Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun Eksis

Jadi warung soto favorit mahasiswa di Jogja

Jogja, menjadi sebuah daerah yang terlintas di kepala ketika membicarakan destinasi kuliner legendaris dan ramah biaya. Di balik warung-warung legendaris tersebut, terdapat sosok-sosok yang sedang mengadu nasib dan memberikan yang terbaik dalam cita rasa dan pelayanannya. Salah satunya Jumali (47), sang pemilik Warung Soto Pak Jamal.

Lebih dari 20 tahun sosok yang akrab dipanggil Pak Jamal ini menjajakan kreasi kuliner nusantara yang merakyat dan menghangatkan. Warung Soto Pak Jamal dikenal sebagai kedai yang ramah kantong bagi warga Jogja dengan rasa yang cocok di kebanyakan lidah. Dari berbekal gerobak keliling hingga menjadi sebuah warung seperti sekarang, Jamal membagikan kisahnya.

1. Soto legendaris kecintaan mahasiswa

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisJumali (47), akrab disapa Pak Jamal, sosok di balik Warung Soto Pak Jamal (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Jamal, pria asal Wonosari,  Gunungkidul, DIY, bercerita bahwa ia turut menyaksikan perubahan zaman melalui perputaran pelanggan-pelanggannya yang hadir. “Saya sering melayani mahasiswa sini dari mereka awal kuliah sampai jadi senior dan mengajak adik tingkatnya,” cerita Jamal saat dikunjungi pada 26 Februari 2023 di warungnya di Jalan Damai, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman.

Tidak heran jika Warung Soto Pak Jamal menjadi kecintaan warga Jogja, terutama di kalangan mahasiswa. Pasalnya, menu-menu di kedai miliknya sangat murah untuk sebuah sajian makanan berat yang mengenyangkan. “Dulu awal dagang, semangkuk soto itu harganya Rp1.000, pada tahun 1999 itu saat masih menggunakan gerobak. Tahun 2005 awal warung dibuka, harganya jadi Rp3 ribu,” jelas Jamal.

Sekarang, semangkuk soto ayam dapat dinikmati seharga Rp10 ribu, dan Rp11 ribu untuk ukuran jumbo. Sementara, semangkuk soto daging sapi dihargai Rp11 ribu dan Rp13 ribu untuk ukuran jumbo. Dengan pasaran kuliner di Jogja, angka-angka tersebut masih dalam rentang harga yang terjangkau bagi warga Jogja, terutama mahasiswa.

2. Jadi warung soto tertua di Jalan Damai, Sleman 

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisPelanggan dapat memesan di depan dan memilih lauk (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Selain dikenal dengan harganya yang amat ramah bagi kantong, sepetak kedai yang dilengkapi dengan dua gerobak masing-masing untuk soto dan lauk pelengkap ini juga dikenal dengan usianya yang sudah tua. Dibuka sejak tahun 2005, kedai sederhana ini terbilang telah melalui banyak masa dan era sehingga patut dikagumi karena sudah bertahan sejauh ini. Terlebih, harganya pun masih sangat terjangkau yang membuat para pelanggan tetap setia.

“Awal mangkal di sini tahun 2005, harganya (soto ayam) Rp3 ribu. Hampir setiap tahun naik harganya mengikuti situasi (ekonomi),” terang Jamal.

Dengan banyaknya warung soto yang menjamur di tiap sudut wilayah Jogja, terutama Jalan Damai, warung soto milik Pak Jamal menjadi yang tertua. Tidak jarang ia melayani figur publik seperti pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat lainnya.

“Dulu saat beliau masih menjabat menjadi rektor di UGM, Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara) sering makan di sini. Sekarang sudah jadi menteri ‘kan jarang di Jogja,” ucap Pak Jamal menceritakan pengalamannya.

Baca Juga: Bisnis dan Kemanusiaan di Balik Kereta Kopi Andre Salim

3. Berawal dari berdagang keliling 

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisWarung Soto Pak Jamal melayani mulai dari pukul 5.30 WIB setiap hari (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Perjuangan Jamal dalam merintis usahanya tidak serta-merta dengan mendirikan warungnya. Dia mengawali usahanya dengan berdagang keliling menggunakan gerobak di tahun 1999. Sebelumnya, dirinya merupakan seorang karyawan yang bekerja untuk orang lain dengan berkeliling menjual tabung gas.

Jamal mengakui bahwa ia menginginkan usahanya sendiri dan lalu memilih soto ayam untuk dijadikan produk usahanya. “Dulu saya melihat para pedagang soto keliling kok terlihat happy dan banyak peminatnya. Dari pada ikut (bekerja untuk) orang, saya pindah profesi saja. Setelah saya banyak belajar, akhirnya saya memilih soto,” tuturnya.

Berbekalkan gerobaknya, Pak Jamal berdagang mengelilingi daerah Jalan Damai, Jalan Banteng, Prujakan, dan sekitarnya. Sekarang, warungnya masih berdiri kokoh di Jl. Damai, Tambakan, Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat yang sama dari pertama berdiri 18 tahun silam. Selain itu, Warung Soto Pak Jamal memiliki cabang pertamanya di Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Awalnya jualan soto lenthok khas Wonosari

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisMenu andalan terdiri dari soto ayam, gorengan, dan sate (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Warung soto yang tidak memiliki tanggal libur kecuali pada bulan Ramadan ini dulunya menjual menu soto ayam khas Wonosari, Gunungkidul. Memiliki cita rasa utama yang manis dengan gula jawa sebagai salah satu bahan utamanya, Pak Jamal mengakui bahwa banyak yang kurang cocok dengan menu tersebut. Pasalnya, kebanyakan pelanggan Pak Jamal merupakan mahasiswa dari luar Pulau Jawa yang kurang menyukai rasa manis pada masakan soto.

“Dulu saya menjual soto lenthok khas Gunungkidul, rasanya manis gula jawa. Dilengkapi dengan tempe bacem, tahu bacem, dan ketela goreng pakai bumbu bawang dan ketumbar. Karena banyak yang gak suka soto manis, jadi saya ubah. Makanya, sekarang saya tidak pakai nama ‘khas Wonosari’,” tutur Pak Jamal.

Baca Juga: Soto Kadipiro, Kuliner Legendaris Jogja Langganan Pejabat

5. Kembangkan menu berdasarkan permintaan pelanggan

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisGerobak khusus lauk pendamping (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Menu yang dapat ditemui di warung Pak Jamal sekarang bukanlah menu yang dia jajakan sejak awal merintis usahanya. Sedikit demi sedikit dilakukan pengembangan terhadap racikan soto ayam dan makanan pendampingnya. Setelah menuruti masukan dan saran dari para pelanggan, Jamal akhirnya mulai mengubah menu soto lenthok khas Gunungkidul menjadi soto ayam yang biasa ditemui di penjuru nusantara.

“Mereka (para pelanggan) maunya masakan yang segar tapi tetap menghangatkan, jadi saya coba racik pakai bumbu dan rempah yang bisa menghangatkan tubuh. Mereka juga minta pakai lauk goreng-gorengan, saya juga jadi terbantu karena goreng-gorengan lebih mudah disiapkannya dibanding baceman.”

Di tahun-tahun berikutnya, Warung Soto Pak Jamal mulai menyediakan varian daging sapi pada menu sotonya. Hal tersebut juga dia akui merupakan permintaan dari pelanggan dan mengikuti tren masakan soto di daerah Jogja. Walau begitu, soto ayam tetap menjadi menu favorit bagi pelanggan setia Pak Jamal.

“Saya menyiapkan daging ayam sekitar 15 kg dan daging sapi 2 kg per hari. Alhamdulillah biasanya habis,” ucap Jamal bangga. Sekarang, pelanggan bisa memilih varian soto ayam, soto sapi, dan berbagai lauk pendamping seperti tempe dan tahu goreng tepung, sate usus, sate ayam, kepala ayam, dan masih banyak lagi.

6. Kemauan tinggi dan niat menjadi motivasi pelayanan 

Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun EksisPak Jamal saat membagikan kisah inspiratifnya (dok. pribadi/Dimas Ponco)

Buka dari pukul 5.30 pagi hingga habis, Jamal menceritakan kegiatannya sehari-hari dalam mempersiapkan kedainya. Dirinya mulai melakukan persiapan dari pukul 3.30 dini hari untuk memulai harinya. Tentunya, membutuhkan motivasi dan kemauan yang tinggi untuk dapat melakukan kegiatannya setiap hari hingga belasan tahun seperti sekarang.

Ia mengaku, kemauannya yang tinggi menjadi bahan bakar dalam menjalani kesehariannya. “Kalau kemauan kita tipis, pasti akan merasa capek. Tapi, kalau kemauan kita keras kita gak akan capek menjalani pekerjaan kita. Kalau capek pun, saya istirahat aja dari sore lepas Asar, langsung hilang capeknya,” lontar Jamal.

Selain itu, menurutnya, menjalani pekerjaan sebagai pedagang cukup rewarding baginya. Hal ini dikarenakan ia senang membangun koneksi dan silaturahmi terhadap pelanggannya. “Kita jadi semangat karena banyak (menambah) saudara dan teman. Setiap hari selalu menambah saudara. Ada yang baru dan ada yang lama membawa kenalan baru,” ungkapnya.

Walau begitu, tidak dapat dimungkiri bahwa Jamal juga ingin mengembangkan warung makannya melalui cabang-cabang baru. Ia berharap untuk bisa dapat membuka cabang baru di sekitar Universitas Gadjah Mada, agar para mahasiswa yang ingin menikmati kreasi Pak Jamal tidak perlu menempuh perjalanan jauh.

“Harapan ke depannya ya kalau bisa ya seperti ini terus, jangan berubah (tetap stabil). Kalau bisa, ada peningkatan dan bisa buka cabang lagi. Rencananya di dekat UGM ngikutin kemauan pelanggan.”

Baca Juga: Soto Pak Jamal, Kuliner Maknyus Favorit Mahasiswa di Sleman

Dimas Ponco Photo Community Writer Dimas Ponco

Another ornament to society

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya