Berburu Uang Kuno di Malioboro

Uang zaman VOC hingga Reformasi dijual di sana

Yogyakarta, IDN Times - Malioboro di hari Selasa Wage sore berbeda dari hari biasanya. Pedagang yang selalu memadati emperan toko di sisi kanan dan kiri jalan tidak tampak. Sesuai kesepakatan dengan pemerintah daerah, mereka memilih libur dari aktivitas berdagang tiap 35 hari. Wisatawan asing maupun domestik pun bebas berjalan atau berswafoto. Ada pula yang duduk di kursi kayu panjang untuk melepas lelah.

Meski begitu, pedagang tetap memadati jalan sempit di sebelah utara bangunan depan Pasar Beringharjo. Berbeda dengan penjual di emper toko yang kebanyakan menjajakan pakaian, wisatawan bisa membeli barang-barang antik termasuk uang lama di sana. Segala macam uang koin dan kertas sejak zaman VOC hingga Reformasi dijual dan usaha ini mendatangkan keuntungan.

1. Berjualan karena krisis ekonomi

Berburu Uang Kuno di MalioboroIDN Times/Nindias Khalika

Feri Zamlan merupakan salah satu pedagang barang antik yang berjualan di jalan yang lebarnya kurang dari tiga meter tersebut. Ia berdagang di sana sejak tahun 1998. Mulanya Feri berjualan emas karena harganya sangat tinggi saat krisis ekonomi terjadi.

“Saya dulu kerjanya di konstruksi di Sumatera. Karena krismon, harga emas naik, [harga] barang-barang lama ikut terangkat. Karena hidup di Sumatera tidak memungkinkan terus harga emas naik, mertua saya juga jual-beli emas juga lalu saya diajak ke sini,” katanya.

2. Mulai berdagang barang antik

Berburu Uang Kuno di MalioboroIDN Times/Nindias Khalika

Selain berjualan emas, Feri lantas turut menawarkan barang antik ke wisatawan yang datang ke Malioboro. Ia mengaku sebagai pencinta benda kuno. Menurutnya barang antik itu unik karena dibuat dengan bahan yang asli dan bukan campuran.

Saking senangnya, ia gemar berburu barang antik sampai ke luar kota untuk kemudian dijual lagi. Tapi, aktivitas tersebut tidak lagi dilakukannya karena faktor usia.

Baca Juga: 82 Peselancar Coba Taklukkan Palung Parangtritis

3. Berdagang uang koin dan kertas

Berburu Uang Kuno di MalioboroIDN Times/Nindias Khalika

Feri menjual berbagai macam uang koin dan kertas di rak dagangannya. Ia memiliki koleksi uang koin dan kertas dari zaman VOC, Belanda, Jepang, Orde Lama, hingga Reformasi. Ada pula uang dari luar negeri.

Uang koin itu terbuat dari berbagai macam bahan seperti aluminium, tembaga, perak, nikel, dan emas. Selain uang lama, Feri juga menjual barang lain seperti lonceng, cincin, dan setrika.

4. Dibeli buat mahar

Berburu Uang Kuno di MalioboroIDN Times/Nindias Khalika

Uang koin dan kertas yang dibeli Feri termasuk barang yang laku tiap hari. Ia mengatakan uang tersebut biasa digunakan sebagai mahar perkawinan. Tapi, ada pula wisatawan yang membeli untuk keperluan mengajar di sekolah atau sekadar untuk aksesoris pada baju atau kalung.

“Umumnya dibeli untuk mahar, yang satu rupiah, lima rupiah. Kadang buat koleksi termasuk guru SD, SMP, SMA khusus sejarah untuk medium pembelajaran. Ada juga yang nostalgia makanya beli,” jelasnya.

5. Usaha yang menguntungkan

Berburu Uang Kuno di Malioboroinstagram.com/ol._olif

Bisnis ini dianggap Feri menguntungkan. Meski enggan menyebutkan berapa penghasilan yang ia dapatkan per bulan, dirinya mengatakan bahwa ketiga anaknya mampu sekolah gara-gara usaha jual-beli barang antik. Hal ini bisa diterima sebab uang lama dipatok dengan harga tinggi apabila keadaannya baik dan langka.

“Semakin langka dan bagus kondisi serta lama tahun pembuatannya harga [satu keping uang koin] bisa tinggi. Pernah menjual uang emas seharga Rp 15 juta-an tapi beratnya 33 gram,” terangnya.

Baca Juga: Sasar Komunitas Tunanetra, GET Indonesia Sediakan Layanan Khusus

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya