Pakar UGM: Perlu Kebijakan Fiskal Agresif untuk Atasi Dampak COVID-19

Sebagian besar kegiatan ekonomi terhenti

Sleman, IDN Times - Pandemik COVID-19 turut berpengaruh besar terhadap semua aspek, baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi.

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sekar Utami Setiastuti menyebutkan, ditinjau dari segi ekonomi, hampir sebagian besar kegiatan ekonomi terhenti untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Baca Juga: Pakar UGM: Kebijakan Larang Mudik Itu Bagus, Tapi Konsekuensinya Besar

1. COVID-19 turut berdampak besar terhadap perekonomi Indonesia

Pakar UGM: Perlu Kebijakan Fiskal Agresif untuk Atasi Dampak COVID-19Ilustrasi. Tenaga kerja terdampak wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Menurut Sekar, saat ini COVID-19 telah menyebabkan guncangan ekonomi secara global. Penyebaran virus corona jenis baru ini pun turut memengaruhi perekonomian Indonesia.

"COVID-19 membuat orang untuk tetap di rumah, bekerja dari rumah, mematikan produksi, dan melumpuhkan komponen penting dari rantai pasokan," ungkapnya pada Rabu (22/4).

2. Perlu adanya kebijakan fiskal agresif

Pakar UGM: Perlu Kebijakan Fiskal Agresif untuk Atasi Dampak COVID-19Gambar oleh Csaba Nagy dari Pixabay

Sekar menyebutkan, untuk mengatasi hal tersebut, hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah yakni mengambil kebijakan fiskal yang agresif. Menurutnya, kebijakan moneter konvensional dinilai tidak mungkin cukup memitigasi penurunan ekonomi. Ditambah dengan adanya friksi dalam pasar kredit dan suku bunga yang cenderung turun.

"Kebijakan fiskal yang agresif tersebut diperlukan terutama bagi pekerja. Misalnya, memberikan bantuan likuiditas atau kredit pajak kepada perusahaan yang terkena dampak. Hal lain dengan memberikan asuransi pada pengangguran diharapkan dapat mengurangi informalitas dalam perekonomian," jelasnya.

3. Kebijakan pembatasan

Pakar UGM: Perlu Kebijakan Fiskal Agresif untuk Atasi Dampak COVID-19Situasi di Pasar Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Lebih lanjut, Sekar menyebutkan untuk menekan tingkat infeksi COVID-19 adalah dengan kebijakan pembatasan. Setidaknya terdapat dua kebijakan pembatasan yang bisa dilakukan. Pertama, mengisolasi orang yang terinfeksi serta melakukan tes secara massal sehingga infeksi bisa lebih diketahui sejak dini tanpa menyebabkan resesi.

Kedua, dengan hanya membuka usaha atau bisnis yang penting untuk menekan penyebaran virus corona. Misalnya, usaha yang berhubungan dengan kebutuhan pokok, bank, penyelenggara sistem pembayaran, pom bensin, telekomunikasi, dan ekspedisi barang.

"Kendati begitu, upaya (pembatasan) tersebut menimbulkan biaya yang besar. Namun, ini merupakan krisis kesehatan sehingga memang perlu dilakukan pembatasan,” paparnya.

Baca Juga: Guru Besar UGM Ungkap Pengalamannya Dirawat 19 Hari di Ruang Isolasi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya