Disetop, Pemilik Wahana Ngopi in The Sky Pasrah Rugi Nyaris Rp1 M

Nur memilih menjadikan wahananya sebagai monumen

Yogyakarta, IDN Times - Pemilik objek wisata Teras Kaca mengaku pasrah dengan langkah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memutuskan untuk menyetop operasional wahana 'Ngopi in The Sky' di Pantai Nguluran, Girikarto, Panggang, Gunungkidul.

"Mulai kami hentikan hari ini itu semua. Biarlah polemik ini berakhir, tapi Teras Kaca sudah mencatatkan sejarah bahwa pernah ada Ngopi in The Sky di dunia," kata CEO Teras Kaca, Nur Nasution, saat dihubungi, Jumat (7/1/2022).

Baca Juga: Pemda DIY Setop Wahana Ngopi In The Sky di Gunungkidul

1. Minta tak tebang pilih

Disetop, Pemilik Wahana Ngopi in The Sky Pasrah Rugi Nyaris Rp1 MCEO Teras Kaca, Nur Nasution. (IDN Times/Daruwaskita)

Nur mengatakan, dirinya sebenarnya sangat menyayangkan keputusan Pemda DIY menutup wahana yang menyuguhkan sensasi menyeduh kopi di gondola dari ketinggian 20-30 meter itu.

Nur meyakini, wahananya merupakan inovasi yang menurutnya mampu mengangkat citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

"Cuma ya karena mereka tetap berkeras dengan itu, ya sudah boleh-boleh aja. Tapi, tolong ditertibkan juga wahana-wahana. Kan masih banyak wahana yang gak ada safety-nya," kata Nur saat dihubungi, Jumat (7/1/2021).

Dia mengklaim peralatan wahana Ngopi in The Sky modern dan mumpuni. Termasuk empat pasang sling kawat baja dengan daya angkut beban total mencapai 64 ton yang rencananya rutin diganti.

Nur merasa berat hati jika wahana dengan kualitas peralatan yang jauh di bawah miliknya dibiarkan begitu saja.

"Kok malah kalah sama yang pakai sling (baja) kecil-kecil. Jadi jangan tebang pilih. Lalu di sini kan dinyatakan crane hanya untuk barang, bukan untuk manusia. Tapi crane yang mana, ini kan kami crane digital yang terbaru, beda sama crane yang lama," keluhnya.

Nur turut membela diri ketika disebut lokasi wahana yang berada di bibir pantai sangat riskan bagi keselamatan wisatawan. Pemda menyebut posisi wahana di tepi pantai mengakibatkan korosi pada mobile crane karena tingginya kadar garam dalam angin laut.

"Jauh dari bibir pantai. Kalau angin laut gak terlalu kena, karena banyak pohon besar di Teras Kaca," tegasnya.

2. Rugi nyaris Rp1 miliar

Disetop, Pemilik Wahana Ngopi in The Sky Pasrah Rugi Nyaris Rp1 MNgopi In The Sky di Gunungkidul. (IDN Times/Daruwaskita)

Dengan penghentian operasi wahana yang hanya berjarak beberapa hari sejak awal uji coba pengoperasiannya, Nur mengaku mengalami kerugian investasi hingga ratusan juta Rupiah. Mulai dari pengadaan bahan alat sampai biaya sewa mobile crane.

"Mendekati Rp1 M mungkin, pak. Kalau naik itu aja udah ratusan juta biaya keluar, karena saya mikir safety-nya. Tapi ya kalau menurut Disnaker ya crane itu aja," ucapnya.

3. Biar jadi monumen

Disetop, Pemilik Wahana Ngopi in The Sky Pasrah Rugi Nyaris Rp1 MNgopi In The Sky di Gunungkidul. (IDN Times/Daruwaskita)

Nur mengaku tak memiliki niat untuk mendirikan wahana serupa namun dengan peralatan yang memenuhi standar kelayakan. Dia lebih berencana membuat wahana model baru di Teras Kaca.

"Saya buat yang lain aja, insyaallah lebih baik. Kami ya terima dengan lapang dada, biarlah Ngopi in The Sky ini jadi semacam monumen di Teras Kaca," sambungnya memungkasi.

Sebelumnya diberitakan, Wahana Ngopi in The Sky di Teras Kaca, Pantai Nguluran, Gunungkidul, dihentikan Pemda DIY dengan alasan faktor keselamatan dan keamanan pengunjung. Mulai dari penggunaan mobile crane yang tak berizin hingga tak sesuai peruntukkannya. Lantaran difungsikan untuk mengangkut barang, bukan orang.

Terlebih, berdasarkan hasil pemeriksaan, crane yang digunakan pengelola adalah alat yang disewa dari luar kota. Maka dari itu diperlukan pengecekan termasuk asal-usul dan guna operasionalnya apakah masih berlaku atau tidak.

Dinas Pariwisata turut menyoroti tata letak atau lokasi wahana yang berada di bibir pantai. Hal ini dianggap sangat berisiko bagi keselamatan wisatawan.

Dispar menilai posisi di tepi pantai memicu tingkat korosi yang tinggi akibat garam dari angin laut. Aspek sertifikasi CHSE pelaku wisata itu penting untuk dikantongi lebih dahulu.

Baca Juga: Dulu Tenar, Pantai Samas Kini Cuma Disinggahi Pelancong Nyasar

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya