Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Mindset Efektif Hadapi Empty Nest Syndrome, Atasi Rasa Kesepian

ilustrasi pasangan lansia (pexels.com/mart-production)
Intinya sih...
  • Orangtua perlu memahami tahap ke-6 dari teori family life cycle yang mengungkapkan anak mulai dewasa dan meninggalkan rumah
  • Peran orangtua berubah menjadi teman dan pendukung yang bisa diandalkan bagi anak, dengan cara ngobrol dan menentukan frekuensi pertemuan
  • Mencari hobi atau kegiatan positif dapat menjadi pengalihan dari rasa kesepian karena anak sudah tidak tinggal di rumah

Teori family life cycle yang dikemukakan Duvall pada 1950-an mengungkapkan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan keluarga, mulai dari keluarga baru tanpa anak hingga keluarga lanjut usia. Nah, pada teori ini terdapat tahap ke-6 di mana anak dalam sebuah keluarga sudah mulai dewasa dan meninggalkan rumah. Anak biasanya merantau atau tinggal terpisah dengan orang tua untuk keperluan berkuliah, bekerja, atau menikah.

Pada tahap ini, ada kemungkinan orangtua mengalami sindrom sarang kosong atau empty nest. Nama sindrom tersebut diibaratkan induk burung yang selama ini merawat anak burung, namun ketika ia sudah bisa terbang, ia meninggalkan sarangnya. Rasa kesepian dan complicated yang menjadi momok bagi orangtua yang ditinggalkan bisa diatasi dengan empat cara ini, simak yuk!

1. Ingat bahwa kamu tetap orangtua, cuma perannya aja yang berubah

Ibu sedang mengobrol dengan anaknya. (pexels.com/olly)

Ketika anak-anak mulai hidup mandiri, wajar kok kalau kamu merasa peran sebagai orangtua sudah berakhir. Tapi sebenarnya kamu masih tetap menjadi orangtua mereka kok, yang beda adalah tugas dan tanggung jawabnya saja. Dari yang dulu sibuk mengurus segala kebutuhan mereka, sekarang kamu jadi tempat mereka mencari nasihat dan dukungan dari jauh.

Dengan adanya perubahan ini, justru kamu bisa memosisikan diri sebagai teman dan pendukung yang bisa diandalkan bagi anak. Meskipun anak-anak sudah dewasa, tetapi mereka bisa merasa peran orangtua tetap hadir bagi mereka. Jadi, nikmati fase baru ini dan bangun hubungan yang lebih dewasa dan penuh kepercayaan yuk!

2. Ngobrol dengan keluarga tentang apa yang dirasakan

Seorang istri mengobrol dengan suami. (pexels.com/gustavo-fring)

Jangan biasakan menyimpan sendiri perasaanmu, coba ngobrol dengan anggota keluarga lain seperti pasangan, anak, atau keluarga terdekat supaya mereka paham apa yang kamu rasakan. Bisa jadi, mereka belum paham betul betapa beratnya fase transisi ini bagimu, so ngobrol soal perasaanmu bikin mereka lebih empati dan support kamu.

Dengan ngobrol, kamu dan keluarga juga bisa menentukan gimana cara adaptasi bersama-sama untuk perubahan ini. Manfaat lainnya, kalian jadi lebih kompak dan resisten dalam menghadapi berbagai dinamika keluarga. Semua orang bakal merasa saling didengar dan didukung, hore!

3. Tetapkan ekspektasi seberapa sering bisa bertemu dengan anak

Seorang ibu dan anak di taman. (pexels.com/olly)

Ketika anak sudah gak tinggal di rumah, penting banget untuk ngobrol soal kapan dan berapa kali bisa bertemu atau pulang ke rumah. Dengan tau jadwal dan kesibukan masing-masing, kalian bisa menyepakati frekuensi pertemuan dan kapan kira-kira bisa berkumpul lagi, entah itu secara langsung atau lewat video call.

Ekspektasi yang jelas dapat menghindarkan kamu dari perasaan merasa ditinggalkan atau merasa terlalu menuntut pada anak. Menjaga hubungan itu penting, tapi ingatlah bahwa sekarang anak juga sudah punya kehidupannya sendiri. Jadi, ekspektasi tentang kapan dan seberapa sering bisa bertemu dengan anak harus didiskusikan bersama.

4. Cari hobi dan distraksi yang positif

Dua lansia pergi ke pantai. (pexels.com/pixabay)

Mencari hobi atau kegiatan yang positif bisa menjadi pengalihan dari rasa kesepian karena anak sudah tidak tinggal di rumah. Berkebun, berolahraga, traveling, merawat hewan peliharaan, aktif di kegiatan masjid atau gereja, adalah beberapa contoh aktivitas dan distraksi positif untuk mengisi waktu luangmu. 

Ketika kamu terlibat dalam hal yang kamu sukai, suasana hati akan jadi lebih baik dan lebih bersemangat. Plus, dengan menambah aktivitas dan berinteraksi dengan orang-orang baru, kamu bisa mencegah penyakit-penyakit di usia lanjut seperti kepikunan, demensia, maupun alzheimer. 

Menghadapi empty nest syndrome memang menjadi tantangan emosional bagi para orang tua. Eits, tapi tenang saja, dengan langkah-langkah yang tepat kamu bisa melewatinya dengan hati yang tenang dan positif. Rumah mungkin memang kosong, tapi hati tetap bisa penuh dengan hal-hal yang membahagiakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us