Fakta-fakta Boso Walikan yang Jadi Bahasa Gaulnya Jogja

Boso walikan ini pernah populer di tahun 80-an

Pernah mendengar kata "dagadu" dan "dab"? Ini merupakan salah satu kosakata dari bahasa gaul Jogja yang dikenal sebagai boso walikan (bahasa kebalikan). 

Seperti apakah boso walikan ini dan bagaimana menggunakannya? Simak fakta-faktanya berikut ini!

Baca Juga: 5 Universitas di Yogyakarta Ini Punya Kelas Internasional

1. Sejarah boso walikan

Fakta-fakta Boso Walikan yang Jadi Bahasa Gaulnya JogjaIlustrasi Tugu Pal Putih Yogyakarta (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Boso walikan terbentuk dari aksara Jawa yang susunannya dibalik. Bahasa gaul ini mengalami masa kejayaan di tahun 1980-an hingga 1990-an.

Menurut Paniradya Kaistimewan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), lembaga yang mengurusi program keistimewaan DIY, boso walikan konon sudah ada sejak masa penjajahan. Bahasa ini dipakai para pejuang sebagai bahasa terenkripsi untuk mengecoh mata-mata Belanda.

Sumber lain menyebutkan bahwa bahasa gaul ini juga pernah digunakan oleh para preman agar gerak-geriknya tidak diketahui oleh otoritas Orde Baru. Lama-lama boso walikan malah menjadi bahasa gaul anak muda Jogja.

2. Rumus boso walikan Jogja

Fakta-fakta Boso Walikan yang Jadi Bahasa Gaulnya JogjaRumus boso walikan Jogja (instagram.com/paniradyakaistimewan)

Jogja dan Malang, Jawa Timur, sama-sama punya boso walikan. Namun, keduanya sama sekali berbeda. Di Malang, kosakata boso walikan dibentuk dengan membalik susunan kata yang bersangkutan, misalnya, arek jadi kera, malang jadi ngalam, makan jadi nakam, dan seterusnya.

Berbeda dengan walikan Malang yang murni membalik cara membacanya, boso walikan Jogja ada rumus dan pakemnya. Bahasa ini memanfaatkan urutan aksara Jawa, bukan alfabet romawi. 

Buat yang belum tahu, aksara Jawa terdiri dari 20 aksara, disusun dalam empat baris, masing-masing terdiri dari lima aksara. 

Ha Na Ca Ra Ka

Da Ta Sa Wa La

Pa Dha Ja Ya Nya

Ma Ga Ba Tha Nga

Untuk menggunakan boso walikan, ganti aksara di baris pertama menjadi aksara di baris ketiga, dan aksara di baris kedua menjadi aksara di baris keempat, dan sebaliknya. 

Misalnya, matamu menjadi dagadu. Caranya, "ma" di baris keempat diganti dengan "da" di baris kedua, "ta" di baris kedua diganti dengan "ga" di baris keempat, kemudian "mu" diganti dengan "du", dengan cara yang sama. Perhatikan bahwa vokalnya mengikuti kata aslinya. Jadilah "matamu" punya bahasa gaul "dagadu".

Yang unik tidak semua kata dibalik. Aplikasinya dalam kalimat juga tidak diubah dalam satu kalimat penuh. Hanya sepotong-sepotong dan hanya kata-kata tertentu yang dibalik. Pembalikannya juga tidak terlalu kaku. Bila hasilnya sulit diucapkan biasanya akan dimodifikasi. Kembali ke konsep bahasa untuk berkomunikasi, jadi yang penting kedua pihak memahami. 

3. Iwan Fals pernah memakai nama samaran dari boso walikan

Fakta-fakta Boso Walikan yang Jadi Bahasa Gaulnya Jogjainstagram.com/iwanfals

Yang unik, Iwan Fals sebagai pencipta lagu 'Pak Tua' menggunakan nama samaran dari boso walikan. Ia menyebut 'Pithad Haeng' sebagai pencipta dari lagu yang dipopulerkan oleh milik grup musik 'Elpamas'.

Selain itu, Anies Baswedan yang dulu besar di Kota Pelajar pada tahun 1980-an, juga menggunakan boso walikan saat mengirimkan karangan bunga untuk Kagama, yang bertuliskan “Poya Mothig Poya Hoho”. Ada yang bisa menebak artinya apa? 

Kini, tak banyak kosakata boso walikan yang masih digunakan oleh anak muda Jogja. Yang masih sering didengar mungkin "dab" dari kata "mas", "hire" dari kata "piye", "dalat" dari kata "mangan" (makan), atau "lotse" dari kata "ngombe" (minum). Jadi, sudah mencoba membuat boso walikan dari namamu sendiri?

Baca Juga: 9 Sebutan Anak dalam Bahasa Jawa Sesuai Jumlah Saudara, Sudah Tahu?

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya