Sejarah Lapas Wirogunan di Tamansiswa, Berdiri Sejak Zaman Kolonial

Gedung Lapas Wirogunan sudah dibangun sejak 1917

Buat kamu yang sering melintas di Jalan Tamansiswa, pasti tak asing lagi dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogunan. Lapas Wirogunan awalnya terdiri dari kantor petugas, enam blok sel untuk tahanan laki-laki dan satu blok sel untuk perempuan. Namun sejak adanya Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB di Yogyakarta pada tahun 2016, Lapas Wirogunan kini hanya berisi narapidana laki-laki.

Baru-baru ini, teras Lapas Wirogunan dipercantik sekaligus ditambah bangku-bangku yang saat sore hari, dijadikan tempat kongkow anak muda. Eits, tapi tahukah kamu kalau Lapas Wirogunan sudah ada sejak tahun 1917 yang merupakan zaman kolonial? Yuk, simak ulasan sejarahnya berikut ini!

1. Sejarah hukuman di masa Hindia Belanda

Sejarah Lapas Wirogunan di Tamansiswa, Berdiri Sejak Zaman KolonialCultuurstelsel atau Tanam Paksa (lmsspada.kemdikbud.go.id)

Tahukah kamu kalau pada zaman kolonial, hukuman bagi orang yang bersalah masih menyesuaikan peraturan dari adat setempat? Ya, kemudian baru sejak tahun 1872 muncul peraturan baru yang berlaku di Hindia Belanda yang mengacu pada Wetboek van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk orang-orang pribumi di Hindia Belanda.

Pada saat itu belum ada hukuman penjara untuk orang Indonesia, melainkan hukuman kerja, hukuman denda, dan hukuman mati. Mengutip laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Direktorat Jenderal Kebudayaan bahwa mereka yang terhukum akan ditampung di Gestraften Kuartier yang paginya akan dibawa menuju tempat-tempat di mana mereka harus bekerja.

Keadaan dalam Gestraften Kuartier sangat mengenaskan. Mereka yang dihukum tidak hanya harus bekerja sangat keras, tapi juga kekurangan makanan. Alhasil, banyak yang akhirnya melarikan diri karena tak kuat tinggal di dalamnya.

2. Lapas Wirogunan sebagai Centraale Gevangenisse

Sejarah Lapas Wirogunan di Tamansiswa, Berdiri Sejak Zaman KolonialIlustrasi Lapas Wirogunan (lapasjogja.kemenkumham.go.id)

Baru tahun 1905 ketika adanya kebijakan baru, tahanan dipekerjakan di dalam lingkungan tembok penampungan agar tak banyak yang melarikan diri. Dan untuk keperluan kebijakan tersebut, Gestraften Kuartier atau penampungan-penampungan yang telah lebih dulu ada diubah menjadi Centraale Gevangenisse atau yang berarti rumah penjara pusat.

Lokasi rumah penjara pusat ini berlokasi di Surabaya, Batavia, Surakarta, Padang, Makassar, dan Yogyakarta. Menurut laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Lapas Wirogunan Yogyakarta adalah salah satu penjara pusat yang dibangun oleh kolonial di sekitar tahun 1917.

Selain jadi tempat penampungan, lapas tersebut juga berfungsi sebagai barak kerja untuk para tahanan. Di bangunan bergaya Indische tersebut, para tahanan dipaksa melakukan berbagai pekerjaan seperti penyamakan kulit, membuat sepatu, dan lain-lain. Kemudian, dibangun juga penampungan wilayah baru seperti di Malang, Pekalongan, Cepiring, dan Madiun.

Baca Juga: Mengenal Panggung Krapyak, Tempat Sri Sultan HB I Berburu Rusa

3. Lapas Wirogunan saat ini

Sejarah Lapas Wirogunan di Tamansiswa, Berdiri Sejak Zaman KolonialIlustrasi Lapas Wirogunan (lapasjogja.kemenkumham.go.id)

Dari laman Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta diketahui bahwa sejak dibangun sampai saat ini, Lapas Wirogunan telah berganti nama sebanyak enam kali, yaitu:

  • Gevangenis En Huis Van Bewaring. (Zaman Kolonial Belanda)
  • Pendjara Djokjakarta
  • Kependjaraan Daerah Istimewa Djogjakarta
  • Kantor Direktorat Bina Tuna Warga
  • Lembaga Pemasyarakatan Klas I Yogyakarta
  • Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta

Lapas Wirogunan sendiri memiliki luas sekitar 3,8 hektare dan mempunyai kapasitas sebanyak 470 orang. Di dalamnya terdapat beberapa fasilitas penunjang, salah satunya adalah Klinik Pratama Lapas Yogyakarta yang telah memiliki izin penyelenggaraan.

Pun di sana terdiri dari tiga kamar, termasuk kamar untuk kelompok rentan. Ada juga fasilitas lainnya seperti dapur, masjid, gereja, gedung aula, gedung kesenian, dan gedung bimbingan kerja.

Baca Juga: Sejarah Bangunan SMAN 3 Yogyakarta, Saksi Bisu Perjuangan di Kotabaru

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya