Epidemiolog UGM Akui Sulit Terapkan Lockdown Total di DIY

Apa faktor-faktor yang menghambat lockdown di DIY?

Sleman, IDN Times - Kasus COVID-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih terus melonjak. Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pun sempat menyerukan opsi melakukan lockdown total DIY agar virus corona tidak semakin meluas. Meski, akhirnya hal tersebut tidak jadi dilakukan.

Terkait hal itu, Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama, mengatakan sangat sulit untuk bisa menerapkan lockdown di DIY. Selain pertimbangan ekonomi, juga ada pertimbangan lain yang tidak bisa diabaikan.

Baca Juga: Lockdown Pilihan Akhir, Sri Sultan Ngaku Tak Kuat Biayai Rakyat Jogja 

1. Bukan cuma persoalan ekonomi

Epidemiolog UGM Akui Sulit Terapkan Lockdown Total di DIYANTARA FOTO/Arnas Padda

Bayu menjelaskan, lockdown dalam artian secara total, ini berarti pemerintah harus menanggung biaya hidup semua warganya. Hal tersebut sangat sulit dilakukan dan memerlukan pembiayaan yang sangat banyak.

Bukan hanya itu, ketika lockdown dilakukan di wilayah yang berdempetan dalam satu pulau, seperti halnya di DIY, hal tersebut juga akan sulit. Karena esensinya ketika lockdown tidak boleh ada yang keluar masuk DIY. Hal ini berbeda dengan daerah kepulauan kecil, yang lebih memungkinkan untuk melakukan lockdown.

"Jawa itu, Yogyakarta apalagi, kan ada daerah penyangga. Tetangganya kan nempel, banyak jalan tikus. Mau lockdown, mau berapa orang yang harus turun jaga jalan," ungkapnya pada Selasa (22/6/2021).

2. Membatasi mobilitas jadi opsi yang paling mungkin

Epidemiolog UGM Akui Sulit Terapkan Lockdown Total di DIYIlustrasi. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Bayu menjelaskan, untuk daerah seperti DIY yang paling memungkinkan dilakukan adalah membatasi mobilitas. Di mana warga keluar rumah sebisa mungkin hanya untuk mencukupi kebutuhan primer. Sedangkan untuk kebutuhan tersier seperti jalan-jalan maupun mengumpulkan banyak orang harus dikurangi.

"Kayak kerja, belanja kebutuhan pokok, itu tidak bisa dibatasi, karena primer. Tapi kalau kayak jalan-jalan, kumpul baru dibatasi. Misal di tempat wisata dirasa susah ngawasi, ya tutup aja sekalian wisatanya. Kalau mau dibuka, harus ada peraturan ketat yang harus dilakukan semua elemen," katanya.

3. Aturan PPKM Mikro jangan hanya diperpanjang, perlu evaluasi

Epidemiolog UGM Akui Sulit Terapkan Lockdown Total di DIYIlustrasi PPKM mikro (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Hal yang paling penting dilakukan saat ini, selain masyarakat harus patuh 5M dan pemerintah gencarkan 3T, evaluasi mengenai aturan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro. Menurut Bayu, jangan hanya diperpanjang saja, aturan PPKM Mikro ini juga harus dievaluasi secara berkala. Di mana perlu juga di dalamnya melibatkan pihak luar untuk memberikan pertimbangan dan saran.

"Kalau mau menerapkan PPKM Mikro harusnya dievaluasi dulu, libatkan pihak luar biar lebih efektif. Kenapa PPKM Mikro gak jalan, ya harus dibuat yang baru. Jadi selama ini, kan, juga perpanjang tapi tidak ada perubahan," paparnya.

Baca Juga: Sultan Serukan Kemungkinan Lockdown Total bagi DIY

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya