Dosen UGM Kembangkan Penghitung Emisi Gas Rumah Kaca untuk Pertanian

Diharapkan bisa membantu wujudkan pertanian ramah lingkungan

Sleman, IDN Times - Sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca yang disumbangkan dari sektor pertanian sekitar 24 persen dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, dalam 50 tahun terakhir terjadi peningkatan gas rumah kaca dari sektor pertanian hampir 100 persen.

Pada tahun 1961, sektor ini menyumbangkan gas rumah kaca sebesar 2,7 miliar ton CO2 dan mengalami peningkatan cukup signifikan di tahun 2012 menjadi 5,4 miliar ton CO2. Adapun sumber emisi utama gas rumah kaca dari sektor pertanian berasal dari pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia dan irigasi berlebih, penggunaan pupuk yang belum terfermentasi, dan pembakaran jerami di lahan pertanian secara masif.

Berawal dari hal tersebut, Bayu Dwi Apri Nugroho, Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, membuat suatu perhitungan dengan memanfaatkan data dari sensor secara real time dan update seperti data iklim, parameter tanah, dan pertumbuhan tanaman.  Data ini dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem irigasi dan menghitung konsentrasi emisi gas rumah kaca.

Baca Juga: Mahasiswa UNY Temukan Obat Luka dari Ekstrak Kopi Robusta

1. Dapat mengetahui informasi emisi gas

Dosen UGM Kembangkan Penghitung Emisi Gas Rumah Kaca untuk PertanianDosen UGM saat menunjukkan cara kerja inovasi yang dibuatnya pada Senin (16/12). IDN Times/Siti Umaiyah

Bayu menjelaskan, selama ini pengembangan pertanian cerdas selalu berorientasi pada pertanian yang presisi di proses budidaya atau on-farm. Padahal data-data yang diperoleh dari sensor-sensor yang dipasang di lahan pertanian dapat dipakai untuk menghitung informasi lain di luar on-farm. Salah satunya adalah menghitung emisi gas rumah kaca di lahan pertanian.

“Selama ini  penghitungan emisi gas rumah kaca di lahan pertanian dilakukan secara manual dan perkiraan berdasarkan data sekunder seperti jenis varietas yang ditanam, jenis pupuk lalu dicocokkan dengan pedoman Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). Padahal realita di lapangan emisi karbon yang dihasilkan bisa melebihi perkiraan,” terangnya dalam Konferensi Pers, Senin (16/12) di Ruang Fortakgama UGM.

Lewat teknologi ini dapat diperoleh data untuk perhitungan emisi gas rumah kaca yang didapatkan dari telemetri. Selanjutnya diolah dengan model jaringan saraf tiruan (ANN) sehingga akan didapatkan nilai penurunan emisi yang terdapat di lahan pertanian.

"Melalui teknologi ini dapat diketahui informasi tentang emisi gas rumah kaya yaitu gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2), amonium (NH4) yang dihasilkan dari lahan pertanian," terangnya

2. Dibangun dengan 5 sensor

Dosen UGM Kembangkan Penghitung Emisi Gas Rumah Kaca untuk PertanianDosen UGM saat menunjukkan cara kerja inovasi yang dibuatnya pada Senin (16/12). IDN Times/Siti Umaiyah

Bayu menerangkan, alat penghitung emisi gas rumah kaca yang dikembangkan ini dibangun dengan 5 sensor dalam field monitoring system (FMS). Sensor yang digunakan adalah sensor radiasi matahari (pyranometer), arah dan kecepatan angin (anemometer), kelembaban dan suhu udara, hujan, dan kelembaban tanah termasuk suhu dan daya hantar listrik tanah.

Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan data logger Em50 sebagai penyimpan data. Selanjutnya telemetri yang berfungsi sebagai pengirim data dari data logger ke server otomatis setiap hari dengan memakai modem dari provider telekomunikasi di Indonesia. Alat ini juga menggunakan kamera yang berfungsi untuk memonitor padi dan solar panel sebagai pembangkit daya.

"Cara kerja alat dimulai saat seluruh sensor terkoneksi dengan data logger. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis setiap 30 menit sekali dan data akan langsung tersimpan di data logger. Selanjutnya data yang didapatkan akan diambil secara rutin setiap harinya oleh field router dan dikirim ke server melalui jaringan internet GSM. Di samping mengambil data, field router juga akan mengirim foto lokasi satu kali dalam sehari," katanya.

Bayu menjelaskan, dengan alat ini pengguna dapat mengakses seluruh data baik berupa data numerik, grafik maupun gambar atau foto lewat situs web yang telah dibangun.

3. Pengembangan dilakukan sejak 2016

Dosen UGM Kembangkan Penghitung Emisi Gas Rumah Kaca untuk PertanianDosen UGM saat menunjukkan cara kerja inovasi yang dibuatnya pada Senin (16/12). IDN Times/Siti Umaiyah

Bayu mengungkapkan, inovasi besutannya sudah dikembangkan sejak tahun 2016 silam dan telah diuji coba pada demplot budidaya padi SRI di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur yang bekerja sama dengan Indonesia Climate Change Trust Fund/ICCTF BAPPENAS. Berikutnya di periode 2018 diterapkan di Kabupaten Sumba Timur NTT dan pengembangan FMS di demplot yang berada di Banjarnegara dan Purbalingga dengan pendanaan Konsorsium Riset Unggulan Perguruan Tinggi, RISTEKDIKTI.

Dia berharap, pengembangan pertanian cerdas berbasis internet of things (IoT) ini dapat mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia, khususnya bidang pertanian. Terlebih saat ini pemerintah telah menetapkan kebijakan setiap provinsi di Indonesia harus melaporkan penghitungan emisi gas rumah kaca di wilayah masing-masing termasuk sektor pertanian.

“Harapannya dengan teknologi ini dapat mewujudkan pertanian ramah lingkungan dengan pertanian presisi yang mengedepankan efisiensi menggunakan suatu informasi dalam mengambil keputusan,” katanya.

Baca Juga: Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari Deradikalisme

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya