TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perang Dagang AS-Tiongkok, BI Minta Pengusaha Jeli

Hati-hati banjir mebel impor di ritel modern 

Ilustrasi perang dagang Amerika dan China. newsinthephilippines.com

Yogyakarta, IDN Times-Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok tak hanya memberikan dampak pada kondisi ekonomi global. Tak terkecuali bagi industri kayu di Yogyakarta. 

"Tertekannya ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok, [kondisi] ini harus bisa dimanfaatkan, terutama oleh pengusaha di Yogyakarta," ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) DIY, Hilman Tisnawan dihubungi, Selasa (17/9).

Hilman menilai, Yogyakarta memiliki banyak potensi unggulan. Bahkan, salah satu yang dikaji oleh Bank Indonesia yakni industri anyaman rotan, yang selama ini di pasar Amerika diisi oleh Tiongkok mulai dimasuki produk asal Yogyakarta.

Namun menurut Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga DPP Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Rumekso Setiadi hal tersebut tidak mudah dilakukan. Rumekso berpendapat peluang tersebut tidak dapat serta merta langsung dilakukan. Pasalnya, ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi.

Baca Juga: Harga Bawang Merah Anjlok, Jenis Lokananta Tak Terpengaruh

1. Kondisi ekonomi global masih memberi tekanan pada industri

Instagram.com/museum_bi

Rumekso tak menampik perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memberikan peluang bagi industri perkayuan di Indonesia.

"Karena dengan tarif bea masuk yang tinggi dari Tiongkok, itu memungkinkan Indonesia untuk masuk ke segmen pasar yang ditinggalkan Tiongkok," ujar Rumekso.

Kendati demikian, untuk mengambil peluang tersebut masih dibutuhkan waktu. Rumekso memaparkan mengambil peluang segmen pasar yang ditinggalkan Tiongkok tidak serta merta dilakukan.

"Apalagi di tengah kondisi industrialisasi yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Di mana industri padat karya tidak hanya sedang menghadapi krisis global di Eropa yang masih belum pulih," ungkap Rumekso.

2. Regulasi di dalam negeri belum ramah pengusaha

Ilustrasi eskpor impor/pixabay.com/distel2610

Beberapa persoalan terkait regulasi bagi industri mebel dan kerajinan dinilai masih belum berpihak penuh pada pengusaha. Hal itu dianggap memberikan tantangan bagi industri ini dalam mengembangkan pasar dan produk untuk pasar ekspor.

"Tidak hanya pengaruh eksternal, di internal juga masih ada persoalan yang belum menguntungkan industri ini. Seperti legalitas kayu dan regulasi lainnya," imbuh Rumekso.

Tak dipungkiri kendala ini, menurut Hilman, masih menjadi tantangan dalam upaya pengembangan produk ekspor dalam negeri. Untuk itu, pihaknya menilai persoalan regulasi, birokrasi dan perizinan dapat segera diselesaikan.

"Sebetulnya itu persoalan klasik, mestinya kita harus belajar [mengatasinya]," jelas Hilman.

Baca Juga: #Boikot Film The Santri, Trending Topik di Twitter

Berita Terkini Lainnya