Pakar UGM: Ada Pernyataan 'Cawe-Cawe' Jokowi Potensi Kontroversial

Harus dicermati akurat, objektif, dan kritis

Yogyakarta, IDN Times - Dosen Komunikasi Politik UGM dan Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, menilai pernyataan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang akan 'cawe-cawe' dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 perlu dicermati tidak hanya secara akurat, tetapi juga objektif dan kritis. Ia juga melihat pernyataan Jokowi yang potensial menimbulkan kontroversi dan multiinterpretasi, soal transisi kepemimpinan nasional.

Hal tersebut terkait dengan sosok pemimpin nasional seperti apa yang nantinya dapat diandalkan untuk meneruskan legasinya pasca-Pilpres 2024. "Kontroversi dan multi interpretasi ini terkait dengan tiga hal yaitu, posisi, preferensi dan subjektivitas Presiden Jokowi," ujar Nyarwi, Rabu (31/5/2023).

1. Jokowi sebagai kepala negara dan juga pimpinan koalisi

Pakar UGM: Ada Pernyataan 'Cawe-Cawe' Jokowi Potensi KontroversialPakar Komunikasi Politik UGM, Nyarwi Ahmad. (Tangkapan layar YouTube.com/IDN Times)

Presiden Jokowi tidak hanya berperan sebagai kepala negara saja, namun juga sebagai kepala pemerintahan. Presiden Jokowi juga tidak hanya sebagai kader PDIP yang sukses memenangkan dua kali pilpres. Lebih dari itu, Presiden Jokowi juga merupakan pimpinan koalisi dari (ketua umum) parpol-parpol yang pernah mengusungnya sebagai capres dalam Pilpres 2019 lalu.

Sebagai Kepala Negara, menurut Nyarwi, wajar Presiden Jokowi merasa memiliki kewajiban moral untuk memastikan agar transisi kepemimpinan nasional pasca-Pilpres 2024 mendatang dapat berjalan dengan mulus, tanpa riak-riak politik yang membahayakan. Namun, sebagai individu yang sedang menjabat sebagai Presiden dan juga sebagai politisi dari partai tertentu, yang juga sudah mendeklarasikan sosok Presiden, pernyataan Jokowi terkait dengan transisi kepemimpinan nasional tersebut dapat memicu spekulasi banyak kalangan, khususnya dari pimpinan parpol dan tokoh-tokoh yang ingin memunculkan pasangan Capres-Cawapres, termasuk pasangan Capres-Cawapres alternatif di luar lingkaran Istana.

Posisi, peran, preferensi, dan subjektivitas Presiden Jokowi terkait dengan siapa saja yang layak untuk di-endorse sebagai pasangan capres-cawapres yang mampu meneruskan kepemimpinannya pasca-Pilpres 2024 mendatang dapat menimbulkan skala pengaruh yang sangat luas. Pengaruh tersebut tidak hanya pada ketua-ketua umum parpol dan tokoh-tokoh potensial yang selama ini sudah dideklarasikan sebagai Capres dan potensial dinominasikan jadi Cawapres semata.

"Lebih dari itu, skala pengaruh ini juga bisa menggerakkan barisan relawan yang selama ini menjadi pendukung setia Presiden Jokowi. Tidak hanya itu, pengaruh tersebut, baik langsung ataupun tidak langsung, bahkan bisa berkembang ke lingkungan birokrasi, hingga ke lingkungan TNI/Polri. Skala pengaruh ini saya kira yang harus dikelola dengan arif oleh Presiden Jokowi dan para tokoh yang ada dalam lingkaran terdekatnya saat ini," kata Nyarwi.

2. Niat baik jika memastikan Pemilu berjalan demokratis

Pakar UGM: Ada Pernyataan 'Cawe-Cawe' Jokowi Potensi KontroversialIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Jika Presiden hanya ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil, dengan keinginan cawe-cawe itu, menurut Nyarwi itu sebuah niatan yang baik. Presiden dalam posisi, peran dan kapasitas nya sebagai Kepala Negara dengan niat baik seperti ini perlu diapresiasi. Pemilu yang seperti itu tentu akan memberikan manfaat besar, bagi masyarakat, khususnya yang memiliki hak pemilih.

Pemilu yang seperti itu juga dibutuhkan oleh parpol-parpol yang menjadi kontestan pemilu dan para kandidat yang dicalonkan parpol-parpol, mulai dari Capres, Cawapres, Caleg dan para kandidat yang akan bertarung dalam Pilkada. Niat baik Presiden ini mestinya dapat dikawal dan dijalankan secara maksimal oleh lembaga-lembaga negara yang menjadi penyelenggara pemilu, seperti KPU dan juga lembaga pengawas pemilu seperti Bawaslu.

Baca Juga: Pengamat UGM Beberkan Dampak Buruk Ekspor Pasir Laut

3. Komitmen Jokowi ditunggu

Pakar UGM: Ada Pernyataan 'Cawe-Cawe' Jokowi Potensi KontroversialIlustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Keinginan Presiden Jokowi agar pesta demokrasi 2024 mendatang dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil juga sebuah hal yang wajar. Komitmen Presiden Jokowi untuk menghormati dan menerima pilihan rakyat menunjukkan bahwa Presiden Jokowi masih memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga kelangsungan sistem demokrasi di Indonesia.

"Kita tahu, komitmen ini, selama beberapa tahun terakhir, diragukan banyak kalangan. Karena itu, Presiden Jokowi perlu membuktikan bahwa dia tidak hanya memiliki komitmen kuat pada dua hal itu saja. Sebagai Kepala Negara, Presiden Jokowi pada dasarnya memiliki sumber daya yang memadai yang dapat digunakan untuk mendorong peningkatan kualitas demokrasi kita agar lebih bisa naik kelas," ujar Nyarwi.

Sebagaimana diketahui, selama beberapa tahun terakhir, jebakan-jebakan yang mengarah pada regresi demokrasi terjadi di berbagai belahan negara demokrasi. Arus regresi demokrasi juga bisa terjadi di Indonesia. Tentu banyak pihak yang berharap Presiden Jokowi tidak hanya mampu mengawal bahwa proses demokrasi elektoral jelang 2024 berlangsung secara jujur dan adil semata. Namun, Presiden Jokowi juga dapat menggunakan sumber daya kekuasaan yang dimilikinya untuk menyelamatkan Indonesia dari jebakan-jebakan regresi demokrasi semacam itu.

"Jika hal ini mampu diwujudkan, hal ini tentu akan menjadi legacy luar biasa dari Presiden Jokowi di periode kedua masa jabatannya," ujar Nyarwi. 

Baca Juga: Generasi Muda Jangan Cuma Jadi Pemilih di Pemilu 2024

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya