Dosen UGM Nilai Pemerintah Masih Berkutat pada Konsolidasi Internal

- Lembaga baru tak jamin keefektivitasannya, berpotensi memperlambat kinerja dan koordinasi, serta menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
- Politisi perlu perbaiki dan belajar memperbaiki pola komunikasi politik di hadapan publik, wilayah 3T seharusnya menjadi prioritas utama,
Sleman, IDN Times - Kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam satu tahun pemerintahan dinilai masih jauh dari harapan publik.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A., mengungkapkan di tahun pertama bekerja, pemerintah masih berkutat pada konsolidasi internal. “Struktur pemerintah yang gemuk dan banyaknya kepentingan membuat kinerja seolah hanya untuk melayani kelompok mereka,” ungkap Alfath, Rabu (29/10/2025).
1. Lembaga baru tak jamin keefektivitasannya
Alfath memandang kementerian maupun lembaga baru tidak menjamin keefektivitasannya. Ia justru melihat hal ini dapat berpotensi memperlambat kinerja maupun koordinasi, hingga menimbulkan tumpang tindih kewenangan. “Hal paling penting dari ini semua adalah memastikan pemilihan the right man in the right place,” ujarnya.
Alfath menilai ragam program yang telah dijalankan, masih sebatas pada aspek penyampaian (delivery) tanpa disertai jaminan terhadap kualitas maupun ketepatan sasarannya. Ia menambahkan, terdapat banyak kelompok di luar sasaran (free rider) yang justru ikut menikmati manfaat program tersebut alih-alih masyarakat yang seharusnya menjadi penerima utama.
2. Program MBG terkesan disorientasi

Dosen politik dan pemerintahan tersebut menyoroti program MBG karena persoalan kemanusiaan yang menyertainya. Alfath berpendapat walaupun MBG memiliki cita-cita mulia mengatasi malanutrisi, hanya saja pelaksanaannya terkesan disorientasi.
Alfath mengusulkan agar Badan Gizi Nasional (BGN) memanfaatkan kantin sekolah dan BGN melakukan supervisi kebersihannya, serta evaluasi struktur agar dikelola oleh pihak yang kompeten dan profesional. “Sikap saya jelas, tidak ingin MBG menjadi bahan bancakan sekaligus memperluas ruang fiskal untuk membiayai agenda prioritas lainnya. Saya juga tidak ingin anak-anak menjadi tumbal proyek yang disebabkan mereka keracunan,” ujarnya.
3. Politisi perlu perbaiki pola komunikasi
Menurutnya, politisi di Indonesia sudah seharusnya belajar memperbaiki pola komunikasi politik di hadapan publik. Menurutnya, wilayah 3T seharusnya menjadi prioritas utama, restrukturisasi pimpinan BGN, dan komitmen presiden untuk tidak sekadar delivery program MBG, tetapi memastikan program berkualitas.
Alfath menilai masih perlunya kabinet meningkatkan kapasitas individu dan kelembagaannya. Sebab mengelola negara besar ini sama halnya merawat perbedaan dan membangun titik temu dari keberagaman. “Mata publik kini selalu terfokus pada pemerintah,” ujar Alfath.

















