Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-Warni

Kilas balik perupa Klowor Waldiyono dari 1985-2019

Yogyakarta, IDN Times – Perupa Klowor Waldiyono kembali menggelar pameran tunggal. Sejak malang melintang di dunia seni lukis sejak 1985-2019, terhitung sudah lima kali berpameran solo. Pertama pada 1995 bertajuk Hitam Putih, Siklus dan Sirkus Klowor pada 2011, Colour (s) of Klowor pada 2013, Terrestrial Paradise pada 2016. Dan kelima ini bertajuk Hidup Berkesenian” yang berlangsung sejak 16 Desember 2019-5 Januari 2020 di Jogja Galery, Alun-alun Utara Yogyakarta.

“Pameran ini menjadi edukasi, retrospektif untuk mengoreksi diri sendiri,” kata Klowor saat acara artist talk di lokasi pameran, Senin (22/12) siang lalu bersama perupa gaek Kartika Affandi dan penulis Raihul Fadjri.

Lantaran dalam pameran kali ini, Klowor mengusung sejumlah karya yang mewakili perjalanan kariernya selama belajar melukis hingga disebut pelukis sedari 1985 hingga 2019. Angka 1985 adalah waktu ketika Klowor secara formal mulai sinau melukis di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR). Tercatat ada 140 lukisan, 50 sketsa, arsip berita tentang pameran-pameran lampaunya, juga video proses berkesenian yang dikurasi oleh dirinya bersama perupa Bayu Wardhana.

Baca Juga: Kisah di Balik Badai Literasi, Seni Instalasi Karya Onno di UGM

1. Dulu hitam putih

Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-WarniDua lukisan hitam putih tentang kucing karya Klowor di Jogja Galery, Yogyakarta, 22 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana.

Raihul Fadjri kaget. Memasuki ruang pamer Bentara Budaya Yogyakarta penuh dengan lukisan kucing dengan warna monokrom. Ketika itu, perupa Klowor Waldiyono tengah menggelar pameran tunggal lukisannya yang pertama pada 1995.

“Hitam semua. Monokrom. Dan kucing kabeh. Edan to?” ujar Fadjri saat mengisahkan awal mula mengenal Klowor. Ketika itu, Fadjri masih aktif sebagai wartawan.

Bagi Fadjri, itu pilihan yang tidak biasa untuk seorang pelukis yang biasa berkenalan dengan berbagai macam warna. Dengan warna yang sama dan subject matter yang sama.

Karya hitam putih itu bisa dilihat pada dua gambar kucing di lantai atas. Klowor memberi judul Birahi Kucing Belang (1995) dan Berkelana dengan Kucing (1994). Fadjri melihat garis-garis yang dibangun Klowor jelas dan kuat. Seolah ada gerak kinetik dalam karya-karya Klowor.

2. Kini warna warni

Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-WarniLukisan tentang gunung berapi karya Klowor Waldiyono di Jogja Galery, Yogyakarta, 22 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Dan 10 tahun kemudian, Fadjri melihat perubahan pada karya Klowor ketika diundang ke rumahnya pada 2015. Tak lagi hitam putih, melainkan ada merah, kuning, hijau. Tak lagi sekedar kucing, tetapi ada gunung, bunga, burung. Sudah menjadi lebih berwarna dan dinamis. Meski sosok kucing itu masih ada.

“Dan yang tak berubah, garis-garisnya masih kuat,” kata Fadjri.

Hal sama dirasakan perupa Alex Lutfi yang melihat warna cerah ceria pada karya-karya Klowor. Itu pun setelah sekian lama tak bertemu.

“Basic melukis tetap pada garis. Kekuatan baru pada warna,” kata Alex.

Seperti tiga lukisan gunung berapi yang tengah erupsi yang dipajang berjejer. Dua lukisan menampakkan gunung hitam yang menggelegak dan memuncratkan lava pijar yang meleleh turun menjadi lahar. Lukisan ketiga menampilkan kondisi badan gunung yang sudah memerah kepanasan karena dibanjiri lahar.

3. Tetap bersama kucing

Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-WarniLukisan personifikasi kucing karya Klowor Waldiyono di Jogja Galery, Yogyakarta, 22 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Tokoh kucing muncul ketika Klowor masih kuliah di ISI. Seperti biasa, dosen menugaskan mahasiswanya membuat sketsa. Setiap mahasiswa mesti mempunyai kekhasan atas lukisan yang dibuatnya. Dipilihlah kucing. Secara historis, Klowor juga punya kenangan sedih nan dalam soal kucing. Piaraan itu mati diracun orang.

Alasan lain yang lebih kuat, bagi Klowor, kucing mempunyai karakter mirip manusia. Manja, birahi, berganti pasangan, tak setia, pengelana, cari perhatian. Dan Klowor menghidupkan kucing sebagaimana manusia.

“Kucing yang dipersonifikasi,” kata Fadjri.

Dan dalam beberapa karya kucing, Klowor mengelompokkannya dalam seri-seri kucing. Namun bagi perupa Alex Lutfi, penggunaan kucing sebagai subject matter sejak awal berkarya hingga kini karena Klowor terjebak dengan tugas-tugas kampus. Bahkan ia juga dikenal dengan sebutan Klowor Kucing.

“Kucing itu jebakan. Kalau kuliah di ISI kan dituntut punya gaya sendiri. Dan dia tak bosan melukis kepribadian kucing terus-menerus,” komentar Alex.

4. Melukis tanpa membebani

Klowor, Sang Pelukis Kucing Hitam Putih hingga Warna-WarniPerangkat melukis Klowor Waldiyono di Jogja Galery, Yogyakarta, 22 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Melukis ya melukis saja. Tanpa ada pretensi. Tanpa ada pesan berat yang muluk-muluk ingin disampaikan Klowor kepada publik. Sebagaimana lukisan bocah-bocah.

“Dengan lukisannya, ia ingin menghibur. Tak ada muatan politisnya,” kata Fadjri.

Kartika Affandi menduga, karakter lukisan Klowor dipengaruhi pekerjaan bapaknya sebagai pemain akrobat. Sekitar 30 menit perjumpaan Kartika dengan Klowor di ruang pamer, Klowor berkisah soal bapaknya. Tentang bagaimana seorang ayah mengenalkan keahliannya tidak hanya untuk keluarga, tapi juga publik.

Dan kejujuran Klowor sedari kecil melihat apa yang dilakukan bapaknya dituangkan dalam kanvas hingga sekarang.

“Mami (Kartika) memandang Klowor, (ia) selalu menyenangkan orang lain,” kata Kartika.

Baca Juga: Mengintip Kreasi Lulusan Arsitektur yang Gak Sebatas Jadi Arsitek

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya