Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakarta

Ada 10 bregada Kraton yang eksis hingga kini

Di waktu-waktu tertentu, khususnya saat acara Garebeg, prajurit Kraton akan berjalan keluar diiringi musik Jawa atau gendhing. Masing-masing pasukan itu memiliki nama, senjata, pakaian, dan panji-panji yang berbeda.

Menurut catatan sejarah, prajurit Kraton dahulu bertugas tak hanya mengawal gunungan saat Garebeg tapi juga menjaga eksistensi kerajaan. Kehebatan pasukan ini sempat membuat tentara Inggris kerepotan saat menyerang Keraton pada tahun 1812 semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II.

1. Ada 10 pasukan Kraton

Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakartainstagram.com/kratonjogja/

Menurut Wardani Nur Alifah, dkk dalam jurnal “Korps Musik Prajurit Keraton Yogyakarta”, ada 10 kesatuan prajurit atau bregada yang dimiliki Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kesepuluh bregada tersebut antara lain Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Surakarsa, dan Bugis.

2. Dipimpin oleh "Kumendam" atau "Kommandhan"

Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakartainstagram.com/kratonjogja/

Kraton Yogyakarta dalam laman resminya menjelaskan bahwa 10 bregada di atas memiliki pimpinan tertinggi yang disebut Manggalayudha (Kommandhan atau Kumendham). Saat bertugas, Kommandhan dibantu oleh seorang Pandhega yang bertugas menyiapkan pasukan. Pandhega lantas didampingi oleh Panji yang berwenang memerintah seluruh prajurit dalam bregada.

Di dalam pasukan sendiri juga ada perwira berpangkat Kapten yang bertugas memimpin setiap bregada. Tapi hal ini tak berlaku untuk pasukan Bugis dan Surakarsa karena kedua bregada tersebut dipimpin oleh seorang Wedana.

Baca Juga: Asal-Usul Nama Yogyakarta Menurut Pakar Sejarah dan Bahasa

3. Arti nama, panji-panji, dan senjata "bregada"

Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakartainstagram.com/kratonjogja/

Meski sebutan pemimpin serupa buat pasukan, antara satu bregada dengan yang lain memiliki nama, panji-panji, dan senjata yang berbeda. Wirabraja, misalnya, memiliki arti berani (wira) dan tajam (braja). Panji-panji Wirabraja adalah Gula-klapa sedangkan senjata yang dipakai adalah senapan dan tombak (waos).

Sementara itu, nama bregada Dhaeng berasal dari sebutan gelar bangsawan di Makasar. Mulanya, asal prajurit Dhaeng memang dari wilayah timur Indonesia tersebut. Panji-panji pasukan ini adalah Behningsari dan senjata yang digunakan serupa dengan Wirabraja.

Ada pula pasukan Nyutra yang namanya berasal dari kata dasar sutra (berarti unggul atau kain sutra halus) serta mendapat awalan “n”. Bregada ini merupakan pengawal pribadi Sultan. Panji-panji Nyutra adalah Podhang Ngingsep Sari (pasukan merah) dan Padma-Sri-Kresna (pasukan hitam). Bregada ini bersenjatakan tombak, tameng, panah, senapan, dan towok.

4. Pernah menjadi pasukan tentara yang kuat

Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakartainstagram.com/kratonjogja/

Wardani Nur Alifah mengatakan bahwa prajurit Kraton dahulu bertugas menjaga eksistensi kerajaan. Keberadaannya bisa dilacak jauh sebelum Perjanjian Giyanti ada. Pada periode awal Kerajaan Mataram Islam, tepatnya pada masa pemerintahan Panembahan Senopati (1585-1601 M) sampai Sultan Agung (1613-1645 M), Kesultanan Mataram dikenal sebagai kerajaan yang mempunyai kesatuan prajurit yang kuat dan tangguh.

Kehebatan bregada ini berlanjut hingga masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan penerusnya, Sri Sultan Hamengku Buwono II. Serbuan tentara Inggris, misalnya, ke Kraton pada tanggal 20 Juni 1812 mendapat perlawanan dari kesatuan prajurit Wirabraja, Jakarya, Bugis, dan Ketanggung. Mereka pun dibuat repot meski pasukannya menang dalam hal peralatan militer juga jumlah tentara.

5. Demiliterisasi oleh Inggris

Mengenal Bregada, Pasukan Prajurit Kraton Yogyakartainstagram.com/kratonjogja/

Bregada Keraton, menurut Wardani Nur Alifah, tak lagi mempunyai taring ketika Sri Sultan Hamengku Buwono II diasingkan ke Penang, Malaysia setelah Inggris berhasil berkuasa. Inggris lalu mengangkat Sri Sultan Hamengku Buwono III secara sepihak dan melakukan demiliterisasi terhadap pasukan prajurit Kraton.

Bregada yang tadinya bertempur di lapangan lambat laun hanya memiliki tugas tak lebih dari sekedar pengawal Sultan dan penjaga Keraton. Kini, meski tak lagi angkat senjata, kita masih bisa melihat bregada Kraton saat Garebeg yang diadakan tiga kali setiap tahun.

Baca Juga: Mengenal Tingkeban, Upacara Selamatan yang Dilakukan GKR Hayu

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya