TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Atasi Pencemaran, Dosen UGM Kembangkan Metode Penghilang Merkuri

Pencemaran merkuri ancaman besar bagi kesehatan

Dok: Humas UGM

Sleman, IDN Times - Merkuri merupakan salah satu zat kimia yang berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Selama ini, merkuri sudah banyak mencemari lingkungan. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan tingkat pencemaran tertinggi di dunia.

Melihat hal tersebut, dosen sekaligus peneliti Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Prasetya, mengembangkan penelitian metode penghilangan merkuri dari dalam air dengan menggunakan bahan lokal.

Baca Juga: UGM Kembangkan Mobil Listrik untuk Kebutuhan Bandara 

1. Pencemaran merkuri timbulkan berbagai penyakit

Unsplash/Natanael Melchor

Agus menjelaskan, limbah akibat merkuri bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan, di mana ketika cemaran merkuri masuk ke dalam tanah akan terambil oleh tanaman, masuk ke dalam badan binatang, dan pada akhirnya masuk ke badan manusia dan terakumulasi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

Bagi anak-anak, pencemaran merkuri bisa menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti halnya kerapuhan tulang, imbesil atau keterbelakangan mental, serta bayi yang lahir tanpa tengkorak kepala.

“Cemaran-cemaran merkuri itu tersebar dalam limbah tambang, masuk ke air, kemudian menyebar ke mana-mana,” terangnya pada Jumat (21/2).

2. Penelitian diuji coba ke melati air

Dok: Humas UGM

Menurut Agus, untuk metode yang digunakan untuk remediasi merkuri dari air yang terkontaminasi oleh merkuri adalah dengan cara mengombinasikan antara adsorpsi dengan fitoremediasi atau pengambilan merkuri oleh tanaman. Untuk adsorpsi dilakukan dengan menggunakan zeolit yang dikenal sebagai adsorben alami yang mempunyai kapasitas baik untuk menangkap merkuri serta tersedia melimpah di Indonesia.

"Setelah dilakukan penyerapan dengan zeolit, tahap selanjutnya dilakukan proses pengambilan sisa logam merkuri oleh tanaman. Penelitian ini yang kita cobakan baru melati air. Tapi terbuka kemungkinan bisa coba tanaman-tanaman yang lain,” katanya.

Baca Juga: Dosen UGM Kembangkan Penghitung Emisi Gas Rumah Kaca untuk Pertanian

Berita Terkini Lainnya