Ibu Ruswo, Pahlawan dari Balik Dapur Umum Era Penjajahan

Pahlawan perempuan yang aktif di tiga zaman

Di masa penjajahan, setiap orang memiliki perannya masing-masing dalam mengupayakan kemerdekaan. Salah satunya adalah Ibu Ruswo atau yang bernama asli Kusnah. Nama Ibu Ruswo mungkin tidak senyaring pahlawan perempuan lain, tapi soal jasa, tak perlu diragukan lagi. 

Namun apa sih sebenarnya tugas dan siapa sosok Ibu Ruswo tersebut? Tak kenal maka tak sayang, yuk, simak profil dan kisah beliau berikut ini!

1. Profil Ibu Ruswo

Ibu Ruswo, Pahlawan dari Balik Dapur Umum Era PenjajahanIlustrasi Profil Ibu Ruswo (instagram.com/sejarahjogya)

Mengutip dari jurnal Merci Robby Kurniawanti, IBU RUSWO: PEJUANG PEREMPUAN DALAM TIGA ZAMAN (1928-1949) (2016:10), Ibu Ruswo merupakan anak dari keturunan orang biasa yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1905 atau yang dalam penanggalan Jawa ditulis tanggal 29 Bakda Mulud 23 tahun 1835.

Ibu Ruswo lahir dengan nama kecil Kusnah. Pada 1921, ia menikah dengan seorang lelaki bernama Ruswo Prawiroseno, seorang pegawai kantor pos dan membuatnya disapa dengan nama suaminya, yakni nama Nyi Kusnah Ruswo Prawiroseno atau Ibu Ruswo. 

Ibu Ruswo diketahui memiliki perawakan tinggi dan besar sekaligus terkenal ramah, tapi tegas. Sejak menikah, Ibu Ruswo kemudian tinggal di sebuah rumah dalam gang sempit di daerah Yudonegaran. Daerah Yudonegaran tersebut kini dikenal dengan nama Jalan Ibu Ruswo sebagai kenangan atas perjuangannya. 

Sebagaimana yang kita tahu bahwa di zaman penjajahan, pendidikan terbilang hal yang sulit, apalagi untuk kalangan biasa dan perempuan. Ini pun terjadi pada Ibu Ruswo yang hanya mengenyam pendidikan rendah saja. Menurut laman Kundha Kabudayan Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Ruswo bahkan tidak menamatkan pendidikannya dan hanya sampai di kelas 2. 

Meski begitu, beliau termasuk dalam pribadi yang cerdas. Ia juga mengikuti sekolah non-formal. Ibu Ruswo juga banyak bergaul dengan berbagai kalangan yang membuat pola pikirnya lebih maju dan menumbuhkan berbagai rasa penasaran yang positif hingga tersalurkan pada perjuangannya membela Indonesia. 

2. Masa perjuangan Ibu Ruswo

Ibu Ruswo, Pahlawan dari Balik Dapur Umum Era PenjajahanIlustrasi Peninggalan Dapur Umum Masa Penjajahan (budaya.jogjaprov.go.id)

Ibu Ruswo disebut sebagai 'pahlawan tiga jaman', yakni masa pemerintahan Hindia-Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa revolusi fisik. Dilansir jurnal Kurniawanti (2016:12), di masa pemerintahan Hindia-Belanda Ibu Ruswo berperan melalui organisasi kepanduan, organisasi perempuan dan organisasi sosial. Bahkan, di tahun 1928 Ibu Ruswo mendapat mandat dari Ir. Soekarno untuk mendirikan cabang Indonesiasche Nationale Padvinders Organisatie (INPO) di Mataram atau yang kini Yogyakarta, dan menjadi bagian dari badan kepengurusan. 

Kemudian INPO melebur ke dalam Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) di mana Ibu Ruswo menjabat sebagai bendahara yang tugasnya ia emban sampai akhir hayatnya. Meski begitu, pada masa kependudukan Jepang jabatan ini dilepas, karena KBI yang memang dilarang oleh pemerintah Jepang.

