Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi Khusus

Satu-satunya kerajaan yang terintegrasi dalam Republik

Yogyakarta, IDN Times - Tidak seperti provinsi lainnya, Yogyakarta memiliki otonomi khusus dan memiliki gelar daerah istimewa. Terdiri dari 5 kabupaten/kota, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikepalai oleh Sultan dan Adipati, sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

Lantas, apa yang menjadikan Yogyakarta sebagai daerah istimewa? Keistimewaan seperti apa yang membedakan DIY dengan provinsi lainnya di Indonesia? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Asal-Usul Nama Yogyakarta Menurut Pakar Sejarah dan Bahasa

1. Asal usul nama Yogyakarta

Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi KhususPermaisuri dan putri keraton turut membuat apem bersama abdi dalem dalam tradisi Ngapem. dok. Keraton Yogyakarta

Merujuk pada situs resmi Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Yogyakarta, nama Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II, yang merupakan Raja Mataram tahun 1719-1727 sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati.

Arti dari Yogyakarta sendiri yakni Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. 

Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).

2. Bermula dari Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman

Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi Khususinstagram.com/kratonjogja/

Jika ditelusuri, status keistimewaan DIY sendiri merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Cikal bakal provinsi DIY bermula dari Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Pada masa penjajahan Jepang, hal ini disebut dengan Koti/Kooti.

Merujuk pada situs Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di awal kemerdekaan Indonesia, terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 yang membahas kedudukan Koti. Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari Yogyakarta Koti, meminta pada pemerintah pusat supaya Koti dijadikan 100 persen otonom.

Kemudian kedudukan Koti ditetapkan status quo sampai dengan terbentuknya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Di hari yang sama, Presiden Pertama RI, Sukarno, mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi kedua penguasa takhta Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September 1945 setelah sikap resmi dari para penguasa monarki dikeluarkan.

Lalu, pada tanggal 1 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta dibentuk dengan merombak keanggotaan Yogyakarta Koti Hokokai. Pada 5 September 1945, Sultan HB IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Sri Paduka PA VIII pada hari yang sama juga mengeluarkan dekrit serupa.

Baca Juga: Mengenal Nama Kecil Para Sultan Keraton Yogyakarta

3. Pembagian daerah administratif di awal kemerdekaan RI

Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi KhususIlustrasi Tugu Pal Putih Yogyakarta (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Pada awal kemerdekaan RI, wilayah Kasultanan Yogyakarta meliputi Kabupaten Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, serta Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan wilayah kekuasaan Kadipten Paku Alaman meliputi Kabupaten Kota Paku Alaman dan Kabupaten Adikarto. Kabupaten ini tidak memiliki otonomi, melainkan hanya wilayah administratif yang dikepalai oleh bupati.

Untuk para bupati yang mengepalai masing-masing kabupaten ini disebut dengan Bupati Pamong Praja. Bukan hanya itu, para bupati ini juga mengepalai birokrasi kerajaan yang disebut dengan Abdi Dalem Keprajan. Birokrasi kerajaan inilah yang akan menjadi tulang punggung utama Kabupaten dan Kota di DIY sampai tahun 1950.

4. Undang-undang mengenai pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta

Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi KhususPameran Foto Keraton di Bentara Budaya Yogyakarta, 6 Februari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Jika merujuk pada Undang-undang nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, isinya masih cukup singkat. Hanya terdapat 7 pasal dan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi. Undang-undang tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan, serta aturan-aturan yang sifatnya adalah peralihan.

Kemudian, untuk menambahkan kewenangan dari DIY, pemerintah menerbitkan UU Nomor 19 Tahun 1950, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 3 Tahun 1950 yang berisi penambahan kewenangan bagi DIY. Di dalam UU 19 Tahun 1950, status keistimewaan Yogyakarta tidak diatur lagi dalam UU pembentukan karena telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1948. 

Perubahan yang cukup penting pasca UU Nomor 3 Tahun 1950 adalah perubahan wilayah. Wilayah birokrasi eksekutif yang menjadi DIY adalah wilayah Negara Gung yang dibagi 3 kabupaten yakni Kota, Kulon Progo dan Kori, kemudian menjadi 4 kabupaten 1 kota seperti yang sekarang.

5. Subtansi keistimewaan DIY

Ini Alasan Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa, Punya Otonomi KhususGelaran Hajad Dalem Garebeg Besar Keraton Yogyakarta, Jumat (31/7/2020). IDN Times/Tunggul Damarjati

Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya kemudian diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1957, mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUDS 1950, di mana pengaturan Daerah Istimewa terdapat baik dalam diktum maupun penjelasannya.

Adapun substansi istimewa dari DIY meliputi tiga hal, yakni istimewa dalam hal sejarah pembentukan pemerintahan, bentuk pemerintahan serta kepala pemerintahan. Dalam hal sejarah pembentukan pemerintahan, diatur dalam UUD 1945 pasal 18, di mana hal ini berkenaan dengan asal-usul suatu daerah dalam teritori Negara Indonesia serta bukti-bukti autentik/fakta sejarah dalam proses perjuangan kemerdekaan.

Dalam hal istimewa Bentuk Pemerintah, lantaran berawal dari penggabungan dua wilayah, yakni Kasultanan dan Pakualaman menjadi satu daerah setingkat provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disebutkan dalam Amanat 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 dan UU Nomor 3 Tahun 1950.

Sedangkan dalam hal istimewa Kepala Pemerintahan, lantaran dijabat oleh Sultan dan Adipati yang bertahta. Hal ini sesuai dengan amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 yang menyatakan Sultan dan Adipati yang bertahta tetap dalam kedudukannya dengan ditulis secara lengkap nama, gelar, kedudukan seorang Sultan dan Adipati yang bertahta sesuai dengan angka urutan bertahtanya.

Baca Juga: 6 Sejarah Tugu Jogja, dari Bentuk yang Berbeda hingga Makna Ornamen  

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya