Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari Deradikalisme

Haedar dikukuhkan sebagai Guru Besar UMY

Bantul, IDN Times - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ke-14 setelah menyampaikan pidato dengan pembahasan Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi di Gedung Sportorium UMY, Kamis (12/12).

Dalam pengukuhan Haedar Nashir, turut hadir sejumlah tokoh nasional, menteri Kabinet Indonesia Maju, hingga politisi, di antaranya mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Mantan Ketum PP Muhammadiyah Buya Safii Maarif, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menag Fachrul Razi, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, politisi PSI Tsamara, serta Wagub DI Yogyakarta Paku Alam X.

Baca Juga: Guru Besar UIN Suka: Media Sosial Jadi Saluran Utama Penyebaran Hoaks

1. Radikal dan radikalisme tidak selalu identik dengan kekerasan dan terorisme

Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari Deradikalisme(Ilustrasi terorisme) IDN Times/Sukma Shakti

Dalam pidatonya, Haedar Nashir mengatakan narasi untuk mewaspadai kaum jihadis, khilafah, wahabi yang disertai berbagai kebijakan deradikalisasi semakin meluas.

"Isu tentang masjid kampus, BUMN, majelis taklim dan bahkan lembaga pendidikan seperti PAUD terpapar radikalisme demikian kuat dan terbuka di ruang publik yang menimbulkan kontroversi nasional," katanya.

Menurut Haedar, radikalisme bukan persoalan sederhana dalam aspek apa pun di berbagai negara. Perlu pemahaman yang luas dan mendalam agar tidak salah dalam cara pandang dan cara menghadapinya.

"Hal itu mungkin menjadi keliru manakala memaknai radikal dan radikalisme sebagai identik dengan kekerasan lebih-lebih sama dengan terorisme. Karena pada dasarnya sejarah menunjukkan radikalisme terjadi di banyak aspek dan semua kelompok sosial," ungkapnya.

2. Moderasi jalan alternatif deradikalisasi agar sesuai Pancasila dan karakter bangsa yang moderat‎

Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari DeradikalismeKetum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dikukuhkan sebagai guru besar UMY Ke 14 di Sportorium UMY, Kamis (12/12). IDN Times/Humas dan Protokol UMY

Indonesia pasca reformasi, kata Haedar, sesungguhnya mengalami radikalisme dan terpapar radikalisme dalam kuasa ideologi pada sistem liberalisme dan kapitalisme baru. Hal tersebut lebih dari sekadar radikalisme agama dalam kehidupan berbangsa. Radikalisme ideologi, politik, ekonomi dan budaya sama bermasalahnya dengan radikalisme atau ekstremisme beragama bagi masa depan Indonesia.

"Indonesia harus bisa menyelesaikan radikalisme dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya dan keagamaan agar berjalan ke depan sesuai landasan jiwa, pikiran dan cita-cita nasional. Saya memberikan alternatif untuk melakukan moderasi sebagai jalan alternatif dari deradikalisme agar sejalan dengan Pancasila sebagai ideologi dan karakter bangsa Indonesia yang moderat untuk menjadi rujukan strategi dalam menghadapi radikalisme di Indonesia," paparnya.

3. Radikal tidak bisa dilawan dengan radikal‎

Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari DeradikalismeIlustrasi gerakan melawan radikalisme. IDN Times/Sukma Shakti

Haedar melanjutkan, Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan merupakan cara objektif dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa, seperti politik, ekonomi, budaya dan keagamaan. Indonesia perlu terbebas dari segala bentuk radikalisme, baik itu dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi.

"Radikal tidak dapat dilawan dengan radikal. Seperti strategi radikalisasi versus strategi deradikalisasi, radikalisme versus deradikalisme," terangnya.

4. Istilah radikalisme tidak selalu berujung yang negatif‎

Haedar Nashir: Moderasi Bisa Dijadikan Alternatif dari DeradikalismeMantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. IDN Times/Humas dan Protokol UMY

Sementara, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla sepakat dengan apa yang disampaikan Haedar Nashir bahwa radikalisme memang tantangan yang harus dihadapi di tengah masyarakat Indonesia saat ini.

"Kita semua sepakat apa yang disampaikan Pak Haedar adalah hal yang sangat penting. Karena ketika berbicara isu yang hangat di masyarakat tentang radikalisme, maka radikalisme adalah pemikiran baru yang dianggap mereka genting. Padahal reformasi juga suatu proses radikalisme, Orde Baru juga sama. Dengan pemikiran dan menerapkan moderasi sebagai jalan tengah menghadapi radikalisme," ujarnya.

Jusuf Kalla juga meminta pemahaman terkait istilah radikalisme tidak harus selalu berujung negatif. Bagi Kalla, radikalisme ada yang sifatnya positif, contohnya adalah reformasi.

"Tidak semua radikalisme berhubungan sesuatu yang negatif. Ada radikalisme yang bersifat positif di mana diwujudkan dalam pemikiran mengubah sesuatu yang positif," terangnya.‎

Baca Juga: Guru Besar UIN Suka: Media Sosial Bisa Timbulkan Lingkaran Kebencian

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya