TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PP 'Aisyiyah Tanggapi Aturan Kontrasepsi Pelajar, Membingungkan!

'Aisyiyah akan mengirim hasil kajian ke pemerintah

ilustrasi kontrasepsi (unsplash.com/Reproductive Health Supplies Coalition)

Yogyakarta, IDN Times - Pimpinan Pusat (PP) 'Aisyiyah menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan, terlalu kompleks dan sulit dipahami.

Penilaian berdasarkan hasil kajian pada aspek formal, yakni prosedur hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, maupun aspek material menyangkut substansi yang melalui beleid tersebut.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Salmah Orbayinah, PP ini sebelumnya menimbulkan kontroversi, khususnya berkaitan dengan subtansi kesehatan peproduksi menyangkut ketentuan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan pelajar.

"Peraturan dengan terlalu banyak pasal dapat menjadi sangat kompleks, membingungkan, dan sulit dipahami oleh pembaca, terutama oleh masyarakat umum yang tidak memiliki latar belakang hukum. Ini bertentangan dengan prinsip legal drafting yang mengutamakan kejelasan dan kemudahan pemahaman," kata Salmah Orbayinah dalam keterangannya, Minggu (18/8/2024).

 

 

 

1. Tak sinkron dengan UU Perkawinan, minim partisipasi publik

Menurut Salmah, PP No. 28 tahun 2024 tidak sinkron dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur tentang sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan, dimana hubungan seksual hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang telah terikat perkawinan sah dan tercatat di depan pegawai pencatat nikah. 

Sementara, lanjutnya, PP. No. 28 tahun 2024 seolah memberi isyarat diperbolehkannya perkawinan anak dan secara implisit bisa diinterpretasikan sebagai bentuk legalisasi perilaku seks bebas bagi pelajar. 'Aisyiyah dalam hal ini juga menyoroti minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan PP.

"Sebagaimana dikeluhkan banyak pihak bahwa uji publik atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kesehatan sangat minim, kurang mengakomodir berbagai komponen masyarakat khususnya yang berkepentingan dengan substansi RPP yang sangat banyak tersebut," tegas Salmah.

2. Pasal multitafsir dan potensi tingkatkan seks bebas pelajar

'Aisyiyah juga mengkaji PP tersebut dari aspek substansi, dimana terdapat dua pasal yang menjadi sorotan. Pertama adalah Pasal 103 ayat 4 butir e, mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Menurutnya, pasal ini secara eksplisit menyatakan bahwa pemerintah menyediakan pelayanan dan alat kontrasepsi untuk remaja atau pelajar.

"Yang menimbulkan kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan serta meningkatnya perilaku seks bebas di kalangan pelajar," tutur Salma.

Pandangan Salmah, ayat ini memberikan ruang pada anak usia sekolah dan remaja untuk mengakses alat kontrasepsi yang digunakan dalam melakukan hubungan seksual agar tidak berakibat kehamilan.

Selanjutnya Pasal 104 tentang upaya kesehatan sistem reproduksi dewasa, ayat (2) huruf b, mengatur upaya kesehatan sistem reproduksi dewasa menyatakan jika pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), paling sedikit mengenai perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab.

Salmah menekankan bahwa ayat ini multitafsir, bahwa ayat ini dapat dipahami tak hanya cuma dilakukan oleh pasangan suami istri, melainkan pasangan yang tidak terikat perkawinan.

"Jadi dari ketentuan tersebut tidak jelas apakah hubungan seks dilakukan di dalam pernikahan atau di luar pernikahan. Ketentuan ini dapat menimbulkan pemahaman tentang hubungan seksual di luar pernikahan atau melegalkan seks bebas," papar Salmah.

Sementara Pasal 104 Ayat (3), tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia dewasa, pada butir e, tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur dan kelompok yang berisiko juga dinilai multitafsir.

"Pasangan usia subur yang mendapat layanan alat kontrasepsi semestinya hanya pasangan suami istri yang terikat dengan perkawinan yang sah dan tercatat di depan pegawai pencatat nikah yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tentang Perkawinan, pasal 2 ayat (1) dan (2)," terangnya.

Sorotan ketiga adalah mengenai ketentuan Pasal 103 ayat (4) huruf b, Pasal 104 ayat (2) huruf b, dan Pasal 129 ayat (2) huruf d yang disebutnya banyak menyimpang dari norma agama dan kesusilaan, lantaran memungkinkan terjadinya hubungan seksual di luar nikah atau seks bebas yang melanggar nilai-nilai moral dan agama serta merendahkan martabat manusia.

"Hal itu tidak sejalan atau kontradiktif dengan ketentuan Pasal 98 dari PP tersebut, yang menyatakan bahwa upaya kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama," terangnya.

 

Baca Juga: Ketum PP Aisyiyah Tanggapi Pelepasan Jilbab Anggota Paskibraka

Verified Writer

Tunggul Kumoro Damarjati

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya