Peneliti UGM Ingatkan Pemerintah Terlalu Cepat Terapkan New Normal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Penerapan new normal oleh pemerintah dikhawatirkan beresiko mengalami kegagalan.
Dosen sekaligus peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr. Mohamad Saifudin Hakim menjelaskan jumlah kasus positif COVID-19 di tanah air belum menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Untuk itu masih diperlukan upaya untuk mencegah penyebaran virus dengan optimal.
1. Banyak masyarakat keliru memahami new normal
Menurut Hakim, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan new normal di Indonesia masih dipahami sebagian masyarakat sebagai strategi herd immunity secara bebas dan tidak terkontrol. Padahal arti new normal dari pemerintah adalah tidak membiarkan masyarakat beraktivitas layaknya tidak ada wabah.
"Konsep new normal yang dibentuk pemerintah adalah masyarakat mulai kembali menjalankan aktivitas secara biasa, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan usaha tetap mengendalikan penyebaran infeksi," ungkapnya pada Kamis (4/6).
Baca Juga: Hatrick, 3 Hari Berturut-turut Kasus COVID-19 di DIY Tidak Bertambah
2. Langkah new normal bisa berimplikasi terbentuknya herd immunity
Hakim memaparkan di era new normal pemerintah memang tidak menerapkan herd immunity tanpa kontrol, melainkan pembatasan sosial yang sedikit dibuka disertai kampanye perubahan perilaku. Akan tetapi, new normal masih tetap berimplikasi pada terbentuknya herd immunity. Dia pun menjelaskan jika penerapan new normal masih memiliki risiko gagal.
"Langkah (new normal) ini pun masih berisiko gagal. Apakah herd immunity memang betul bisa tercapai atau tidak belum dapat dipastikan. Pasalnya, hingga kini belum ada data dan bukti yang valid bagaimana kekebalan terhadap SARS-CoV-2 terbentuk setelah infeksi alami," terangnya.
3. Pemerintah seharusnya tidak buru-buru menerapkan new normal
Menurut Hakim, seharusnya pemerintah tidak terlalu terburu-buru menerapkan kebijakan new normal. Hal ini dilatarbelakangi tren jumlah kasus positif COVID-19 di tanah air masih cenderung bertambah di berbagai daerah.
"Tren nasional tetap naik dan belum ada tanda penurunan signifikan secara konsisten. Semestinya new normal diterapkan setelah kurva melandai atau ada penurunan jumlah kasus secara signifikan yang konsisten. Jadi kalau new normal dijalankan, maka pemerintah harus siap kalau ada pertambahan kasus baru lagi," paparnya.
Baca Juga: Kevin dan Widy Vierratale Cover Lagu Kekeyi, Hasilnya Tuai Pujian