TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Peribahasa Jawa Menggunakan Nama Tumbuhan, Unik Banget!

Peribahasa yang unik dan penuh makna

ilustrasi orang Jawa (pixabay.com/masbebet)

Dalam bahasa Jawa, ada beberapa peribahasa yang menggunakan nama tumbuhan sebagai perumpamaannya. Tentunya selain unik, makna yang dikandung juga sangat dalam.

Berikut 8 peribahasa Jawa yang menggunakan nama tumbuhan dalam kalimatnya. Apa, ya, artinya?

1. Arep jamure emoh watange

ilustrasi memetik jamur (pixabay.com/ivabalk)

Peribahasa ini memiliki makna hanya menginginkan enaknya saja, tanpa mau merasakan sulitnya. Peribahasa dengan perumpamaan jamur ini jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti mau jamurnya, tidak mau batangnya.

Tak jarang, masih banyak orang yang ingin berhasil dengan cara yang instan. Seseorang yang tidak mau berusaha namun ingin menikmati hasilnya dapat digambarkan dengan peribahasa ini.

2. Bung pring petung

ilustrasi pohon bambu (pixabay.com/Pexels)

Peribahasa ini memiliki makna anak yang cepat tumbuh besar. Bung adalah bambu muda, sedangkan pring adalah bambu tua.

Peribahasa "bung pring petung" menggambarkan seorang anak yang cepat besar secepat bertumbuhnya bambu muda menjadi bambu tua.

Baca Juga: 10 Meme Lucu Perdebatan Arti 'Gedang' dalam Bahasa Jawa dan Sunda

3. Esuk dhele sore tempe

ilustrasi biji kedelai (pixabay.com/pnmralex)

Peribahasa ini memiliki makna orang yang tidak memiliki pendirian. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya 'pagi kedelai, sore tempe'.

Perubahan yang mendadak dari kedelai menjadi tempe hanya dalam sehari mengibaratkan bahwa seseorang tidak memiliki pendirian yang tetap atau plin-plan. Pendirian ini juga termasuk ke dalam pendapat yang berubah-ubah, janji yang diingkari, dan keputusan yang berbeda-beda dalam satu waktu.

4. Gupak pulute ora mangan nangkane

ilustrasi buah nangka (pixabay.com/lilimey)

Peribahasa ini memiliki makna sudah ikut berusaha dengan susah payah, namun tidak menikmati hasil jerih payahnya. Berkaitan dengan buah nangka, peribahasa "gupak pulute ora mangan nangkane" artinya terkena getah tapi tidak makan nangkanya.

Berbanding terbalik dengan peribahasa "arep jamure emoh watange", peribahasa ini dimaknai sebagai seseorang yang telah bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang terbaik, namun justru tidak ikut menikmati hasilnya.

5. Jati ketlusupan ruyung

ilustrasi pohon jati (pixabay.com/pisauikan)

Peribahasa ini memiliki makna kumpulan orang baik yang dimasuki oleh orang jahat atau perilaku jahat. Jati ketlusupan ruyung berarti kayu jati yang tertusuk serat kayu pohon kelapa.

Kayu jati yang keras menjadi simbol orang baik, sedangkan batang kelapa yang berserat tajam menjadi simbol orang jahat atau perilaku jahat yang masuk ke kehidupan orang baik tersebut.

6. Kacang ora ninggal lanjaran

ilustrasi kacang panjang (pixabay.com/Nandalal_Sarkar)

Peribahasa ini memiliki makna kebiasaan atau sifat anak menurun dari orang tuanya. Bisa juga diartikan bahwa perilaku orang tua biasanya ditiru oleh anaknya.

Itu adalah penggambaran dari kacang panjang yang tidak akan bisa tumbuh tanpa turus rambatnya. Peribahasa ini sama artinya dengan peribahasa Indonesia "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya".

7. Lanang kemangi

ilustrasi kemangi (pixabay.com/tookapic)

Peribahasa ini memiliki makna laki-laki yang penakut. Tumbuhan kemangi yang hanya cocok untuk lalapan dan mudah layu digambarkan sebagai sosok laki-laki yang mempunyai sifat lemah dan penakut.

Baca Juga: Fakta-fakta Boso Walikan yang Jadi Bahasa Gaulnya Jogja

Verified Writer

Nimatus Suriah

Pemula

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya