Kejahatan Jalanan Tak Dimonopoli Pelajar, Ada Pelaku Kriminal Murni

Selain patroli, polisi juga jaga siswa di sekolah

Yogyakarta, IDN Times – Sebutan yang tepat adalah kejahatan jalanan. Bukan klitih. Mengingat klitih sebenarnya bukanlah tindak kejahatan. Melainkan aktivitas cari angin untuk mengisi waktu luang. Belakangan istilah itu berstigma negatif karena digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan pelajar yang keluyuran untuk melakukan tindak kejahatan.

Zaman dulu, energi anak disalurkan dengan berkumpul bersama orang-orang yang memberi kontribusi positif. Sekarang anak mencari jati diri, ingin eksis, tapi dengan cara yang salah.

“Contohnya vandalisme, kejahatan jalanan,” kata Kepala Seksi Pelatihan dan Kemampuan Sub Direktorat Pengembangan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kasi Latpuan Subdit Babinkamtibmas) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Murniati usai Dialog Interaktif Pembinaan Pelajar di DIY untuk Meminimalisir Kejahatan Jalanan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga DIY, Rabu (26/2).

Dan perkembangannya, kejahatan jalanan tak lagi dimonopoli pelajar dari gank-gank sekolah. Melainkan pelakunya juga bisa pelaku kriminal murni, seperti pelaku pencopetan.

“Pelakunya bukan murni sebagai pelajar,” kata Murniati.

Angka kasusnya dari 2017 hingga kini menunjukkan kecenderungan menurun. Data 2017 ada 51 kasus, 2018 ada 45 kasus, 2019 ada 44 kasus, dan hingga Februari 2020 ada 6 kasus. Sedangkan jumlah sekolah rawan ada 29 SMA, 23 SMK, dan 2 Madrasah dari total 442 sekolah menengah atas di DIY.

Baca Juga: Klitih, Kegiatan Positif yang Kini Bergeser Jadi Aksi Brutal

1. Antisipasi sejak awal masuk sekolah

Kejahatan Jalanan Tak Dimonopoli Pelajar, Ada Pelaku Kriminal MurniPembinaan pelajar untuk meminimalisir kejahatan jalanan di Dispora DIY, 26 Februari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Menurut Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMA PIRI 1 Yogyakarta Zaniar, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) menjadi momentum awal untuk mengantisipasi pelajar untuk tidak tergoda bergabung dalam geng sekolah. Salah satunya, lewat pemaparan.

“Tapi momentum itu juga dipakai geng-geng sekolah untuk merekrut anggota baru,” kata Zaniar mengungkapkan modusnya kepada IDN Times di sela-sela acara pembinaan.

Mengingat pelajar baru kelas 10 cukup rentan diiming-imingi sesuatu hal yang baru. Apalagi dinilai menantang. Salah satu ciri pelajar yang bergabung dalam geng sekolah, menurut Zaniar adalah suka membolos dan tidak aktif dalam kegiatan di sekolah.

“Kalau diajak aktif di sekolah, malas-malasan. Kalau diajak aktif di luar sekolah, semangat,” kata Zaniar yang mengklaim tidak ada anak didiknya yang menjadi anggota geng.

Bagi Zaniar, kebijakan full days school cukup mengantisipasi aksi kejahatan jalanan geng-geng pelajar. Hanya saja, ketika aksi itu dilakukan pada malam hari, diakui Zaniar pihak sekolah tak bisa menjangkau. Lantaran keluarga adalah yang memegang peranan penting ketika pelajar sudah pulang dari sekolah.   

“Perlu wadah positif untuk menyalurkan energi anak-anak yang berlebih ini,” kata Zaniar yang berharap pembinaan semacam itu dilakukan berkelanjutan.

2. Peran kolaborasi sekolah, keluarga, dan lingkungan

Kejahatan Jalanan Tak Dimonopoli Pelajar, Ada Pelaku Kriminal MurniKabid Pendidikan Menengah Dispora DIY Isti Triasih. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Tak hanya peran sekolah dalam mengantisipasi kejahatan jalanan oleh pelajar. Menurut Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga DIY Isti Triasih, keluarga dan lingkungan punya pengaruh penting. Kondisi orang tua, perekonomian keluarga, keutuhan rumah tangga acap kali menjadi latar belakang pelajar melakukan kejahatan jalanan.

Di sisi lain, anak pun mesti digugah hatinya untuk belajar bertanggung jawab.

“Dibuka hatinya biar tanggung jawab dengan diri mereka sendiri. Memang tugas yang tak ringan,” kata Isti.

Sementara bagi pelajar yang terlibat kejahatan jalanan dan menjalani proses hukum, Isti menyatakan mereka tetap mendapatkan hak pendidikan.

“Meski pun berada di penjara, ya akan didatangkan dua guru untuk mengajar,” kata Isti.

Sementara kegiatan pembinaan para pelajar sekolah menengah atas itu akan dilanjutkan. Melibatkan pelajar yang lain dan dari berbagai sekolah. Termasuk dari Gunungkidul dan Kulon Progo yang belum digelar.

3. Penerapan program satu sekolah dua polisi

Kejahatan Jalanan Tak Dimonopoli Pelajar, Ada Pelaku Kriminal MurniKasi Latpuan Subdit Babinkamtibmas Polda DIY AKP Murniati. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Kepolisian Daerah DIY bersama Dispora DIY telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) untuk menempatkan polisi di sekolah. Program Satu Sekolah Dua Polisi (SSDP) namanya. Dua polisi dari kepolisian sektor setempat dan babinkamtibmas itu bertugas menciptakan keamanan dan ketertiban di sekolah-sekolah yang dipetakan rawan maupun pelajar di sekolah itu yang potensial melakukan kerawanan. Jika ada masalah keamanan di sekolah juga bisa dikonsultasikan dengan polisi yang bertugas di sana.

“Alhamdulillah, tadi anak-anak bilang keberadaan polisi sangat membantu keamanan sekolah mereka,” kata Murniati.  

Dua polisi tersebut juga bertugas melakukan pembinaan terhadap pelajar, orang tua wali, juga pengurus OSIS.

Selain melakukan patroli rutin di sekolah-sekolah, polisi juga meningkatkan patroli besar-besaran di jalanan. Mengingat tindak kejahatan tersebut berlangsung di jalanan.

Baca Juga: Polda DIY Tangani 40 Kasus Klitih Setahun Terakhir

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya