Kearifan Lokal Pendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Capaian SDGs Indonesia 62 persen

Sleman, IDN Times - Menteri Perencanaan Pembangunan (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menyebut pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia terbilang baik, dengan capaian 62 persen. Kearifan lokal bisa menjadi pendukung pembangunan berkelanjutan.

Data Roadmap 2023 oleh Tim Koordinasi Nasional SDGs mencatat, 138 dari 224 indikator TPB/SDGs telah tercapai, dan 31 indikator menunjukkan tren membaik atau akan tercapai.

Di 2022, seluruh pilar pembangunan TPB/SDGs menunjukkan kemajuan progresif, terutama pada Pilar Pembangunan Lingkungan dan Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola. Sementara itu, persentase terbesar dari indikator yang memerlukan perhatian khusus pada Pilar Pembangunan Sosial, sehingga perlu didorong melalui upaya percepatan agar kembali on-track sesuai target yang ditetapkan.

"Pencapaian SDGs lebih baik dibanding negara lain. Kita mendapat penghargaan, satu pujian dari UN, Indonesia bisa mencapai 62 persen, negara di dunia jauh di bawah dari yang dicapai di Indonesia," ungkap Suharso, seusai membuka SDGs Annual Conference (SAC) 2023 bertema Air, Energi, dan Pertanian menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan, di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Senin (6/11/2023).

1. Berbagai tantangan dan peluang mendorong SDGs

Kearifan Lokal Pendukung Tujuan Pembangunan BerkelanjutanSDGs Annual Conference (SAC) 2023 bertema Air, Energi, dan Pertanian menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan, di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Senin (6/11/2023). (Dok. Istimewa)

Pandemi COVID-19 dan krisis global menimbulkan disrupsi capaian sejumlah target TPB/SDGs, sehingga kebijakan inovatif harus menjadi prioritas. Salah satu tantangan terbesar adalah Tujuan 2 Tanpa Kemiskinan, tujuan yang terpengaruh Perang Ukraina dan Rusia serta embargo, kenaikan, dan inflasi sejumlah komoditas pangan.

Bagi Indonesia, produksi pangan juga menurun akibat gagal panen yang disebabkan perubahan iklim, kekeringan, hingga hama dan tingginya harga input produksi. Sektor pangan sangat bergantung pada ketersediaan, keberlanjutan, dan inovasi teknologi sumber daya air serta energi.

"Kami berharap pemahaman pengetahuan SDGs ini bisa terdiseminasi ke seluruh stekholder, bahkan seluruh masyarakat secara luas. Sehingga pemahaman lebih lengkap, lebih baik, karena hampir semua sisi kehidupan yang dilaksanakan kehidupan sehari-hari bagian pencapaian SDGs," kata Suharso.

Suharso menyinggung berbagai langkah kecil bisa dilakukan untuk mendukung SDGs. Mulai dari mengurangi sampah, seperti mengurangi sampah makanan. Pasalnya sumbangan sampah pangan cukup besar.

"Kita makan sesuai kebutuhan kita, ada filosofi yang kita ambil, kita makan. Satu sumbangan luar biasa, Indonesia ini 30 persen sampah pangan itu diperoleh dari piring-piring makanan kita," ujarnya.

Suharso juga mengajak masyarakat untuk menghemat berbagai kebutuhan. Seperti halnya air, listrik.

"Menghemat segala hal, cara-cara kita dalam kehidupan sehari-hari, bagian dari sumbangan kita, ikut serta menyelaraskan dengan tujuan SDGs," tambah Suharso.

Praktik-praktik baik untuk mendukung SDGs tersebut dinilainya juga banyak dilakukan di tingkat lokal, dengan bersumber kearifan lokal.

Pada kesempatan yang sama Kementerian PPN/Bappenas memberikan penghargaan Indonesia’s SDGs Action Awards. Salah satunya diperoleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Saya mengharapkan Indonesia’s SDGs Action Awards makin menguatkan motivasi seluruh pemangku kepentingan dan juga masyarakat untuk terus bersama-sama bekerja secara nyata dan konkret demi tercapainya target-target TPB/SDGs, yang berarti juga tercapainya target-target pembangunan nasional,” ungkap Suharso.

2. Kearifan lokal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan

Kearifan Lokal Pendukung Tujuan Pembangunan BerkelanjutanGubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Dok. Istimewa)

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyampaikan nilai kearifan lokal dan praktik baik DIY dalam menjaga ketahanan pangan dan melestarikan air, seiring upaya memberdayakannya. Mataram, sebagai cikal bakal Kraton Yogyakarta pada sekitar abad 17, telah mengenal konsep food estate dengan pola pertanian CLS (Crop Livestock System), yang mengintegrasikan cocok tanam dengan ternak. Memerintah pada tahun 1613–1645, Sultan Agung telah menyadari, betapa strategisnya peran komoditi beras, bagi kelangsungan peradaban yang dipimpinnya.

Dalam upayanya, Sultan Agung bahkan telah melakukan rekayasa sosial, dalam melaksanakan intensifikasi tanaman padi. Kerja sama antarpetani dan antarkelompok tani amat kuat, baik dalam tertib pola tanam, penggunaan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan peralatan maupun dalam acara panen.

"Saat ini, konsep Lumbung Mataraman telah dikembangkan dengan konsep yang lebih modern, seiring upaya memperkuat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Di mana salah satunya adalah untuk melanjutkan tradisi nandur opo sing dipangan lan mangan opo sing ditandur, atau menanam apa yang dimakan, dan memakan apa yang ditanam," jelas Sultan.

Dari sisi regulasi, Pemda DIY telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2021, tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011, tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Perda ini, dalam salah satu pasalnya, telah mengatur pelarangan alih fungsi lahan, terutama lahan produktif.

Dalam hal ini, masing-masing kabupaten, wajib memiliki lahan pendukung ketahanan pangan, dengan luasan yang telah ditentukan. Adapun luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah 72.409,79 hektare, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 32.495,97 hektare, di empat kabupaten di DIY. 

"Apabila pemerintah kabupaten, akan menggunakan lahan yang pernah diajukan sebagai lahan pertanian untuk keperluan lain, maka mereka wajib mempersiapkan lahan produktif alternatif, seluas dengan yang mereka mohonkan. Syaratnya, lahan yang diajukan sebagai pengganti, bukan termasuk lahan pertanian dan lahan cadangan pertanian," kata Sultan.

Baca Juga: Energi dan Teknologi Berkelanjutan  Bagian Penting Pembangunan

3. Pelestarian air di wilayah DIY

Kearifan Lokal Pendukung Tujuan Pembangunan BerkelanjutanSDGs Annual Conference (SAC) 2023 bertema Air, Energi, dan Pertanian menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan, di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Senin (6/11/2023). (Dok. Istimewa)

Pemda DIY juga telah melakukan langkah-langkah proaktif dan terarah, dalam upaya mendayagunakan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok melalui Integrated Water Resources Management. Saat ini, kondisi penggunaan air naik secara eksponensial, sedang pasokan air bersih melambat, akibat kerusakan alam dan polusi. Untuk itu, Pemerintah wajib mengatur penggunaan air secara sustainable, yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Dalam konteks pelestarian air, Pemda DIY telah melakukan melalui langkah-langkah Munggah, Mundur, Madhep Kali, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Pengelolaan Limbah Domestik Terpadu Skala Pemukiman, dan Melestarikan Tradisi Merti Kali. Selain itu, Pemda DIY juga membuat kelompok masyarakat di setiap Kelurahan yang memiliki banyak mata air atau sungai, dengan labelling kelompok pecinta air. Pemda DIY berupaya memfasilitasi, dengan memberikan sepeda motor roda tiga, untuk membawa, mendistribusikan air dan memperbaiki jaringan air yang bocor. Di DIY, terdapat 900-an kelompok pencinta air baik itu Bumdes, maupun kelompok masyarakat.

"Kesemua upaya pelestarian air itu, bersumber dari filosofi Hamemayu Hayuning Bawana, yang diderivasikan pada Rahayuning Bawana Kapurba Waskithaning Manungsa. Bahwa keselamatan dunia, hanya didasarkan pada kearifan manusianya," kata Sultan.

Filosofi tersebut, apabila diintegrasikan dengan vegetasi, akan selaras dengan Laku Budaya Taruparwa, yang diwujudkan dengan kegiatan tanam pohon sebagai simbol kerukunan. Karena selain air, pohon adalah juga sumber kehidupan dan kedamaian, atau Tepung Banyu Sedulur, Nandur Wiji Karahayon. Jika dipadatkan, berakar pada ajaran Jawa nandur wiji keli (menebar bibit dengan menghanyutkannya).

"Secara filosofis nandur wiji keli adalah anjuran, agar sadar untuk menyebar bibit di sungai. Dengan tujuan, agar jika biji-biji bisa tumbuh di suatu tempat memberi manfaat bagi orang lain, tanpa melihat siapa pun yang memetik buahnya. Itulah makna kemanusiaan dalam memanfaatkan sumber daya air dan tanaman pangan, demi sebesar-besarnya kesejahteraan bersama," ungkap Sultan.

Baca Juga: FFPM 2023 Cari Solusi Sumber Energi Ramah Lingkungan Berkelanjutan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya