TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Rakyat Kali Gajah Wong, Hilangnya Hewan Kesayangan Sultan Agung

Akibat tak mengindahkan pesan peringatan

Bendhung Lepen Kali Gajah Wong (instagram.com/bendhung_lepen)

Mengulik cerita tentang Yogyakarta seolah tidak pernah ada habisnya, ya. Mulai dari destinasi wisata, kesenian, tradisi, bahkan cerita rakyat yang berkembang menarik untuk disimak.

Di daerah Giwangan, Umbulharjo, DI Yogyakarta ada sebuah sungai menyimpan sejarah masa lampau. Yup, adalah Kali Gajah Wong yang kini dijadikan ecotourism.

Konon, di sungai inilah Sultan Agung kehilangan hewan kesayangannya dan salah satu pegawai kerajaannya. Penasaran dengan kisahnya? Berikut cerita rakyat Kali Gajah Wong.

Baca Juga: Cerita Rakyat Asal Mula Gunung Merapi: Pertarungan Empu dan Batara

1. Kini disulap jadi objek wisata

Bendhung Lepen Kali Gajah Wong (instagram.com/bendhung_lepen)

Kali Gajah Wong dulu tidak sebersih dan seindah sekarang ini. Dulunya aliran sungai ini adalah tempat pembuangan sampah. Pemerintah Yogyakarta pun mengubah lokasi tersebut menjadi objek wisata yang unik dan ramah anak pada 2020.

Kini, kamu dapat menemukan saluran irigasi Bendungan Lepen Kali Gajah Wong yang diisi oleh berbagai ikan nila cantik. Saluran irigasi tersebut dikembangan oleh warga sekitar sebagai spot wisata, selain sebagai sumber air pertanian.

2. Dulu digunakan jadi tempat pemandian gajah milik Sultan Agung

Unsplash.com/rj2747

Asal-usul mengenai Kali Gajah Wong dimulai pada zaman Kerajaan Mataram Islam yang berpusat di Kotagede. Sultan Agung yang kala itu masih memimpin memiliki ribuan prajurit, pasukan gajah, pasukan berkuda, serta abdi dalem.

Ada seorang abdi dalem bernama Ki Sapa Wira yang bertugas mengurus dan merawat gajah milik Sultan Agung yang dinamai Kyai Dwipangga. Gajah tersebut selalu dimandikan di sungai yang dekat dengan area kerajaan yang konon kini menjadi Kali Gajah Wong.

Suatu hari, Ki Sapa Wira merasa tangannya sakit dan meminta adik iparnya Ki Kerto untuk memandikan Kyai Dwipangga. Ada beberapa tips saat memandikan gajah yaitu agar menepuk kaki belakang dan menarik buntut Kyai Dwipangga agar mau berendam di sungai.

Mengikuti saran tersebut, Ki Kerto pun memandikan Kyai Dwipangga dengan lancar. Lalu Ki Sapa Wira kembali mengutusnya untuk memandikannya lagi esok hari, karena gajah itu harus dimandikan setiap hari. Ki Sapa Wira sudah mewanti-wanti untuk jangan memandikannya di sungai sebelah hilir.

3. Melanggar pantangan memandikan gajah di hilir

ilustrasi air mengalir (pexels.com/Rifqi Ramadhan)

Keesokan harinya pada cuaca mendung namun tidak hujan, Ki Kerto akan memandikan Kyai Dwipangga di sungai biasanya. Tetapi saat itu sungainya surut. Tanpa pikir panjang Ki Kerto membawanya ke hilir.

Ki Kerto pun merasa senang memandikan Kyai Dwipangga di hilir itu karena airnya lebih besar. Tiba-tiba terjadi banjir bandang. Ki Kerto dan Kyai Dwipangga terseret arus. 

Ki Kerto terus berteriak meminta tolong namun terlambat, ia hanyut ke Laut Selatan bersama Kyai Dwipangga dan meninggal. Hal tersebut membuat Sultan Agung menamakan sungai tersebut menjadi Gajah Wong karena menghanyutkan gajah dan wong atau orang.

Baca Juga: Wisata Air Terjun Kali Dingin Wasuponda: Rute, Lokasi dan Harga Tiket 

Berita Terkini Lainnya