Ilustrasi Facebook (IDN Times/Arief Rahmat)
Bawaslu sendiri tengah menyoroti secara khusus kampanye yang dilakukan di media sosial. Lolly berujar, pihaknya menilai kampanye melalui platform daring menjadi panggung paling rawan penyulut provokasi hingga kekerasan.
"Kami bekerja sama dengan pemangku kebijakan dengan teman-teman yang punya alat kecanggihan untuk tracking, juga teman-teman platform media sosial sendiri supaya mereka punya tanggung jawab," katanya.
Pemetaan yang telah dilakukan Bawaslu menunjukkan salah satu modus yang bisa memicu kemunculan politisasi SARA bersumber dari penggunaan medsos. Musababnya, informasi yang berseliweran dengan cepat sulit disaring dengan baik.
"Ini perlu diwaspadai bersama. Tak boleh lagi peristiwa luka yang sama terulang lagi pada Pemilu 2024. Kenapa? Pemilu serentak dekat sekali dengan Pemilu kepala daerah," katanya.
Kampanye dengan politisasi isu SARA lewat media sosial maupun tempat umum berpotensi memicu konflik hingga berujung kekerasan, intimidasi terhadap pemilih, peserta, penyelenggara, hingga perusakan fasilitas pemilu.
"Jika tidak dikelola dengan baik akan bermuara pada bentrok dan tindak kekerasan. Pemilu kita lalu tercerai berai, timbul permusuhan pascaresidu pemilu itu sendiri," kata dia.
"Kami harap masyarakat ikut aware (sadar) akan bahaya media sosial. Kami juga lakukan pelacakan bila terjadi peristiwa SARA di media sosial, seperti dengan Meta yang memiliki banyak platform. Kami juga punya channel pelaporan cepat untuk ditindaklanjuti," tutupnya.