Tak sampai di sana, Ibu Ruswo juga diketahui aktif dalam Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak atau P4A yang berdiri tahun 1932. Dalam organisasi tersebut, Ibu Ruswo menyuarakan ketidaksetujuannya pada perdagangan perempuan dan anak. Belum lagi di tahun yang sama, Ibu Ruswo turut dalam Organisasi Perempuan Istri Indonesia yang bertujuan untuk mencapai Indonesia Raya yang berasaskan nasionalisme dan demokrasi. 

Berbeda dengan masa pendudukan Jepang di mana tak banyak organisasi bebas berdiri pada saat itu. Organisasi perempuan yang dibentuk oleh Jepang hanya semata-mata demi kepentingan Jepang dan bersifat kemiliteran. Namun Ibu Ruswo tak menyerah, ia kemudian menjadi Fujinkai cabang Yogyakarta dan sebagai Badan Pembantu Prajurit atau BPP. Ibu Ruswo aktif dalam Fujinkai cabang Yogyakarta. Melalui BPP, Ibu Ruswo membantu para keluarga prajurit bangsa Indonesia. 

Di masa revolusi fisik pada tahun 1945-1949, organisasi-organisasi perempuan kembali bermunculan. Tak sedikit juga perempuan yang turut memanggul senjata dan turut berperang di garis belakang. Seperti Ibu Ruswo yang diakui memegang peranan penting dalam koordinator dapur umum sejak permulaan revolusi fisik. Beliau aktif membuat dan menyalakan dapur-dapur umum sebagai bentuk bantuan dan kecintaannya kepada  para pejuang-pejuang kemerdekaan yang dana dan bahannya didapat dari sumbangan sukarela dari masyarakat setempat. 

Setelah merdeka, BPP berganti nama menjadi BPKKP atau Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Semasa itu banyak prajurit terluka bahkan gugur ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ibu Ruswo berperan sebagai penggerak BPKKP, bahkan memiliki kedekatan secara emosional dengan para prajurit hingga dianggap bak ibu sendiri. 

Baca Juga: Kisah Hidup Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Pangeran dalam Republik

3. Penghargaan kepada Ibu Ruswo

Ibu Ruswo, Pahlawan dari Balik Dapur Umum Era PenjajahanIlustrasi Ibu Ruswo (instagram.com/sejarahjogya)

Pada tahun 1958, Ibu Ruswo dianugerahi Bintang Gerilya dari Pemerintah Republik Indonesia yang diberikan langsung oleh Presiden Soekarno yang bertempat di Sitinggil Kraton Yogyakarta. Di saat yang bersamaan, juga ada Ibu Sudirman yang mewakili Jenderal Sudirman. 

Ibu Ruswo wafat pada tanggal 28 Agustus 1960 di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta setelah sakit selama beberapa waktu. Atas permintaan para prajurit TNI, jenazah Ibu Ruswo disemayamkan di Asrama Tentara Batalyon 438 Benteng Yogyakarta atau yang saat ini dikenal sebagai Museum Benteng Vredeburg.

Meski begitu, Bapak Ruswo meminta agar jenazah disemayamkan di rumah Jalan Yudonegaran walau atas keputusan pemerintah, jenazah Ibu Ruswo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Yogyakarta. Ibu Ruswo pun juga mendapat pengakuan sebagai salah satu Wanita Pejuang yang gigih dan Ibu Prajurit yang dianugerahi Bintang Gerilya dengan pangkat sebagai Perwira Menengah.

Bapak dan Ibu Ruswo tidak memiliki anak kandung. Namun hal ini tak membuat Ibu Ruswo kehilangan memiliki rasa keibuan, justru 'anak-anak' yang tak lain adalah para prajurit yang memberikannya penghormatan hingga tutup usia.

Baca Juga: Ki Ageng Suryomentaram, Sosok di Balik Tercetusnya PETA

Dyar Ayu Photo Community Writer Dyar Ayu

Jalan-jalan mencari penyu Alabiyu~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya