Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lika-liku Orangtua Temukan Olahraga yang Cocok Bagi Anak Difabel

ilustrasi Paralympic (unsplash.com/Arisa Chattasa)

Sleman, IDN Times - Olahraga menjadi salah satu wadah bagi difabel untuk menggali potensi atau bakat terpendam. Namun memilih jenis olahraga yang tepat, tak semudah membalikkan tangan bagi orangtua yang mempunyai anak difabel. Perjalanan berliku harus dilalui sebelum menemukan yang pas hingga sang buah hati mengantongi medali.

 

1. Mencoba banyak olahraga, dari atletik hingga bulu tangkis

Muhammad Rafi Zulfandi tumbuh dan berkembang sebagai anak berkebutuhan khusus di cabor bulutangkis (IDNTimes/Tunggul Damarjati)
Muhammad Rafi Zulfandi tumbuh dan berkembang sebagai anak berkebutuhan khusus di cabor bulutangkis (IDNTimes/Tunggul Damarjati)

Risvani, ibu seorang anak grahita ringan tak menyangkal, bahwa dirinya sempat mengalami down serta denial saat mengetahui anaknya Muhammad Rafi Zulfandi tumbuh dan berkembang sebagai anak berkebutuhan khusus.

Risvani dan suaminya, bahkan resign dari pekerjaannya untuk fokus memenuhi segala kebutuhan Rafi, anak kedua mereka. Setelah mencari model pendidikan inklusi dan sekolah yang tepat, mereka merasa harus mencarikan aktivitas untuk Rafi yang sangat aktif.

"Proses Rafi menemukan bakatnya sangat panjang. Sempat saya ikutkan taekwondo, tetapi kurang nyaman. Saya coba renang bakatnya tak kunjung kelihatan, selama beberapa bulan akhirnya ganti, ikut basket, bola tangan, atletik," kata Risvani dalam Seminar Olahraga Disabilitas "Tantangan Membangun Kebiasaan Berolahraga pada Anak Penyandang Disabilitas" di Grand Tjokro, Sleman, Selasa (15/10/2024).

Emosi labil Rafi jadi tantangan buat Risvani dan keluarga. Tapi, keluarga ini tak menyerah hingga mempertemukan bulu tangkis dengan Rafi lewat sebuah klub badminton.

"Kalau moodnya dia nggak bagus buat latihan, kita harus bujuk kadang pakai iming-iming sebagai salah satu cara, tapi nggak bagus juga kalau terus menerus. Latihan badminton itu kan capek, menguras fisik dan biaya karena ganti sepatu setiap 6 bulan, ganti senar raket," ucapnya.

2. Olahraga bikin anak difabel mandiri dan percaya diri

Syifa tumbuh dan berkembang sebagai anak berkebutuhan khusus di cabor atletik (IDNTimes/Tunggul Damarjati)
Syifa tumbuh dan berkembang sebagai anak berkebutuhan khusus di cabor atletik (IDNTimes/Tunggul Damarjati)

Perjuangan orangtua dan Rafi pun berbuah manis. Rafi yang merupakan pelajar SLB Negeri 2 Yogyakarta kini berhasil menyabet medali dari berbagai kompetisi, mulai Pekan Paralimpic Daerah hingga Olympiade Olahraga Siswa Nasional, saat bermain di ganda campuran maupun tunggal putra.

"Setelah Rafi aktif di badminton, sekolahnya menyediakan lapangan badminton, bukan hanya untuk Rafi juga untuk anak-anak lain. Dan dua tahun ini memanggil pelatih. Alhamdulillah buat regenerasi," ujar Risvani.

"Olahraga sangat bermanfaat buat fisik, mental, bugar banget. Alhamdulillah Rafi jarang sakit, dia juga grapyak (bergaul), imbas dia sering ikut latihan. Di klub itu kan ada anak-anak umum juga, dia jadi lebih mandiri dan punya banyak teman," sambungnya.

Manfaat kesehatan yang sama dirasakan Syifa Nur Arrafah, difabel rungu yang merupakan pelajar SLB Negeri 1 Bantul. Ibu Syifa, Ratih menceritakan anaknya yang berprestasi di cabang olahraga atletik. "Dia juga jadi care sama teman-temannya, mandiri dan percaya diri," kata Ratih.

Syifa suskes menorehkan sejumlah prestasi pada cabor tolak peluru, lari, hingga lompat jauh di Olympiade Olahraga Siswa Nasional dan Kontes Sprint Nasional. Torehan ini tak lepas dari peran orangtua untuk terus membimbing putri mereka, memotivasi dan mengatur secara detail jadwal latihan demi menjaga ritme serta semangat Syifa.

"Dari usia balita memang sudah banyak gerak, malah sepak bola di dalam rumah. Sampai di usia sekolah itu diarahkan ke atletik dan setelah rutin olahraga, tumbuh kembang cepat, istirahatnya jug teratur, nafsu makannya bagus," ucapnya.

 

3. Setop ekspektasi berlebih, biarkan anak pilih sesuai kesenangan

ilustrasi Paralympic (unsplash.com/Arisa Chattasa)

Pengajar Departemen Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIKK UNY, sekaligus Ketua Bidang Pembinaan Prestasi NPC DIY, Rumpis Agus Sudarko menyebutkan, olahraga menghadirkan manfaat sosial dan ekonomi bagi difabel. Ia pun mengamini, menemukan olahraga yang cocok bukan perkara mudah.

"Dari sisi sosial, olahraga membantu inklusi sosial karena akan mengurangi stigma yang kadang dialami difabel. Dari sisi ekonomi, difabel yang berprestasi bidang olahraga bisa mendapatkan penghasilan setelah berlaga menjadi juara. Yang lebih penting, olahraga akan melatih anak-anak menjadi lebih mandiri," tuturnya.

Selain itu, menurut Rumpis, hindari menaruh ekspektasi terlalu tinggi, dan orangtua yang kadang masih malu mengakui keberadaan anaknya sebagai difabel. "Yang penting lakukan semua, harus dilakukan dengan senang," ujar Rumpis.

Asisten Deputi Olahraga Penyandang Disabilitas Kemenpora, Ibnu Hasan, Kemenpora mendukung terwujudnya inklusivitas bidang olahraga sesuai Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menjamin bahwa penyandang disabilitas juga mendapatkan perlakukan, kesetaraan yang sama.

"Tidak boleh lagi ada stigma negatif terhadap para penyandang disabilitas, termasuk kesempatan berolahraga," papar Ibnu.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan juga memberikan ruang tersendiri bagi penyandang disabilitas. "Pasal 31 undang-undang ini menyatakan pembinaan dan pengembangan Olahraga untuk difabel, mewujudkan kesetaraan dan meningkatkan rasa percaya diri, kesehatan, kebugaran, dan prestasi olahraga," pungkasnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us