TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Poin Penting dalam UU Keistimewaan DIY, Kamu Wajib Tahu!

Poin penting yang membuat DI Yogyakarta jadi istimewa

Ngabekten kepada Raja Keraton Yogyakarta. (Instagram.com/Keraton Yogyakarta)

Yogyakarta, IDN Times - Pada tanggal 15 Agustus 1950, Yogyakarta disahkan menjadi Daerah Istimewa yang setara dengan provinsi melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa. Kemudian di tahun 2012, status tersebut diperkuat dengan disahkannya UU Nomor 13 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tahun 2022 ini, Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY genap berusia satu dasawarsa. Ada banyak hal yang diatur dalam undang-undang tersebut, termasuk 4 poin penting soal Pengisian jabatan Gubernur dan wakil Gubernur, Kebudayaan, Pertanahan, Pendanaan.

Berikut ini isi 4 poin penting dalam Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kamu wajib tahu!

1. Pengisian jabatan Gubernur dan wakil Gubernur

Pelantikan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubowono X. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

DIY tidak seperti wilayah lain di Indonesia yang kepala daerahnya dipilih secara demokratis melalui pemilihan gubernur. UUK DIY Bab VI Pasal 18 ayat 1 huruf c, mengatur jabatan gubernur diisi oleh mereka yang menjabat sebagai Sultan Hamengku Buwono dan wakil gubernur dijabat oleh Adipati Paku Alam.

Untuk menjamin keabsahan hal ini, calon gubernur dan wakilnya harus menunjukkan surat pengukuhan yang menyatakan Sultan Hamengku Buwono bertakhta di Kasultanan dan surat pengukuhan yang menyatakan Adipati Paku Alam bertakhta di Kadipaten. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat 2 huruf b.

Selain itu, mengutip Pasal 18 ayat 1 huruf n, calon gubernur dan wakil gubernur tidak boleh tergabung dengan partai politik mana pun. Dan hal tersebut harus dibuktikan dengan surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik. Sementara untuk syarat dan lainnya dalam Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tak jauh berbeda dengan provinsi lain.

Keistimewaan yang disandang oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bisa dilihat dari Pasal 26 ayat 3, di mana Sultan Hamengku Buwono bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan dua kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam UU tentang pemerintahan daerah.

Artinya, selama masih menjabat sebagai Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam, dua tokoh tersebut akan terus menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Baca Juga: Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi Khusus

2. Kebudayaan

Ilustrasi tradisi Ngebluk atau membuat adonan apem yang dilakukan oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta. (Dok. Keraton Yogyakarta)

Dalam Pasal 7 ayat (2) UUK DIY, dikatakan bahwa DIY sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalam urusan Keistimewaan yang meliputi tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.

Pengertian kewenangan yang dimaksud tertuang dalam Pasal 31 ayat (1) yang isinya, kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.

Untuk mendukung implementasi UUK DIY, Pemda DIY juga membentuk lembaga Paniradya Kaistimewan berdasarkan Perdais Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY. 

Kegiatan kebudayaan yang pernah diinisiasi oleh Kundha Kabudayan (Dinas Kebudayaan) Pemda DIY dengan memanfaatkan dana keistimewaan pun sangat beragam. Mulai dari Festival Kesenian Yogyakarta, perbaikan bangunan cagar budaya, dan yang terbaru pembangunan ampli-teater Goa Kiskendo di Kulon Progo. 

3. Pertanahan

Bandara Yogyakarta International Airport, Kulon Progo (instagram.com/phijenk)

Poin terpenting dari UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta berikutnya adalah soal pertanahan yang tertuang dalam pasal 32 sampai pasal 33. Pada pasal 32 ayat (1) dan ayat (4) disebutkan bahwa Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan sebagai badan hukum dengan hak milik atas tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.

Tanah keprabon sendiri maksudnya adalah tanah yang digunakan untuk bangunan keraton dan pura untuk upacara adat, beserta kelengkapannya. Sementara tanah bukan keprabon yaitu tanah kasultanan dan kadipaten yang belum terikat atas hak.

Tanah tersebut bisa digunakan masyarakat atau lembaga melalui hak yang diberikan oleh kasultanan dan kadipaten dalam bentuk kekancing. Tanah bukan keprabon bisa dilepaskan demi kepentingan umum seperti jalan raya, rumah sakit, kantor pemerintahan, sampai sarana pendidikan.

Walau begitu, pertukaran ini harus sesuai dengan ketentuannya yaitu, pelepasan tanah harus diiringi dengan mencari tanah pengganti yang senilai.

Sebagai badan hukum, Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut. Walau begitu, tujuan pemanfaatan dan pengelolaan tanah ini harus sesuai dengan pasal 32 ayat 5 yaitu untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

Ada pun jika ada pihak lain yang ingin memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten, harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten, seperti yang diatur dalam pasal 33 ayat 4.

Baca Juga: Asal-Usul Nama Yogyakarta Menurut Pakar Sejarah dan Bahasa

Berita Terkini Lainnya