Polemik Pemecatan, PUKAT UGM: Ada yang Mau Mengubah Posisi KPK

Dasar hukum pengubahan status ASN sudah bermasalah

Sleman, IDN Times - Pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), dinilai bukan merupakan salah satu tindakan pembangkangan terhadap pidato Presiden Joko Widodo.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mengatakan dalam pidatonya, Presiden sudah jelas menyampaikan jika TWK tidak dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK. Melainkan hanya digunakan sebagai pendidikan kedinasan.

"Dalam pidato presiden menyampaikan dengan jelas bahwa TWK tidak dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK tapi bisa digunakan untuk melakukan pendidikan kedinasan," ungkapnya pada Senin (31/5/2021).

1. Dasar hukum sudah bermasalah

Polemik Pemecatan, PUKAT UGM: Ada yang Mau Mengubah Posisi KPKPegawai KPK berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK pada jam pulang kerja di Jakarta, Kamis (27/5/2021). Dalam hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN, 75 orang dinyatakan tidak memenuhi syarat dimana 51 yang memiliki nilai merah diberhentikan dan 24 lainnya dibina kembali wawasan kebangsaan dan bela negaranya (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Zaen menjelaskan dilihat dasar hukum pelaksanaan TWK yang berdasar pada Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021 telah bermasalah. Awal mula permasalahan yang ada yakni revisi UU KPK dalam UU 19 Tahun 2019, di dalamnya berisi pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. Alih status ini dinilai akan mempengaruhi independensi KPK, khususnya untuk independensi pegawai sehingga bisa diintervensi oleh pihak luar, termasuk oleh pemerintah.

"Sudah alih status merupakan masalah, kemudian pengaturan alih status tersebut sangat bermasalah dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 yang membuat syarat baru yaitu TWK," katanya.

Baca Juga: Pukat UGM: Jokowi Jangan Gentar Dimakzulkan Karena Perppu KPK

2. Bukan problem personal, namun ada masalah lebih besar di dalamnya

Polemik Pemecatan, PUKAT UGM: Ada yang Mau Mengubah Posisi KPKIlustrasi gedung KPK (IDN Times/Vanny El Rahman)

Selain pelaksanaan menurut Zaen materi tes pun juga bermasalah. Hal ini lantaran dilakukan oleh BKN bekerja sama dengan lembaga lain. Namun KPK sebagai user tidak mengetahui materi dan cara menentukan kelulusannya.

"Sudah pelaksanaannya bermasalah, materi tesnya juga bermasalah. Di dalamnya diskriminatif, mempermasalahkan hal-hal yang sangat privat dan tidak berkorelasi dengan pelaksanaan tugas dan fungsi di KPK," katanya.

Dia mengungkapkan problem pemecatan 51 pegawai KPK ini bukan merupakan problem personal masing-masing pegawai KPK. Zaen menggarisbawahi problem besar di dalamnya terdapat upaya untuk mengubah posisi KPK.

"Ini bukan tentang orang-orang yang kehilangan pekerjaan di KPK, tapi ini problem yang lebih besar. Ini adalah problem yang terjadi akibat adanya upaya untuk mengubah posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," terangnya.

3. Ada beberapa dampak yang terjadi

Polemik Pemecatan, PUKAT UGM: Ada yang Mau Mengubah Posisi KPKIlustrasi gedung KPK (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Menurut Zaen, ada beberapa dampak dari persoalan pemecatan ini. Pertama, kinerja KPK akan menjadi terganggu karena sibuk mengurusi konflik internal, khususnya soal SDM. Kasus besar yang ditangani juga terdampak, dan kemudian kepercayaan publik terhadap KPK juga akan turun.

Kedua, ketidakpatuhan para pejabat pemerintah (Menpar RB, Menkumham, Kepala BKN dan Kepala LAN) membuat pidato presiden menjadi tidak dapat menyelesaikan persoalan konflik TWK.

"Ketiga, jika ini tidak diprotes, maka ke depan labelling seperti TWK ini dengan mudahnya bisa digunakan KPK maupun lembaga lain untuk menyingkirkan pihak tertentu yang dianggap tidak Pancasilais. Sehingga ini benar-benar suatu problem yang real," paparnya.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya