10 Tahun Erupsi Merapi, Mereka yang Mengungsi Tak Bisa Pulang ke Rumah

3.612 KK harus direlokasi ke hunian tetap 

Sleman, IDN Times - 10 tahun yang lalu, tepatnya hari Selasa, 26 Oktober 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi dahsyat. Akibatnya sebanyak 367 orang meninggal dunia, 277 orang terluka dan 410.388 orang terpaksa mengungsi. Meski sudah satu dasawarsa berlalu, namun ingatan warga yang saat itu tinggal di lereng Merapi masih kuat. 

Anwar Shidqi, warga asal Srondokan, Wukirsari hingga saat ini terpaksa tetap tinggal di Hunian Tetap (Huntap) Dongkelsari. Laki-laki berusia 44 tahun ini, masih ingat dirinya bersama warga dusun lainnya terpaksa mengungsi dan tidak pernah kembali ke rumah. Selama setahun lamanya harus tinggal di hunian sementara (huntara). 

"Warga menetap di Huntara selama kurang lebih 1 tahun. Setelah itu harus pindah mengungsi lagi karena hunian sementara dibongkar untuk pembangunan huntap. Setelah itu 2013 Huntap sudah jadi dan warga masuk tinggal di huntap," ungkapnya pada Jumat (30/10/2020).

1. 3.612 KK harus direlokasi ke hunian tetap

10 Tahun Erupsi Merapi, Mereka yang Mengungsi Tak Bisa Pulang ke RumahHuntap yang menjadi tempat tinggal warga relokasi Erupsi Merapi 2010. Dok: istimewa

Warga pun harus rela meninggalkan tempat tinggalnya dan pindah ke huntap yang telah disediakan pemerintah. Tercatat sebanyak 3.612 KK dari 9 dusun harus pindah ke tempat yang lebih aman.

Bagi Anwar tidak ada pilihan lain selain harus pindah ke huntap, walaupun sejumlah keterbatasan dirasakan warga. 

"Lambat laun karena lama tinggal di sini ya menikmati juga. Karena ya mau tidak mau kita harus tetap bisa menikmati hidup di sini, walaupun dengan segala keterbatasannya. Untuk aktivitas keseharian warga tetap seperti dulu. Kalau petani ya bertami. Kalau saya sendiri sore dan malam jualan kebetulan bikin kolam," katanya.

Baca Juga: Siaga Erupsi, Barak di Lereng Merapi Sudah Mulai Dibersihkan

2. Mengaku memiliki keterbatasan lahan

10 Tahun Erupsi Merapi, Mereka yang Mengungsi Tak Bisa Pulang ke RumahRumah warga Lereng Merapi yang ludes akibat Erupsi Gunung Merapi 2010. Dok: istimewa

Warga Huntap Dongkelsari, Windarwati mengaku rumahnya habis tertimbun saat erupsi Gunung Merapi 2010 lalu. Untuk itu bersama keluarganya, mau tidak mau harus meninggalkan rumahnya.

Hidup di huntap sendiri bukanlah tanpa kendala. Ada sejumlah permasalahan dan aktivitas berbeda yang dilakukan warga. Salah satunya adalah warga tak bisa lagi mengadakan kegiatan besar.

"Sebenarnya kalau dulu di tempat lama tempatnya juga luas. Antara tempat satu dengan tetangga yang lain juga cukup jauh. Sekarang rumah cukup dekat, berhimpitan. Untuk melakukan kegiatan seperti dulu, hajatan besar-besaran tidak bisa. Sekarang ini terhalang dengan situasi rumah yang sempit," tutur perempuan berusia 57 tahun ini.  

Baca Juga: Aktivitas Merapi di Atas Normal, BPPTKG: Erupsi Makin Dekat 

3. Setiap hari harus tempuh jarak 6 km untuk mencari rumput

10 Tahun Erupsi Merapi, Mereka yang Mengungsi Tak Bisa Pulang ke RumahHuntap yang menjadi tempat tinggal warga relokasi Erupsi Merapi 2010. Dok: istimewa

Senada dengan Windarwati, seorang warga di Huntap Pagerjurang, Raymon mengaku sempat menolak pindah dengan alasan jarak huntap dengan Merapi masih cukup dekat, yakni 9 km. Selain itu, posisi huntap tidak terlalu jauh dengan Sungai Opak yang berhulu di Gunung Merapi.

"Di awal ada juga isu tanah yang kami tinggali mau dijadikan hutan lindung. Sempat jadi miss (salah paham) dengan pemerintah. Mediasi yang kami lakukan ternyata (tanah kami) dijadikan hutan rakyat dan tetap menjadi hutan milik. Ya akhirnya mau tidak mau ke huntap, kami mengungsi tidak pernah kembali ke rumah," jelasnya.

Meski sudah tinggal di huntap, Raymon mengaku setiap hari masih mencari mencari rumput bagi ternaknya yang diletakkan di kandang komunal huntap. Setiap hari dia harus memacu sepeda motor sejauh 6 km untuk bisa mendapatkan rumput di sekitar rumahnya dulu. 

Menurutnya, aktivitas ini cukup berbeda saat masih tinggal di rumah lama. Sebelum pindah ke huntap, dia tidak perlu mengeluarkan uang bensin untuk mencari rumput. Saat ini setiap harinya di harus merogoh uang Rp10 ribu untuk jatah membeli bensin. 

"Tanah lama kita hanya ditanami tanaman tahunan, maksimal untuk rerumputan. Tidak mungkin menggarap tanah lama karena jarak jauh. Akses lumayan parah karena digunakan (lalu lalang) tambang," katanya.

Meski awalnya menolak tinggal di huntap, saat ini Raymon mengaku tidak ingin kembali ke tanah lamanya, ancaman Gunung Merapi masih membuatnya khawatir.

Baca Juga: Aktivitas Merapi Meningkat, Wisata Kemah di Bukit Klangon Ditutup

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya