Ini Kejanggalan UU Cipta Kerja yang Ditemukan PSHK FH UII 

Jumlah halaman draft beda dengan UU yang disahkan     

Sleman, IDN Times - RUU Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Senin (2/11/2020) dinilai masih mengandung beberapa persoalan serius.

Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII), Allan Fatchan Gani Wardhana menilai RUU Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/11/2020) tidak memenuhi asas kepastian hukum dan kejelasan rumusan.

 

 

1. UU dinilai tidak memenuhi asas kepastian hukum dan asas kejelasan rumusan

Ini Kejanggalan UU Cipta Kerja yang Ditemukan PSHK FH UII Presiden Joko "Jokowi" Widodo (Dokumentasi Biro Pers Kepresidenan)

Allan memaparkan RUU Cipta Kerja yang disahkan menjadi Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) ini, dinilai tidak memenuhi asas kepastian hukum dan asas kejelasan rumusan karena mengandung ketidakjelasan materi muatan pasal per pasal.

Di antaranya terdapat dalam ketentuan Pasal 6 UU Cipta Kerja yang menyatakan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a.

"Padahal UU Cipta Kerja sama sekali tidak memuat adanya Pasal 5 ayat (1) huruf a. UU Cipta Kerja hanya memuat adanya Pasal 5 yang menyatakan ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang undang terkait," katanya.

Selain itu, juga ditemukan dalam ketentuan Pasal 175 angka 6 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 sepanjang ayat (5) UU 30 Tahun 2014 (UU Administrasi Pemerintahan)

Hal tersebut menyebabkan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas ketertiban dan kepastian hukum yang menyatakan bahwa setiap materi muatan undang undang harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

Selain itu, menurut Allan undang-undang ini juga tidak memenuhi asas kejelasan rumusan yang menyatakan bahwa setiap materi harus memenuhi syarat teknis penyusunan undang undang serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya. 

Baca Juga: Cacat Prosedur, PSHK UII Ajukan Judicial Review UU MK 

2. UU Cipta Kerja melanggar ketentuan Pasal 72 dan 73 UU 12 Tahun 2011

Ini Kejanggalan UU Cipta Kerja yang Ditemukan PSHK FH UII UU Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Jokowi (Website/setneg.go.id)

Hal lainnya adalah mengenai jumlah halaman yang berbeda, Allan mengatakan Draft RUU Cipta Kerja yang disahkan dan diundangkan berjumlah 1187 halaman, hal ini berbeda dengan draft RUU Cipta Kerja yang diserahkan ke Presiden yakni berjumlah 812 halaman.

Adanya perbedaan halaman ini mengindikasikan bahwa draft RUU Cipta Kerja yang disahkan dan diundangkan bukan draft RUU Cipta Kerja yang diserahkan kepada Presiden, sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan penambahan. 

Padahal dalam Pasal 72 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan ditulis tentang kesempatan perbaikan terhadap draft RUU hanya bisa dilakukan paling lama 7 hari pasca dilakukannya persetujuan bersama antara Presiden dengan DPR sebelum diserahkan ke Presiden.

"Perbaikan itu hanya berkaitan dengan teknis penulisan RUU ke Lembaran Resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia, dan bukan perubahan substansi. Baik mengganti pasal, ayat, huruf, kata, frasa, maupun kalimat," terangnya.

3. UU Cipta Kerja mengandung problem serius

Ini Kejanggalan UU Cipta Kerja yang Ditemukan PSHK FH UII Seorang pengunjuk rasa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) memakai masker bertuliskan Tolak Omnibus Law saat berunjuk rasa menuju Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Berdasarkan hal tersebut, PSHK FH UII menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mengandung problem serius sehingga diperlukan proses pengujian formil ke MK.

Adapun pertimbangan yang membuat UU ini harus dibatalkan, di antaranya sejak disahkan banyak versi dengan berbagai jumlah halaman yang berbeda beda dan sulit diakses oleh publik. Adanya perubahan substansi ketika UU sudah disahkan, padahal setiap UU yang sudah disahkan tidak dimungkinkan adanya perubahan substansi.

"Pembuatan UU ini minim partisipasi publik, padahal setiap pembentukan UU harus melibatkan partisipasi publik. Berbagai pasal dalam UU Ciptaker banyak yang tidak sinkron sehingga bertentangan asas kepastian hukum dan asas kejelasan rumusan," paparnya.

 

Baca Juga: Ini Isi Lengkap UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Baru Disahkan Jokowi

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya