Ilustrasi pengadilan. (IDN Times/Sukma Shakti)
Adapun hal yang memberatkan, menurut jaksa yakni perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi; terdakwa menyewakan kepada konsumen dalam bentuk rumah tempat tinggal maupun kavling dengan jangka waktu 20 tahun, serta telah menerima uang investasi Rp29.215.920.000 yang kemudian diambil oleh terdakwa sebesar Rp16.073.060.900.
Hal memberatkan berikutnya adalah terdakwa belum mengembalikan kerugian keuangan negara. Sementara hal meringankan yakni terdakwa mengakui perbuatannya.
Terpisah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta Heri Kurniawan menuturkan, atas tuntutan itu terdakwa mengajukan keberatan.
"Mengajukan (pledoi) hari rabu depan (sidang)," kata Heri saat dihubungi, Senin.
Robinson Saalino, Direktur Utama PT Deztama Putri Santosa sebelumnya didakwa telah merugikan negara sebesar Rp2,9 miliar lewat perbuatannya menyalahgunakan tanah kas desa (TKD) di Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
Dalam kasus mafia tanah ini, jaksa juga mendakwa Robinson menerima uang sebesar Rp29 miliar hasil menyelewengkan TKD.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Robinson telah membuat negara rugi karena menunggak sewa TKD di Caturtunggal sejak 2018.
"Perbuatan tersebut di atas telah memperkaya terdakwa sebesar kewajiban membayar sewa dan tunggakan sewa serta denda dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp2.952.002.940," kata JPU.
Salah satu JPU, Ali Munip juga menyebut terdakwa menerima Rp29 miliar lebih dari TKD yang dialihfungsikan sebagai lahan hunian.
Kata Ali, terdakwa menerima pembayaran investor dari hasil booking fee, DP, dan pelunasan seluruh tipe kavling, kavling B, dan kavling C senilai Rp10.874.850.000; mezzanine sebanyak 39 unit sebesar Rp13.583.570.000; dan tipe town house sebanyak 17 unit senilai Rp4.757.500.000.
"Total penerimaan atau pemasukan dari para investor yang diterima PT. Deztama Putri Santosa Rp29.215.920.000," terang JPU.
JPU melanjutkan, uang tersebut lalu dipakai terdakwa sebesar Rp9,6 miliar untuk melakukan pembangunan di atas lahan TKD.