TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

100 Dosen UII Turun ke Jalan Gabung Aksi Jogja Memanggil

Berharap suara rakyat didengar penguasa

Seratus Lebih Dosen UII Turun Aksi Jogja Memanggil. (IDNTimes/Herlambang Jati)

Intinya Sih...

  • Dosen UII bergabung dalam aksi Jogja Memanggil, sebagai upaya mengingatkan penguasa yang dinilai melewati batas kekuasaan.
  • Aksi hari ini memang mengumpulkan banyak orang dari beragam latar belakang, ingin menyuarakan suara jernih dari Jogja untuk mengingatkan penguasa.
  • Fathul menyoroti demokrasi yang cenderung prosedural dan maraknya politik dinasti di Indonesia, serta berharap aksi ini bisa menggerakkan hati nurani para penguasa.

Yogyakarta, IDN Times - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid menyebut sebanyak seratus lebih dosen UII ikut bergabung dalam aksi Jogja Memanggil, Kamis (22/8/2024). Aksi ini sebagai upaya mengingatkan penguasa yang dinilai melewati batas kekuasaan.

“Kalau jumlah pasti tidak bisa kami hitung, tapi kalau seratusan tampaknya ada. Semua dosen muda kita ajak ke sini, karena hari ini sebetulnya ada jadwal sesi sekolah kepemimpinan. Ini adalah bagian kurikulum sekolah kepemimpinan, untuk dosen baru,” ujar Fathul.

1. Suara rakyat diharap bisa didengar penguasa

Fathul mengungkapkan aksi hari ini memang mengumpulkan banyak orang dari beragam latar belakang. Aksi ini menurutnya tidak akan ada, tanpa kesadaran kolektif atau kegelisahan bersama. “Dan akhirnya itu yang menggerakkan, artinya kita harus pahami bahwa ini adalah aksi yang ingin menyuarakan suara jernih dari Jogja untuk mengingatkan penguasa,” ujar Fathul.

Ia menilai penyelenggara negara beberapa waktu terakhir berlebihan dalam menggunakan kekuasaan. Pihaknya berharap dengan suara yang semakin lantang dari seluruh penjuru Indonesia bisa menggerakkan hati nurani para penguasa.

“Mudah-mudahan bisa menggerakkan untuk perubahan. Harapan kita karena Indonesia berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik,” ujar Fathul.

2. Terdapat pesan sponsor yang disusupkan

Fathul menyoroti demokrasi yang cenderung prosedural, tidak lagi substantif. “Betul berdasarkan regulasi, tidak ada hukum yang dilanggar, tetapi ada pesan-pesan sponsor yang disusupkan, dan akhirnya demokrasi hanya menjadi sebatas retorika,” ungkapnya.

“Kedua, maraknya politik dinasti yang menjadi saksi di banyak tempat. Tentu saja ini tidak boleh, karena apa, karena Indonesia ini milik bersama, dan semua warga negara juga berhak untuk berkontestasi. Seharusnya ekosistem politik yang dibangun adalah ekosistem yang sehat,” jelasnya.

 

Baca Juga: Rektor UII Baca Puisi Sak Karepmu di Tengah Aksi Jogja Memanggil

Berita Terkini Lainnya