Bendera Raksasa di Sungai Jogja Jadi Alarm Darurat Sampah

Sungai jadi bentang alam terimbas buang sampah sembarangan

Yogyakarta, IDN Times - Rasa keprihatinan atas ancaman darurat sampah mendorong masyarakat Kampung Suryowijayan, Gedongkiwo, Kota Yogyakarta, melakukan aksi membentangkan Bendera Merah Putih raksasa di atas Sungai Winongo.

Kegiatan membentangkan bendera pada konstruksi Jembatan Bugisan di atas Sungai Winongo dalam rangka memperingati HUT RI ke-78 ini menyematkan sebuah pesan akan pentingnya kesadaran lingkungan.

1. Tilik sungai di tengah ancaman darurat sampah

Bendera Raksasa di Sungai Jogja Jadi Alarm Darurat SampahPembentangan Bendera Merah Putih Raksasa di atas Sungai Winongo. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Pemasangan bendera ini diselenggarakan oleh warga Kampung Suryowijayan RW 06 bersama Mapala Universitas Pembangunan Nasional (UPN) dan Relawan Masjid Al Azhar. Giat pemasangan bendera berukuran 23 x 12 meter ini dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB, bertepatan dengan detik-detik proklamasi.

Ahmad Adel, salah seorang Mahasiswa UPN Yogyakarta teknik Geologi yang menjadi panitia kegiatan menerangkan, Jembatan Bugisan di sengaja dipilih sebagai lokasi pembentangan bendera demi menyorot kondisi Sungai Winongo di bawahnya.

Pihaknya merasa prihatin dengan situasi daerah aliran sungai yang masih saja dipakai menjadi lokasi pembuangan sampah oleh oknum warga.

"Kita memilih spot di jembatan karena kita ingin menilik kembali, melihat kembali sungai. Karena sungai itu suatu bentang alam yang sangat penting sangat krusial bagi kehidupan makhluk bukan hanya manusia tapi juga flora dan fauna yang hidup di dalamnya," kata Ahmad.

Kondisinya menjadi lebih parah lagi seiring dengan adanya penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan.

"Dapat dilihat banyak masyarakat yang masih menunjukkan adanya budaya buang sampah di sungai," imbuhnya.

2. Tebar benih pohon keben

Bendera Raksasa di Sungai Jogja Jadi Alarm Darurat SampahMenghanyutkan biji pohon keben saat pembentangan Bendera Merah Putih Raksasa di atas Sungai Winongo. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Diharapkan dengan kegiatan ini masyarakat bisa tergerak untuk ikut memperhatikan kondisi lingkungan dan menghentikan perilaku buang sampah secara sembarangan.

"Memilih di spot sungai untuk meninjau ulang karena ketika memilih di sungai itu sampah terekspos jadi memungkinkan tergeraknya masyarakat untuk membersihkannya," imbuh Adel.

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan ini, panitia acara juga mengajak masyarakat melarung atau menghanyutkan biji pohon keben sebagai salah satu cara melakukan penghijauan persebaran tanaman dengan bantuan air sungai.

Selain itu ada juga kegiatan mendayung dengan perahu packraft di Sungai Winongo.

"Bibit pohon keben merupakan media pembelajaran masyarakat, terutama anak-anak bahwa penyebaran benih itu bisa dilakukan dengan media aliran sungai," ucapnya.

Baca Juga: Meriahnya Peringatan HUT RI Ke-78 di Malioboro, Beragam Pakaian Adat

3. Klaim pemkot masalah sampah terkendali

Bendera Raksasa di Sungai Jogja Jadi Alarm Darurat SampahPembentangan Bendera Merah Putih Raksasa di atas Sungai Winongo. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Pj. Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo tak menyangkal permasalahan sampah di wilayahnya belum usai setelah penutupan dan pembatasan operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan.

Dia menyebut masih saja ada warga yang membuang sampah ke tepi jalan. Padahal, sejak sekitar dua pekan lalu 14 depo di berbagai kemantren atau kecamatan sudah dibuka untuk waktu tertentu, selain itu juga ada penggerobak yang bertugas mengambil sampah di pemukiman.

"Ini dilema bagi kami karena begitu kami gencarkan seperti itu terus tapi kesadaran masyarakat tidak muncul, kedisiplinan untuk membuang sampah pada tempatnya. Maka ini juga akan menimbulkan yang tidak baik," kata Singgih di Balai Kota Yogyakarta, Senin (14/8/2023).

Diketahui, TPA Piyungan yang selama ini menampung sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul (Kartamantul) ditutup sementara sejak 23 Juli hingga 5 September 2023.

Keputusan ini didasari kesepakatan bersama Pemda DIY dan Kartamantul dikarenakan lokasi zona eksisting TPA Regional Piyungan yang sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas, sehingga pelayanan sampah yang mencapai 850 ton per hari dari ketiga wilayah itu tak memungkinkan dilakukan.

Menyikapi potensi darurat sampah, Pemda DIY meminta masing-masing kabupaten/kota mengelola sampahnya sendiri. Kabupaten Sleman kini telah mengaktifkan Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS) di Tamanmartani, Kalasan. Adapun Kabupaten Bantul diinstruksikan mengelola sampahnya secara desentralisasi. Sampah kini diurus oleh masing-masing kelurahan.

Pemda DIY selain itu mengizinkan Pemerintah Kota Yogyakarta mengirimkan sampahnya ke TPA Piyungan dengan batasan maksimal 100 ton per hari mulai tanggal 28 Juli 2023 kemarin. Sebanyak 15 ton lainnya diangkut ke Kulon Progo dan sisanya dikelola sendiri. Untuk diketahui, produksi sampah harian di Kota Gudeg mencapai 210 ton.

Singgih melanjutkan, produksi sampah harian di wilayahnya saat ini bisa berkurang hingga 50 ton berkat pemerataan penggunaan biopori. Menurut Singgih, terhitung total 16 ribuan biopori terealisasi sampai pekan ini. Angka itu sebanding dengan kemampuan menampung sampah organik dari rumah tangga, beberapa OPD, serta berbagai usaha kecil sebanyak 20-25 persen.

"Tentu dengan peningkatan volume jumlah biopori yang berjalan dan ini terus kita lakukan, tentu akan kemudian mengurangi jumlah sampah organik yang kemudian akan kita olah," katanya.

Di samping itu masih ada fasilitas Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), daerah Nitikan, Umbulharjo, yang mampu mengolah sampah organik maupun anorganik sebanyak 10-15 ton per hari.

"Sehingga sisanya (sampah harian) ini yang kita lakukan mitigasi dengan menaruh di depo. Dan beberala depo saya pantau melalui CCTV, ada yang kosong, ada yang isi separuh, tentu ini menjadi keyakinan bagi saya pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta sampai saat ini masih sangat terkendali," tutupnya.

Baca Juga: Potret Pengibaran Bendera Merah Putih Raksasa di Klangon Merapi

Tunggul Kumoro Damarjati Photo Community Writer Tunggul Kumoro Damarjati

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya