Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi lelah saat liburan
ilustrasi lelah saat liburan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Liburan sering jadi pilihan keluar dari rutinitas dan stres, tapi kenyataannya, tak semua liburan memberikan efek menyegarkan seperti yang diharapkan. Terutama saat melakukan liburan singka yang hanya berlangsung dua atau tiga hari. Malah menimbulkan rasa lelah lebih besar dibandingkan manfaat relaksasinya.

Alih-alih kembali dengan semangat baru, pulang dari liburan justru kembali ke aktivitas harian dengan kondisi fisik dan mental yang lebih terkuras. Ternyata ada banyak faktor yang membuat liburan singkat tak selalu menjadi solusi dari kejenuhan.

1. Waktu liburan yang terbatas

ilustrasi liburan di pantai (pexels.com/Codingcow Lee)

Waktu yang terbatas membuat jadwal liburan terlalu padat. Dalam waktu singkat, rasanya ingin mendatangi semua tempat. Akibatnya, tubuh dipaksa untuk terus bergerak tanpa jeda.

Alih-alih menikmati suasana dengan tenang, waktu lebih banyak diisi dengan berpacu mengejar itinerary. Padahal, tubuh juga butuh adaptasi dari aktivitas harian ke ritme santai saat liburan. Ketika waktu tak mencukupi untuk transisi ini, maka tubuh tidak sempat beristirahat.

2. Perjalanan yang lebih melelahkan daripada destinasinya

ilustrasi perjalanan ke destinasi wisata (pexels.com/Adrien Olichon)

Terkadang, durasi perjalanan menuju tempat liburan lebih panjang daripada waktu yang bisa dihabiskan di lokasi wisata. Apalagi jika memilih destinasi yang jauh, hanya untuk dikunjungi selama sehari atau dua malam. Hal ini membuat tubuh kelelahan bahkan sebelum menikmati tempat tujuan. Proses packing, berangkat subuh, antre tiket, hingga berpindah-pindah transportasi bisa menyita energi.

3. Jadwal padat tanpa ruang untuk istirahat yang cukup

ilustrasi mengejar waktu untuk melihat keindahan pantai (pexels.com/HAMZA YAICH)

Demi mengejar semua spot wisata atau kuliner dalam waktu terbatas, akan berpengaruh pada penyusunan itinerary. Pagi hingga malam diisi dengan aktivitas tanpa jeda yang cukup.

Liburan idealnya akan memberikan ruang untuk bersantai, bukan hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ketika jadwal terlalu ketat, bahkan momen makan pun terburu-buru. Padahal, menikmati waktu kosong tanpa agenda bisa menjadi kunci dari relaksasi yang sebenarnya.

4. Pikiran masih tertinggal di pekerjaan

ilustrasi memikirkan pekerjaan saat liburan (pexels.com/Laker)

Meski tubuh berada di tempat liburan, bukan berarti pikiran ikut pergi. Terutama saat liburan singkat, waktu transisi mental dari kerja ke mode liburan belum berpindah. Akibatnya, pikiran masih terbebani dengan urusan kantor, tugas kuliah, atau deadline yang belum selesai.

Situasi ini membuat liburan terasa tidak sepenuhnya dapat dinikmati. Liburan yang seharusnya menjadi waktu untuk rehat malah jadi ajang multitasking mental.

5. Cenderung memiliki ekspektasi tinggi

ilustrasi memiliki ekspektasi tinggi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Liburan singkat sering dibebani dengan harapan tinggi sebagai solusi instan dari stres. Harapannya, dalam dua atau tiga hari bisa kembali segar dan penuh semangat. Namun ketika realita tidak sesuai ekspektasi, misalnya cuaca buruk, tempat terlalu ramai, atau kurang waktu, maka rasa kecewa bisa muncul.

Ekspektasi tinggi tanpa kompromi akan menambah tekanan selama liburan berlangsung. Ketika hasilnya tak sesuai harapan, justru muncul rasa lelah emosional yang lebih besar. Padahal, salah satu kunci liburan yang menyenangkan adalah fleksibilitas dan penerimaan atas kondisi yang mungkin tak sempurna.

Liburan singkat memang menggoda karena praktis dan cepat. Namun jika tidak direncanakan dengan bijak, justru bisa menjadi bumerang yang membuat tubuh dan pikiran semakin lelah. Waktu yang terbatas, jadwal padat, dan ekspektasi tinggi sering menjadi penyebab utama liburan tidak selalu menyegarkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team