Sujiwo Tejo dan Nasirun Tawarkan Diri Jadi Capres-Cawapres Alternatif

Ada keprihatinan di balik aksi guyon duo seniman

Bantul, IDN Times - Seniman sekaligus budayawan Sujiwo Tejo bersama pelukis kondang Nasirun, mendadak menawarkan diri sebagai calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres), di tengah leriuhan pencalonan sejumlah tokoh politik oleh partai parpol.

Keduanya mendeklarasikan diri sebagai capres-cawapres alternatif di Studio Nasirun, Jalan Wates, Kasihan, Bantul, Kamis (17/8/2023).

 

1. Pencalonan hanya bagian dari pameran seni lukis

Sujiwo Tejo dan Nasirun Tawarkan Diri Jadi Capres-Cawapres AlternatifSeniman sekaligus budayawan Sujiwo Tejo bersama pelukis kondang Nasirun mencalonkan diri jadi capres -cawapres alternatif (IDNTimes/Tunggul Damarjati)

Aksi Sujiwo dan Tedjo dan Nasirun hanyalah prolog dari pameran seni lukis keduanya, yang bakal diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta. "Kalau memang dipilih, aku nggak tahu. Tapi kan itu hil-hil yang mustahal, masak kaya aku jadi sama Nasirun," ujar Sujiwo.

 

2. Kebudayaan tak pernah jadi panglima

Sujiwo Tejo dan Nasirun Tawarkan Diri Jadi Capres-Cawapres AlternatifSeniman sekaligus budayawan Sujiwo Tejo bersama pelukis kondang Nasirun mencalonkan diri jadi capres -cawapres alternatif (IDNTimes/Tunggul Damarjati)

Meski pencalonan Sujiwo-Nasirun hanya sebagai guyonan, pencalonan ini tidak dimaksudkan untuk memparodikan situasi saat ini. Namun, Sujiwo mengaku belum ada bakal calom presiden yang fokus pada pembangunan berorientasikan kebudayaan. 

"Selama ini kebudayaan gak pernah jadi panglima. Mulai zaman Bung Karno (Soekarno), politik jadi panglima. Pak Harto (Soeharto) sampai ke sini, ekonomi jadi panglima," ungkapnya.

 

Baca Juga: Jalan Kenangan, Keluarga Bawa Jenazah Djoko Pekik Lewat Malioboro

3. Dana dihabiskan untuk pembangunan fisik

Sujiwo Tejo dan Nasirun Tawarkan Diri Jadi Capres-Cawapres AlternatifSeniman sekaligus budayawan Sujiwo Tejo bersama pelukis kondang Nasirun mencalonkan diri jadi capres -cawapres alternatif (IDNTimes/Tunggul Damarjati)

Pola pembangunan pemerintah pusat hingga ke level daerah dan dana yang digunakan, menurut Sujiwo, banyak dihabiskan untuk pembangunan jalan, dan jembatan. Menurutnya semuanya berbau fisik dan nihil nilai kebudayaan.

"Kata kepala-kepala desa itu, yang bisa diukur (capaian pembangunan) itu jembatan, jalan," katanya.

Sedangkan di lain sisi, menurutnya, infrastruktur berbasis kebudayaan yang bahkan berpotensi menumbuhkan kualitas sumber daya manusia, seperti sanggar tari hingga perpustakaan masih sedikit.

Menurut pandangannya, padahal sanggar tari mempunyai efek berganda. Dengan nuansa kedaerahannya, sanggar tari tak cuma magnet bagi penyuka tari-tarian, namun juga pelancong maka menfaat ekonominya dapat tercapai. .

"Misalkan di daerah Bojonegoro, ada Tari Thengul. Nanti berapa, kan bisa dihitung turis yang datang, berapa kali pentas, berapa seniman yang hidup. (Perputaran ekonomi) nanti kan mengikuti, daya beli ada," pungkasnya.

Baca Juga: Bendera Raksasa di Sungai Jogja Jadi Alarm Darurat Sampah

Tunggul Kumoro Damarjati Photo Community Writer Tunggul Kumoro Damarjati

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya