Sudirman Said: Syarat Jadi Capres-Cawapres Terlalu Longgar
Konsep kepemimpinan perlu dikaji
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Ketua Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said, mengajak semua pihak untuk mengkaji kembali konsep kepemimpinan nasional pasca-Pemilu 2024. Menurutnya syarat untuk menjadi pemimpin nasional atau Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 169 UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, terlalu longgar dan tidak mencakup aspek kualitatif.
"Kriteria yang terlalu normatif dan administratif, tidak diperkuat dengan aspek kualitatif menyebabkan saringan begitu longgar. Nyaris setiap orang yang tamat SLTA dapat memasuki arena kontestasi pemilihan pimpinan tertinggi negara," ungkap Sudirman dalam acara Panel Forum Nasional: Pemikiran Kepemimpinan Indonesia yang digelar Forum 2045 di University Club UGM, Sabtu (16/3/2024).
Selain Sudirman Said, pembicara lainnya juga hadir dalam acara tersebut, yaitu Guru Besar Geografi Regional Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. M Baiquni; Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Armaidy Armawi; Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Heru Kurnianto dan Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Prof. Ni'matul Huda.
1. Capres-cawapres tanpa saringan
Sudirman melanjutkan, dengan syarat kepemimpinan yang terlalu longgar itu membuat siapa pun seolah diperbolehkan masuk ke arena kontestasi tanpa saringan yang ketat. Menurutnya, hal itu sangat ironis ketika untuk menjadi pemimpin perusahaan yang sifatnya mikro saja butuh berbagai persyaratan ketat.
"Syarat di perusahaan saja, jadi CEO punya syarat ketat dan rumit. Itu sektor mikro satu institusi, sementara memimpin negara syarat masuknya sangat longgar. Kalau standar dan pola rekrutmen pemimpin tertinggi saja sudah begitu, lantas bagaimana dengan yang lain?" kata Eks Menteri ESDM itu.