TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengintip Masjid Puro Pakualaman, Cagar Budaya yang Kaya Falsafah Jawa

Pembangunan masjid erat dengan filsafat macapat

Masjid Puro Pakualaman. Dok: kebudayaan.kemendikbud.go.id

Yogyakarta, IDN Times - Yogyakarta terkenal memiliki berbagai macam bangunan cagar budaya. Salah satunya yakni Masjid Puro Pakualaman Yogyakarta, yang beralamat di Jl. Masjid No. 46, Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta, DI Yogyakarta.

Meski ukurannya lebih kecil dari Masjid Agung Yogyakarta, namun Masjid Agung Puro Pakualaman kaya akan falsafah Jawa.

1. Dibangun pada tahun 1839

Masjid Puro Pakualaman. Dok: kebudayaan.kemendikbud.go.id

Masjid Puro Pakualaman ini dibangun pada tahun 1839 oleh Sri Paku Alam I. Ia menugaskan anaknya KRT Natadiningrat (Sri Paku Alam Il) untuk membangunnya. Merujuk pada laman kemendikbud.go.id, proses pendirian masjid ini, ditandai dengan adanya batu tulis yang terdapat pada dinding serambi masjid.

Masjid Puro Pakualaman, memiliki prasasti berjumlah empat buah, dua buah ditulis dalam huruf Arab dan dua dalam huruf Jawa. Letak prasasti huruf Jawa terletak di sebelah Utara dan Selatan masjid, sementara prasasti dengan huruf Arab terletak di sebelah Utara dan Selatan pintu masuk.

Baca Juga: Keistimewaan Masjid Suciati Saliman di Sleman Mirip Nabawi Madinah   

2. Terdiri dari tiga bagian

Masjid Puro Pakualaman. Dok: kebudayaan.kemendikbud.go.id

Masjid Puro Pakualaman sendiri terdiri atas tiga bagian, meliputi teras, serambi serta bagian utama yang digunakan untuk salat. Pada awal dibangun, masjid ini diperkirakan berbentuk segi empat dan hanya terdiri atas ruang untuk salat dan serambi saja yang belum seluas seperti sekarang ini.

Memasuki bagian utama masjid, terdapat Ma’surah yaitu tempat salat raja yang terletak di saf paling depan di sebelah selatan pengimaman. Ma’surah tersebut terbuat dari bahan kayu dengan ragam hias ceplok bunga dan stilisasi huruf Arab atau sering disebut mirong, serta di bagian dalam lantainya lebih tinggi daripada lantai bangunan induk.

3. Dulu memiliki blumbangan

Masjid Puro Pakualaman. Dok: cagarbudaya.kemendikbud.go.id

Bagian atap atau mustaka Masjid Puro Pakualaman berbentuk mahkota. Dulunya di awal pembuatannya, bagian depan dan kedua samping masjid digenangi blumbangan air yang melimpah.

Namun, pada saat ini blumbangan tersebut sudah tidak ada dan diganti dengan teras di depan, sedangkan di sisi selatan dibangun tempat wudu dan di sebelah utara dibangun rumah untuk pengurus masjid.

Baca Juga: Masjid Gedhe Kauman, Saksi Perjuangan Rakyat Indonesia

Berita Terkini Lainnya