Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi Masyarakat

Puluhan organisasi dan komunitas layangkan somasi

Yogyakarta, IDN Times – Di tengah keruwetan penanganan pandemik COVID-19, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X tiba-tiba mengeluarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 1 Tahun 2021 tertanggal 4 Januari 2021. Isinya tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

Pasal 5 disebutkan ada lima lokasi ruang terbuka yang dikecualikan atau dilarang menjadi lokasi aksi demonstrasi. Meliputi Istana Negara Gedung Agung, Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Malioboro, dan Kotagede dengan radius 500 meter dari pagar atau titik terluar. Waktu untuk demo pun, kini dibatasi dari pukul 06.00-18.00.

“Kami mendesak dan menyampaikan somasi atas pergub tersebut,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Yogi Zul Fadli dalam siaran pers di Kantor LBH Yogyakarta, Selasa (19/1/2021). Lantaran, pergub tersebut bertentangan dengan sejumlah produk hukum di atasnya, yaitu UUD 1945, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik.

Somasi itu ditandatangani 38 organisasi dan komunitas yang bergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY). Isinya mendesak Sultan mencabut dan membatalkan Pergub Nomor 1 Tahun 2021. Dan mendesak DPRD DIY sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk pro aktif menjalankan fungsi pengawasan kepada eksekutif.

“Dewan DIY seharusnya menekan gubernur untuk menyudahi praktik sepihak dan sewenang-wenang terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi,” kata Yogi.

Baca Juga: RS DIY Kekurangan Tempat Tidur, Tim Penanganan COVID-19 Tutup Data 

1. Pergub 1/2021 mengajak tentara mengurusi persoalan sipil

Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi MasyarakatSurat somasi dilayangkan kepada Gubernur DIY di Pemda DIY, 19 Januari 2021. Dokumentasi Aliansi Rakyat untik Demokrasi Yogyakarta

Salah satu yang mengagetkan dari pergub tersebut adalah pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengurus pengendalian penyampaian kebebasan berekspresi dan berpendapat. Ada tiga peran TNI dalam urusan ini, yaitu koordinasi, baik sebelum, pada saat, dan setelah penyampaian pendapat berlangsung, serta pemantauan dan evaluasi.

“Gubernur justru mendorong tentara keluar dari barak untuk mengurus urusan sipil,” kata Yogi.

Padahal peran TNI yang dihidupkan kembali dalam Pasal 10-13 pergub itu sudah ditiadakan pasca-reformasi 1998 dengan penghapusan dwi fungsi ABRI. Bahwa tugas tentara hanyalah mengurusi pertahanan dengan melindungi keutuhan dan kedaulatan negara. Bukan lagi mengurusi urusan sipil politik.

“Tapi rezim militerisme dihidupkan kembali di Yogyakarta. Itu pembangkangan mandat reformasi 98 dan pelanggaran konstitusi 1945,” kata Yogi menegaskan.

2. Pergub 1/2021 menunjukkan Sultan anti-kritik

Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi MasyarakatSurat somasi dilayangkan kepada Gubernur DIY di Pemda DIY, 19 Januari 2021. Dokumentasi Aliansi Rakyat untik Demokrasi Yogyakarta

Penentuan tempat-tempat umum yang dilarang menjadi lokasi penyampaian pendapat dalam pergub itu merujuk pada Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional di Sektor Pariwisata.  

Celakanya, jantung kekuasaan yang selama ini dianggap tabu untuk dilewatkan dari pengawasan publik alias biasa menjadi lokasi aksi demonstrasi terletak di kawasan Malioboro. Ada Gedung DPRD DIY, Kantor Gubernur DIY, juga Istana Negara Gedung Agung hingga titik nol.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta bersama Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) adalah bagian organisasi pro-demokrasi yang rutin menggelar aksi damai di depan Gedung Agung saban tanggal 16. Aksi itu untuk memperingati sekaligus mendorong penuntasan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin yang tewas pada 16 Agustus 1996 silam. Sedangkan berdemonstrasi di depan jantung kekuasaan atau simbol kekuasaan merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi konstitusi, Pasal 28 E ayat 2 UUD 1945.

Sementara kelahiran AJI sebagai organisasi profesi jurnalis dilatarbelakangi perlawanan atas kekuasaan rezim Orde Baru yang militeristik dan otoriter.

“Misi AJI mendorong demokratisasi dan menentang otoritarianisme. Kami terus berupaya memperjuangkan kebebasan pers dan berekspresi,” kata Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani.

Yogi menduga, berbarengan dengan penyegelan ruang-ruang sentral kekuasaan dari aktivitas demokrasi pada masa mendatang, sekaligus akan membatasi dan menutup sama sekali aspirasi masyarakat.

“Sesungguhnya gubernur sedang mempertontonkan wajah aslinya. Penguasa yang anti-kritik,” tegas Yogi.

Padahal dalam pidato Sewindu Keistimewaan DIY pada 2020 lalu, Sultan menyatakan, bahwa pejabat bukanlah pusat kekuasaan. Saatnya pejabat tidak anti-kritik, tetapi membuka diri terhadap kritik dari masyarakat.

“Kami catat itu sebagai pernyataan yang bagus,” kata Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM), Tri Wahyu.

Namun tiba-tiba awal 2021, Sultan justru meneken aturan yang menutup kritik itu sendiri.

“Pergub ini kabar buruk. Meskipun disebut pengendalian, jangan-jangan makna sebenarnya pelarangan,” kata Tri Wahyu.

3. Pergub 1/2021 mengingkari demokrasi dan HAM

Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi MasyarakatSuasana konferensi pers untuk mensikapi Pergub 1 Tahun 2021 di LB Yogyakarta, 19 Januari 2021. Dokumentasi AJI Yogyakarta

Kelahiran pergub ini juga menandai pengingkaran Sultan terhadap demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia.

“Malahan Gubernur menginjak-injak UU Keistimewaan yang dulu diperjuangkan sendiri,” kata Yogi.

Pasal 4 huruf c UUK disebutkan, bahwa salah satu asas pelaksanaan aturan keistimewaan DIY adalah asas demokrasi. Berdasarkan penjelasan, asa demokrasi yang dimaksud adalah ada pengakuan, penghargaan, dan persamaan HAM secara universal. Kemudian Pasal 15 ayat 1 huruf d dicantumkan, salah satu kewajiban Gubernur dan Wakil Gubernur adalah melaksanakan kehidupan berdemokrasi.

“Pergub ini justru memperlihatkan Sultan tidak memahami perannya sebagai kepala daerah,” imbuh Yogi.

Seharusnya, sebagai kepala daerah, Sultan tunduk pada norma-norma HAM yang mengatur kebebasan menyampaikan pendapat.

4. Perumusan Pergub 1/2021 tidak didahului konsultasi publik

Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi MasyarakatSuasana konferensi pers untuk menyikapi Pergub 1 Tahun 2021 di LBH Yogyakarta, 19 Januari 2021. Dokumentasi AJI Yogyakarta

Sejumlah pelanggaran hukum dicatat Tri Wahyu berkaitan keberadaan pergub tersebut. Dalam prosesnya, penyusunan draf pergub tidak didahului dengan konsultasi publik. Bahkan lembaga-lembaga pro-demokrasi di Yogyakarta tak tahu-menahu rencana pergub itu.

Padahal, undang-undang mengamanatkan asas keterbukaan dalam penyusunan kebijakan. Dimulai dengan proses perencanaan yang pembahasannya terbuka bagi publik.

“Itulah makna negara demokratis, bukan kekuasaan. Tapi pergub ini melanggar sendiri,” kata Tri Wahyu.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 mencatat, indeks demokrasi di DIY mengalami penurunan dalam tiga variabel. Meliputi variabel kebebasan berpendapat, kebebasan dari diskriminasi, dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Pergub ini dinilai kian memperkuat penurunan indeks demokrasi itu.

“Kami khawatir, Gubernur dan  Pemda DIY tidak memberi solusi atas penurunan indeks itu. Tapi jadi aktor yang memperkuat penurunan nilai-nilai demokrasi di Yogyakarta,” papar Tri Wahyu.

5. Jika Pergub 1/2021 tak dicabut, Sultan akan dilaporkan ke Komnas HAM

Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi MasyarakatGubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Pergub yang diteken Sultan beserta Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji dan Kepala Biro Hukum DIY Dewo Isnu Broto itu menjadikan Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional di Sektor Pariwisata sebgai bahan pertimbangan menetapkan pergub itu. Bahwa Kementerian Pariwisata berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional telah menetapkan beberapa kawasan di DIY menjadi objek vital nasional di sector pariwisata berdasarkan Kepmen KM. 70 Tahun 2016 itu.

Sedangkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 disebutkan, bisa dilakukan di tempat-tempat terbuka, salah satunya kecuali obyek-obyek vital nasional.

Jika dalam kurun waktu tujuh hari usai somasi dilayangkan tak ada pencabutan atau pembatalan pergub tersebut oleh Sultan, maka ARDY akan melaporkan Sultan ke sejumlah lembaga karena dinilai melakukan pelanggaran. Meliputi dilaporkan ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM, ke Ombudsman atas dugaan mal administrasi, ke Menteri Dalam Negeri atas dugaan pelanggaran asas-asas umum pemerintahan yang baik, serta mengajukan hak uji materiil ke Mahkamah Agung untuk membatalkan pergub tersebut.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya