5 Keunikan Upacara Adat Rebo Pungkasan dengan Arak-arakan Lemper
Bermula dari pertemuan Sri Sultan I dengan seorang kyai
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta merupakan daerah di Indonesia yang sangat nguri-uri budaya, seperti ritual Rebo Pungkasan yang masih diadakan hingga kini di Desa Wonokromo, Bantul. Rebo Pungkasan atau Rebo Wekasan adalah upacara adat sakral telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam.
Ritual ini dilakukan dalam rangka menolak bala sehingga masyarakat setempat dapat hidup secara aman dan tentram. Dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 2018, berikut hal-hal menarik dari upacara adat Rebo Pungaksan.
1. Mitos seputar Rebo Pungkasan
Mitos tentang asal-usul diselenggarakannya Rebo Pungkasan ada beberapa versi. Namun secara umum, dapat ditarik kesamaan yaitu tentang seorang kyai bernama Mbah Faqih Usman yang tinggal di Desa Wonokromo, sebagaimana melansir situs Warisan Budaya Takbenda.
Mbah Faqih Usman lambat laun lebih dikenal dengan nama Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit. Dari ibadahnya yang taat dan kencang, ia dianugerahi kelebihan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan menyertakan berkah. Pada saat wilayah Wonokromo dan sekitarnya diserang pagepluk, Kyai Welit pun berkontribusi pada kesembuhan masyarakat.
Setiap mengobati pasien, Kyai Welit menyuwuk air di telaga Kali Opak dan Kali Gajahwong untuk dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an, lalu diminum atau dibasuhkan ke pasien. Kemahsyuran Kyai Welit pun terdengar hingga Sri Sultan Hamengku Buwono I. Ia diminta menghadap untuk menunjukkan kelebihannya yang membuat Sri Sultan Hamengku Buwono I takjub.
Baca Juga: Air Terjun Lepo Bantul: Lokasi, Rute, Harga Tiket dan Tips Liburan
Baca Juga: Sejarah Museum Benteng Vredeburg di Jogja dan Kisah Mistisnya