Stok Menipis, 2 Peneliti UGM Kembangkan Alat Bantu Produksi Oksigen

Menggunakan teknik pressure swing adsorption

Sleman, IDN Times - Adanya ledakan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia diikuti juga dengan kebutuhan oksigen yang semakin meningkat. Bahkan diketahui, beberapa rumah sakit sempat mengalami krisis oksigen.

Di tengah keterbatasan tersebut, dua peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Jayan Sentanuhady dan Eka Firmansyah menggagas alat bantu produksi oksigen untuk skala bangsal rumah sakit.

“Alat ini nanti diharapkan bisa membantu pasien di rumah-rumah sakit yang sedang membutuhkan oksigen, tetapi yang akan kami kembangkan bukan untuk skala kecil atau perseorangan tetapi untuk 5-6 orang sekaligus dalam satu bangsal," ungkapnya pada Jumat (9/7/2021).

Baca Juga: 136 Kamar di MIC UGM Jadi Tempat Isolasi Pasien COVID-19 Gejala Ringan

1. Teknik pressure swing adsorption

Stok Menipis, 2 Peneliti UGM Kembangkan Alat Bantu Produksi Oksigenfreepik.com/photoroyalty

Menurut Jayan, untuk membuat oksigen, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satu cara yang paling bagus adalah teknik cryogenic. Teknik cryogenic ini melalui proses panjang dengan pendinginan ekstrem.

"Dengan teknik cryogenic ini bisa dihasilkan kemurnian oksigen hingga 99 persen, cuma teknik ini sulit dan mahal," katanya.

Dia mengatakan, teknik lain yang lebih murah dan sederhana yakni teknik cryogenic adalah dengan teknik PSA (Pressure Swing Adsorption). Namun, teknik PSA ini hanya mampu menghasilkan kemurnian oksigen dengan hingga 96 persen, itu pun dengan flow rate yang rendah.

“Inilah salah satu kelemahan sistem PSA, kemurnian oksigen sangat dipengaruhi oleh flow rate,” terangnya.

2. Hanya berpengaruh pada kemurnian

Stok Menipis, 2 Peneliti UGM Kembangkan Alat Bantu Produksi OksigenIlustrasi tabung oksigen. (Pixabay.com/blickpixel)

Jayan menerangkan, oksigen yang dihasilkan dari teknik PSA ini sama saja sebenarnya dengan oksigen yang dihasilkan dari teknik lain. Menurutnya, proses dan teknik pembuatan yang digunakan hanya memengaruhi kemurnian saja.

Oksigen medis dan non-medis hanya dibedakan alat-alat yang digunakan dalam proses. Misalnya kalau kompresornya tidak oil free maka akan masuk klasifikasi oksigen industri hasil dari proses tersebut. Bahkan menurutnya, teknik PSA ini saat ini sudah dijual di pasaran untuk perseorangan dengan harga relatif murah.

"Hanya saja, yang akan dikembangkan ini bukan untuk perseorangan tetapi yang kapasitasnya lebih besar lagi," jelasnya.

3. Teknik PSA lebih murah

Stok Menipis, 2 Peneliti UGM Kembangkan Alat Bantu Produksi Oksigenilustrasi terapi oksigen pada pasien COVID (unicef.org)

Lebih lanjut, Jayan mengungkapkan, dari sisi biaya teknik PSA ini akan lebih murah. Hal ini karena prosesnya lebih sederhana dan hanya butuh kompresi dan adsorpsi serta tekanannya yang diubah-ubah atau dibolak-balik. Meski harga murah dan sederhana, teknik ini mendapat tingkat kemurnian oksigen yang sudah cukup bagi kebutuhan pasien.

“PSA kan hanya 95 tingkat kemurniannya, tapi 95 itu sudah cukup bagi pasien, kan kalau kita sakit, dokter tidak akan memberikan 95 persen oksigen itu ke kita, tetapi pasti diencerkan dengan udara sampai persentase oksigen yang dibutuhkan pasien," paparnya.

Jayan mengatakan, untuk bisa membuat alat bantu oksigen ini memang tidak semulus yang dibayangkan. Salah satu kendala yang dihadapi yaitu alat bantu ini untuk pernapasan manusia maka harus melalui medical grade. Baik dari mulai kompresor, tubing, tabung dan komponen-komponen lainnya.

"Misal kompresor tipe oil free harganya cukup mahal dan relatif susah untuk mendapatkannya bila dibandingkan dengan kompresor tipe pelumas," katanya.

Baca Juga: Pakar UGM Ingatkan Potensi PHK Massal Saat PPKM Darurat

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya