Targetkan Zero Stunting, Ini Strategi Pemkab Bantul‎

Bantul jadi daerah percontohan nasional penurunan stunting

Bantul, IDN Times - ‎Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjuk Kabupaten Bantul sebagai daerah percontohan nasional penurunan stunting pada 11 Maret 2022 silam.

Sebagai daerah percontohan nasional, Pemkab Bantul terus bekerja keras untuk menurunkan angka stunting. Apalagi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Bantul menargetkan zero stunting di wilayah tersebut.

1. Angka stunting pada triwulan pertama 2022 sebesar 6,72 persen

Targetkan Zero Stunting, Ini Strategi Pemkab Bantul‎Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB), Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini. (IDN Times/Daruwaskita)

Kepala DP3P2KB Bantul, Ninik Istitarini, mengatakan angka stunting di Bumi Projotamansari terus mengalami penurunan. Pada tahun 2021 angka stunting sebesar 8,32 persen namun di tahun 2022 pada triwulan pertama kembali turun menjadi 6,72 persen.

"Sementara untuk triwulan II atau semester pertama pada tahun 2022 baru dilakukan pendataan pada bulan Agustus ini. Paling cepat hasilnya akan keluar pada bulan September 2022 mendatang. Namun kami optimis angka stunting di Bantul akan terus menurun di bandingkan pada triwulan pertama di tahun 2022 ini," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (19/8/2022).

Menurutnya, angka sebesar 6,72 persen ini setara 3.056 balita di Bantul yang mengalami stunting dari total 45 ribu balita yang telah dilakukan pengukuran.

"Sebenarnya balita di Bantul ada sekitar 50 ribu balita, namun balita yang kita ukur baru sekitar 45 ribu dan hasil 6,72 persen atau 3.056 balita mengalami stunting," ucapnya.

Baca Juga: 3.056 Balita di Bantul Alami Stunting

2. Pencegahan nikah usia dini dan pendampingan bagi ibu hamil hingga pasca melahirkan

Targetkan Zero Stunting, Ini Strategi Pemkab Bantul‎ilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski angka stunting di Bantul jauh di bawah angka rata-rata stunting tingkat nasional maupun tingkat DIY, Ninik mengatakan kasus stunting ini tetap menjadi fokus utama. Sebab anak yang stunting ini penyembuhannya sangat sulit dan stunting ini terkait generasi masa depan bangsa Indonesia.

"Oleh karena sedini mungkin kita mencoba agar balita yang lahir itu tidak stunting. Yakni diawali dengan sosialisasi kepada wanita yang akan menikah agar ketika hamil nantinya bayi yang dikandung itu kecukupan gizi asupan makanan dari ibu yang mengandung," ujarnya.

"Di sisi lain kita juga harus mengantisipasi adanya pernikahan dini yang anak yang nantinya dilahirkan sangat rentang terhadap stunting," imbuhnya.

Ninik menyatakan sejumlah upaya telah dilakukan DP3P2KB, di antaranya sosialisasi dan pencegahan stunting sejak sebelum kehamilan. Menurutnya tidak semua ibu hamil di Bantul mengetahui apakah bayi yang akan dilahirkan berpotensi mengalami stunting atau tidak dan bagaimana pencegahannya.

"Oleh karenanya kami berupaya melakukan pencegahan usia pranikah melalui pendampingan calon pengantin tiga bulan sebelum menikah," ucapnya.

"Ada tim pendamping keluarga untuk mendampingi ibu hamil mulai tiga bulan sebelum nikah untuk mengetahui kesehatannya dulu, kemudian berat badan, tinggi badan, lingkar tangan, atau mengalami anemia atau tidak. Kalau ada gangguan kesehatan boleh menikah tapi kehamilan ditunda dulu, sembuhkan dulu kesehatannya," tambahnya.

Ninik menjelaskan tim pendamping keluarga yang dikerahkan mencapai 1.218 orang yang sudah terverifikasi. Mereka terdiri dari unsur bidan, kader PKK, dan unsur kader Keluarga Berencana. Tim akan bekerja untuk memetakan ibu hamil di setiap pedukuhan, termasuk melakukan skrining calon pengantin terutama pengantin putri.

"Mereka akan memantau ibu hamil minimal delapan kali dengan mengunjungi langsung ibu yang hamil dan memantau pascapersalinan," terangnya.

Ninik menambahkan penanganan stunting tidak hanya dilakukan DP3P2KB namun kolaborasi antar organisasi perangkat daerah terkait mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, serta dinas-dinas lainnya, termasuk dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul.

"Jadi saling kolaborasi antar OPD untuk menekan angka stunting. Ndak bisa hanya dilakukan DP3P2KB saja," ucapnya.

3. Pengukuran balita sempat terkendala adanya pandemik‎

Targetkan Zero Stunting, Ini Strategi Pemkab Bantul‎Ilustrasi Pengecekan kesehatan anak. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Sementara, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Bantul, Fauzan, mengatakan angka stunting di Bantul terbilang cukup tinggi namun dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Pada tahun 2018 tercatat angka stunting mencapai 4.733 balita atau 9,75 persen dari total 48.533 balita yang diukur di posyandu.

Pada 2019, angkanya menurun sedikit yakni 3.725 balita atau 7,73 persen yang mengalami stunting dari total 48.181 balita. Kemudian pada 2020, ada 1.816 balita yang stunting. Jumlah ini cukup sedikit karena bayi yang diukur pada tahun tersebut hanya 18.638 balita.

"Tahun 2020 ini pengukuran balita di posyandu ini terbentur pandemik sehingga pengukurannya tidak bisa dilakukan secara maksimal," ucapnya.

4. Dana Rp50 juta per padukuhan untuk penanganan dan pencegahan stunting‎

Targetkan Zero Stunting, Ini Strategi Pemkab Bantul‎Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo. IDN Times/Daruwaskita

Ketua Harian Tim Penanggulangan Stunting Kabupaten Bantul sekaligus Wakil Bupati Bantul, Joko B Purnomo, mengatakan Pemkab Bantul menggelontorkan dana Rp46 miliar untuk penanganan stunting dan pencegahan stunting di Bantul. Dana tersebut dibagikan kepada 900 lebih padukuhan di Bantul, masing-masing menerima Rp50 juta.

"Sesuai Perppres No 72 Tahun 202 tentang Percepatan Penurunan Stunting, maka kita mengucurkan anggaran senilai Rp50 juta per padukuhan untuk pendampingan kegiatan kesehatan, posyandu dan penanggulangan stunting," ujarnya.

"Ya memang pembangunan infrastruktur itu baik, namun ketika infrastruktur baik namun anaknya stunting, besok kita mau manen apa?" imbuhnya.

Yang tak kalah penting, kata Joko, adalah sosialisasi kepada pada calon pengantin khususnya yang wanita terkait kesiapannya jika nantinya hamil agar nantinya bayi yang dilahirkan dalam kondisi sehat dan bebas stunting.

"Yang perlu ditekankan juga adalah menekan angka pernikahan dini di Bantul karena pernikahan dini ini terjadi karena si wanita hamil duluan. Harus ada pendampingan agar anak yang dilahirkan nantinya dalam kondisi sehat dan tidak stunting," tandasnya.‎

Baca Juga: Bantul Jadi Daerah Percontohan Nasional Penurunan Stunting

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya