Kisah Djaduk Menyutradarai Cerita Kematian 'Para Pensiunan'

Cerita tentang kematian membuatnya paranoid 

Yogyakarta, IDN Times- Djaduk Ferianto meninggal dunia karena serangan jantung. Sebelumnya, penggagas Ngayogjazz itu tidak memiliki riwayat sakit jantung. Soal riwayat penyakit jantung, sebenarnya Butet Kertaredjasa mempunyai pengalaman lebih.

Beberapa waktu lalu Djaduk Ferianto sempat mengisahkan saat tampil bersama Teater Gandrik. Djaduk masih mengingat ketika 22 Maret 2019 lalu Butet sempat ambruk di tengah pertunjukkan “Kanjeng Sepuh” yang disutradarai salah satu pendiri Teater Gandrik, Jujuk Prabowo di Taman Ismail Marzuki di Jakarta. Dia pingsan di belakang panggung karena penyakit jantungnya kumat. Saat itu, Butet usai merampungkan adegan Semar yang muncul di kuburan. Hidup itu main-main, yang serius itu kematian, demikian Semar berucap.

“Terus dapat ring (jantung) lima,” kata mendiang Djaduk mengomentari kondisi Butet.

Hal itu diucapkannya pada 5 April 2019. Saat itu, ia tengah menggelar konferensi pers yang juga dihadiri penulis di warung Bu Ageng di Prawirotaman, Yogyakarta menjelang pementasan Teater Gandrik berjudul “Para Pensiunan 2049”. Lakon itu dipentaskan sebelum Pemilu di Taman Budaya Yogyakarta pada 8-9 April 2019, disusul 25-26 April 2019 di Ciputra Artpreneur Theater di Jakarta.

Baca Juga: Djaduk Ferianto Tinggalkan Dua Acara yang Siap Digelar

1. Djaduk menemani Butet latihan

Kisah Djaduk Menyutradarai Cerita Kematian 'Para Pensiunan'Instagram.com/djaduk

Menjadi sutradara Para Pensiunan 2049 menjadi tantangan bagi Djaduk. Lantaran Butet sebagai lakon sentral dalam pementasan itu dalam kondisi sakit. Butuh waktu lama untuk mengistirahatkan jiwa raga dan segala aktivitasnya.

Namun bukan Butet namanya kalau tak nekat. Dan sebagai adik yang kerap berkolaborasi dalam pementasan Teater Gandrik, Djaduk hafal betul karakter kakaknya.

“Pulang dari Jakarta (berobat), langsung minta latihan,” kata Djaduk. Tawa pun berderai.
Butet menjalani pemulihan. Latihan pun relatif ringan. Djaduk juga menemani kakaknya ketika mulai diperbolehkan berolahraga. Porsi latihan juga dikurangi.

“Bermain itu terapi bagi Butet. Semoga Tuhan memberkati terus kesehatannya,” demikian doa Djaduk teruntuk kakaknya.

2. Menyiapkan pemain pengganti

Kisah Djaduk Menyutradarai Cerita Kematian 'Para Pensiunan'Butet Kertaredjasa saat bermain dalam Para Pensiunan 2049 di Taman Budaya Yogyakarta, 8 April 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Bukan berarti kondisi Butet telah sembuh betul. Sebagai sutradara, Djaduk putar otak untuk membuat sejumlah alternatif pilihan. Meski tetap menjadi pemain utama yang memerankan sosok Doorstote, adegan Butet di panggung dikurangi.

“Opsi terakhir, kalau Butet gak bisa (main), saya yang akan mengantikan Butet. Meski dengan dialog yang gak hafal,” kata Djaduk.

Beberapa dialog yang panjang akhirnya diedit. Blocking panggung pun hanya di beberapa sudut saja. Hasilnya? Di panggung, Butet lebih banyak berbaring dan duduk di atas dipan beroda yang didorong.

3. Jalan cerita kematian bikin paranoid

Kisah Djaduk Menyutradarai Cerita Kematian 'Para Pensiunan'Instagram/TeaterGandrik

Rupanya jalan cerita juga sempat menjadi persoalan di internal Gandrik. Lantaran kematian dan segala hal berbau kematian yang lagi-lagi diangkat dalam pertunjukkannya.

“Habis latihan terus diskusi. Kok ya ini naskahnya, pilihane wong mati (pilihannya orang mati),” kata Djaduk.

Dan yang memerankan tokoh yang sudah mati adalah Butet lagi. Sementara Butet masih masa pemulihan dari penyakitnya saat itu.

“Yang jadi orang mati ya, Butet lagi. Rupane (Butet) pucet (wajahnya Butet pucat). Kan paranoid. Bikin sedih saja. Tapi kami optimis pertunjukkan Gandrik lancar,” kata Djaduk yakin saat

Pada 6-7 Desember mendatang, lakon 'Para Pensiunan 2049' seharusnya dihelat di Surabaya, tapi Djaduk keburu pergi.

Baca Juga: Potret Djaduk Ferianto dan Petra yang Romantis dan Manis

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya