Prosesi siraman Dhaup Ageng Pura Pakualaman. (Dok. Istimewa)
Calon pengantin putri diberikan busana dengan bunga. Bunga yang digunakan yaitu bunga melati yang di bagian dadanya. "Kemudian melakukan prosesi siraman, tapi sebelumnya menunggu Gusti Putri terlebih dulu untuk memberikan pangestu," ungkap Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.
Prosesi siraman pengantin perempuan dilakukan oleh permaisuri Kadipaten Pakualaman, GKBRAA Paku Alam, orang tua calon pengantin putri, Tri Prabowo, bibi, serta eyang dari pengantin putri. Selian itu juga ada B.R.Ay. Indrokusumo, Suryopadmonagoro.
Upacara siraman diakhiri dengan calon pengantin putri berwudhu. Kemudian dilanjut pecah klenthing yang dilakukan oleh GKBRAA Paku Alam. "Sembari mengucap niyat ingsun mecah klenthing dadi sarana pecah pamore dr. Laily Annisa Kusumastuti. Ucapan tersebut adalah harapan pada saat calon pengantin perempuan dirias akan memancarkan aura, sehingga terlihat semakin cantik," ungkap Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.
Calon pengantin putri juga dirias, namun terlebih dulu diawali prosesi Ngerik yang dilakukan oleh Gusti Putri, dilanjutkan oleh perias pengantin.
Prosesi ngerik dilakukan usia siraman. Ngerik mengandung arti mencukur sinom atau rambut halus yang ada di dekat dahi. "Setelah rambutnya kering, calon pengantin wanita mulai dirias dengan membuat cengkorongan paes, baru kemudian penata rias mulai ngerik," ujarnya.
Selanjutnya, Calon pengantin putri diberi pakaian kain batik dengan motif Indra Widagda Jatmika yang merupakan varian motif Indra Widagda dengan paduan motif tradisional nitik. Kain motif yang digunakan mengandung harapan akan hadirnya ketenangan dan keharmonisan di hati kedua calon pengantin.