Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN, Aktivis Jogja: Tak Ada Aturannya!

Pelantikan dianggap janggal karena dilakukan 2 kali 

Yogyakarta, IDN Times – Desakan untuk membatalkan pelantikan terhadap 1.271 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai aparatur sipil nasional (ASN) diserukan dari Yogyakarta.

Sejumlah tokoh yang mewakili akademisi, lintas agama dan lintas iman, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD DIY, juga aktivis mendeklarasikan Jogja Kompak Lawan TWK di Gedung DPD DIY pada Senin (31/5/2021).   

Alasan penolakan terhadap TWK menurut Jogja Kompak Lawan TWK, karena TWK dinilai upaya melawan gerakan antikorupsi. Upaya penyusunan TWK oleh sejumlah lembaga negara diduga untuk melemahkan tujuan negara dan menjadikan negara dalam keadaan bahaya.

“Ini mewujudkan cita-cita reformasi dikorupsi,” kata Zainal Arifin Mochtar, anggota Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) saat membacakan pernyataan sikap.

Ada empat poin gugatan yang dilayangkan Jogja Kompak Lawan TWK. Pertama, TWK adalah upaya pelanggaran hak asasi manusia dengan menyingkirkan orang-orang berintegritas, progresif, mumpuni, dan teruji di KPK.

“Jadi harus dibatalkan,” kata Zainal.

Kedua, para pihak yang melakukan TWK harus menyatakan permintaan maaf kepada publik. Ketiga, presiden harus memerintahkan Ketua KPK untuk mengembalikan nama baik 75 orang yang dikategorikan tidak berkebangsaan. Keempat, presiden memerintahkan kepada komisioner KPK untuk fokus kepada upaya pemberantasan korupsi dengan menyelesaikan kasus yang sedang ditanganinya. Termasuk kasus korupsi dana bansos, benur, suap KPU, dan Stadion Mandala Krida Yogyakarta.

“Jika gugatan ini tidak diindahkan, maka kepercayaan publik kepada pemerintah berkurang. Indeks demokrasi di mata ,” imbuh Zainal.   

1. Pelantikan pegawai KPK dianggap janggal karena dilakukan hingga 2 kali

Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN, Aktivis Jogja: Tak Ada Aturannya!Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Kepada IDN Times, juru bicara Jogja Kompak Lawan TWK, Wasingatu Zakiyah mengatakan pelantikan pegawai tersebut janggal karena dilakukan sebanyak dua kali. Sebelumnya 1.271 pegawai KPK sudah pernah dilantik menjadi pegawai KPK. Hari ini. 1 Juni 2021 siang kembali menjalani pelantikan dengan status ASN.

“Ini janggal. Tidak ada pelantikan hingga dua kali, kecuali kalau naik jabatan. Aturannya gak ada. Kalau mau melantik lagi, ya buat dulu regulasinya,” kata Zakiyah sebagai juru bicara Jogja Kompak Lawan TWK, Selasa (1/6/2021). 

Baca Juga: Polemik Pemecatan, PUKAT UGM: Ada yang Mau Mengubah Posisi KPK

2. Melibatkan tokoh-tokoh penggerak antikorupsi

Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN, Aktivis Jogja: Tak Ada Aturannya!Suasana deklarasi Jogja Kompak Lawan TWK di Kantor DPD DIY, 31 Mei 2021. Dok. Jogja Kompak Lawan TWK

Diakui Zakiyah, sejumlah tokoh yang selama ini menjadi jujugan terhadap segala upaya perlawanan semangat antikorupsi itu bersepakat mendeklarasikan Jogja Kompak Lawan TWK.

Beberapa tokoh hadir yang hadr dalam deklarasi antara lain mantan Pimpinan KPK yang juga Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas, mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, anggota DPD Afnan dan Cholid Mahmud, serta Wakil Ketua DPRD DIY Huda. Mereka merumuskan formula mengenai langkah yang akan ditempuh untuk membatalkan TWK tersebut.

3. Semua DPD di provinsi semestinya menyerukan penolakan TWK

Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN, Aktivis Jogja: Tak Ada Aturannya!Pegiat anti korupsi menggelar aksi ruwatan rakyat untuk KPK di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lama, Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Ruwatan tersebut dilakukan sebagai simbol pengusiran energi jahat dari KPK pimpinan Firli Bahuri yang telah menonaktifkan 75 pegawai yang selama ini telah berjuang dalam memberantas korupsi (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Pemilihan DPD sebagai sosok yang digandeng ketimbang DPR, menurut Zakiyah bukan tanpa alasan. Mengingat DPD anggotanya berlatar belakang organisasi kemasyarakatan merupakan representasi dari suara publik di daerah. Sedangkan DPR cenderung mewakili suara partai politik.

“Dan DPD ini punya suara di pusat. Locus delictinya (kasus TWK) pun di Jakarta. Kami yang di daerah,” kata Zakiyah.

Ada beberapa hal yang diharapkan dari peran DPD. Pertama, menyuarakan seruan dari daerah, sehingga diharapkan akan didengar pihak pusat. Kedua, memetakan yang perlu dilakukan daerah terhadap polemik TWK maupun upaya penyingkiran terhadap para pegawai berintegritas.

“Harapannya, 34 provinsi yang semua punya DPD ini bergerak bersama menyerukan penolakan TWK,” kata Zakiyah.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya