Nama Samaran Kwee, dari Tjamboek Berdoeri hingga Tangan Majit
Pernah dipenjara karena delik pers
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Astaga! Tida ada satoe pekerdjaan jang mempoenjai variatie begitoe banjak seperti pekerdjaanja satoe journalist. Apa jang dalem laen kalangan pekerdjaan rasanya se-oemoer hidoep tida aken bisa dirasaken, adalah dalem lingkungan journalistiek keada’an dan pengalaman tiap saat bisa berobah.
Ini hari di-oendang berpesta minoem shampi (champagne), besok masoek boewi (penjara), pagi dipoedji, sore dimaki, dan maasih banjak laen2 hal poela jang aken bikin journalistiek selamanja mempoenjai pengaroeh menarik bagi siapa jang dilahirken sebage journalist sedjati sebagimana begitoe sering ada dioetjapken oleh Bing Swie Sia (jurnalis Sin Tit Po), jang pembatja soedah kenal…
Cukilan tulisan itu diambil dari naskah Kwee Thiam Tjing yang ditulis di Sin Tit Po pada hari Sabtu, 26 Maret 1938. Menggambarkan dunia jurnalis yang juga dialami Kwee. Ia memberi judul Pidato Hari Saptoe.
“Kwee juga pernah dipenjara karena tersangkut delik pers,” kata peneliti sejarah dan penulis Arief W Djati dalam diskusi bertema Ngobrolin Tjamboek Berdoeri di Bentara Budaya Yogyakarta, Rabu, (28/1) silam.
Baca Juga: Kwee Thiam Tjing, Jurnalis Tionghoa Indonesia yang Terlupakan
1. Jurnalis dengan belasan nama samaran
Gara-gara tersandung delik pers, Kwee sempat dipenjara di Kalisosok, Surabaya. Toh penjara tak membuatnya kapok menulis kritis. Dia menggunakan nama samaran untuk menyembunyikan identitasnya. Tak tanggung-tanggung, setidaknya ada 12 nama samaran yang teridentifikasi miliknya. Dari belasan yang paling dikenal karena sering digunakan adalah Tjamboek Berdoeri. Nama itu diambil dari nama senjata yang digunakan untuk menghukum orang-orang yang nakal.
“Cambuk yang ada durinya. Dan Kwee ‘mencambuk’ orang-orang jahat dengan tulisannya,” kata Arief menggambarkan nama samaran Kwee yang digunakan untuk menulis tulisan yang kritis.
Ketika dia menulis persoalan perempuan, Kwee menggunakan nama Hoe Tjin Tjamboek Berdoeri yang diambil dari nama istrinya. Seperti kritiknya kepada perempuan-perempuan Tionghoa yang berdansa dengan model rambut ala Barat pada 1925.
“Padahal pada tahun itu, Kwee belum menikah,” kata Arief.
Lucunya pula pada tulisan lain, Tjamboek Berdoeri menuliskan yang bunyinya kurang lebih menurut Arief begini. “Aduh Hoe Tjin, sudah 25 tahun kita menikah, sudah banyak saya ajarin, tapi kok kamu masih seperti itu.”
Kwee juga pernah menggunakan nama samaran yang diambil dari nama sabun. Bermula dari perusahaan sabun bermerek Alutoi yang diproduksi di Surabaya pasang iklan di Koran Sin Tit Po. Sabun itu berkhasiat menghilangkan kudis, kadas, dan beragam penyakit kulit lain.
“Dan dia pakai nama itu. Kesan saya, dia coba-coba juga pakai nama itu,” kata Arief.
Nama lain pun beragam, termasuk yang berbau horor, seperti Tangan Majit. Juga pakai nama tokoh pewayangan seperti Togog dan Gareng.
Baca Juga: Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-Warni