TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polisi Didesak Stop Kasus Pencemaran Nama Baik Advokat LBH Yogyakarta

Polisi justru didorong usut dugaan pelecehan seksual oleh IM

Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum UGM, Herlambang Wiratraman. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Intinya Sih...

  • LSJ FH UGM mendesak Polda DIY menghentikan proses penyidikan kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Advokat LBH Yogyakarta/YLBHI, Meila Nurul Fajriah
  • Penetapan status tersangka terhadap Meila adalah bentuk kriminalisasi terhadap penyintas pelecehan seksual dan pendampingnya
  • Polda DIY menetapkan Meila sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh alumnus UII berinisial IM lewat kuasa hukumnya

Sleman, IDN Times - Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LSJ FH UGM) mendesak Polda DIY menghentikan proses penyidikan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Advokat LBH Yogyakarta/YLBHI, Meila Nurul Fajriah, sebagai tersangkanya.

Ketua LSJ FH UGM, Herlambang Wiratraman, mengatakan kepolisian sejak awal tak layak memproses laporan dugaan pencemaran nama baik oleh Meila yang dilaporkan alumnus UII berinisial IM melalui kuasa hukumnya. Dia pun meminta Polda DIY mencabut status tersangka terhadap Meila.

"Ya saya kira kasus ini enggak layak ya diteruskan dalam proses hukum ya," kata Herlambang ditemui di UGM, Sleman, DIY, Jumat (2/8/2024).

1. Pendamping korban tidak dapat dituntut secara hukum

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Herlambang menekankan, penetapan status tersangka kepada Meila adalah bentuk kriminalisasi terhadap penyintas pelecehan seksual dan pendampingnya bila dikaitkan dengan perkembangan hukum yang merujuk pada Pasal 28 jo Pasal 29 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menurut Herlambang, ketentuan tersebut mengatur bahwa terdapat hak pendamping korban untuk mendapatkan perlindungan hukum selama mendampingi korban dan saksi di setiap tingkat pemeriksaan.

Dia menegaskan, pendamping yang sedang melakukan penanganan terhadap korban tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas pendampingan atau pelayanannya. Kecuali jika pendampingan atau pelayanannya diberikan tidak dengan itikad baik.

"Ini soal pembela HAM dan itu sudah diatur secara rigid bahkan oleh Komnas HAM melalui standar norma dan pengaturan. Nah terlebih yang dikenakan pasalnya kan terkait dengan undang-undang ITE," katanya.

2. Polisi keliru pakai UU ITE, preseden buruk penyelesaian pelecehan seksual

Kata Herlambang, Polda DIY yang menangani kasus dengan memproses keberlakuan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE sangatlah keliru dan bertentangan dengan sejumlah doktrin hukum HAM internasional, khususnya Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah disahkan (aksesi) oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) implementasi UU ITE juga dinyatakan bahwa ketika orang menyampaikan fakta terlebih menyangkut kepentingan umum, terkait dengan apa yang dilakukan oleh seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.

Terlebih, lanjut Herlambang, apa yang dilakukan Meila sah sebagai kuasa hukum atau pendamping hukum korban yang dilindungi Undang-Undang Bantuan Hukum.

Selain itu, berdasarkan Putusan MK Nomor: 50/PUU-VI/2008 tahun 2008, bukan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

Hal demikian dinyatakan pula tegas dalam SKB yang diteken oleh Kapolri, Jaksa Agung dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang Pedoman Implementasi atas Pasal-Pasal Tertentu dalam UU ITE.

Maka dari itu pula, Herlambang tegas menyatakan jika penggunaan Pasal 27 ayat (3) ITE untuk menetapkan pendamping korban adalah sebuah kekeliruan fatal secara hukum, sekaligus menunjukkan Polda DIY tidak sungguh-sungguh mengikuti perkembangan doktrin dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Bagi Herlambang, penetapan tersangka kepada Meila bisa jadi preseden buruk penyelesaian kasus pelecehan seksual, serta membuat lembaga bantuan hukum yang melakukan advokasi terhadap perkara tertentu menjadi lebih rentan.

"Pasal defamasi juga itu yang mengancam banyak pihak, aktivis, pers dan seterusnya. Implikasinya akan besar kalau kasus ini diteruskan ke proses hukum berikutnya," ungkapnya.

Baca Juga: Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Seksual, Advokat YLBHI Jadi Tersangka ITE

Verified Writer

Tunggul Kumoro Damarjati

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya