanSeniman Butet Kartaredjasa. IDN Times/Tunggul Damarjati

Butet mengatakan, seniman butuh panggung untuk melanggengkan karyanya. Ketimbang model disumbang, Butet menilai para seniman lebih berkenan manakala bantuan dikonsep menjadi sebuah penyelenggaraan pameran.

Semisal, pameran daring di mana kemudian ada proses pembelian karya para seniman.

"Umpamakan kementerian anda itu bikin pameran seni rupa, daring, tetapi karya itu dibeli, dibeli oleh negara melalui duit bantuan sosial itu. Jumlahnya mungkin sama, tidak mengganggu anggaran, tetapi bagi seniman itu kan semacam kehadiran negara, pengakuan negara kepada karya seni mereka," ucapnya.

"Lalu untuk apa karya seni itu? Loh, kantor-kantor pemerintah itu kan dindingnya perlu diisi elemen interior, ibu kota negara yang baru, ruangnya perlu ada lukisan. Penyair-penyair itu bisa, didorong untuk bikin puisi dibayar negara, nilainya, sama dengan bantuan sosial yang akan anda berikan. Itu bagi seniman lebih punya makna, daripada anda membagi seakan ini para penganggur," lanjut dia panjang.

3. Jawaban standar

Wadul ke Mahfud, Butet Kecewa Cara Salah Satu Menteri Maknai SenimanButet Kartaredjasa di Ibadah Musikal 100 Hari Djaduk Ferianto, Selasa (25/2) -

Kakak mendiang Djaduk Ferianto itu memutuskan wadul ke Mahfud pada akhirnya lantaran ia hanya memperoleh jawaban standar pada waktu itu. Persoalan berkutat pada birokrasi.

"Problem birokrasilah, ini ini ini. Ya terserah, ak bilang gitu. Yang penting saya sudah menyatakan. Saya memberi masukan kepada anda yang mumpung punya jabatan, punya kekuasaan, berpikirlah yang agak kreatif, saya agak marah waktu itu habis di istana," pungkasnya.

Baca Juga: Butet Mengenang Melodi Terakhir yang Diciptakan Djaduk di Afrika

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya