Dian Sastro Ngaku Film Esok Tanpa Ibu Sangat Relatable dengan Dirinya

- Dian Sastro berperan sebagai Ibu Laras dan karakter kecerdasan buatan bernama I-BU
- Hubungan para pemain terbentuk secara natural, film mewakili dinamika ayah dan anak remaja
- Film ini menegaskan hubungan keluarga dengan perkembangan teknologi, menempatkan hubungan anak-ibu-ayah dalam konteks traumatik kehilangan
Yogyakarta, IDN Times – Artis Kondang Dian Sastrowardoyo berkisah film Esok Tanpa Ibu yang ia lakoni sangat relatable dengan kehidupan. Dian yang berperan sebagai Ibu Laras merasa hubungan antara orang tua dan anak itu tidak mudah.
Dian mengungkapkan bahwa hubungan antar orang tua dengan anak kerap canggung. Terlebih saat ini dengan adanya kemajuan teknologi, anak kerap lebih memilih asyik dengan gadget mereka.
“Sebagai ibu paham banget, bersaing dengan atensi mereka, hal-hal yang menarik dibanding ngobrol dengan orang tua sendiri. Dicuekin anak sudah dirasakan. Jadi modal besar di-cringe sama anak sendiri,” ucap Dian, saat jumpa pers dalam agenda JAFF, di XXI Empire Yogyakarta, Kamis (4/12/2025).
1. Dian juga berperan sebagai AI

Dian mengatakan bahwa ini kali pertama dalam kariernya menjadi sorang ibu dari anak remaja. Menurutnya film ini menjadi bagian penting juga bagi kariernya. “Aku baru nyadar, loh ternyata sepanjang karier aku ini pertama kali loh aku merilis diri aku di depan kamera menjadi ibu-ibu seorang remaja akil balig,” ungkap Dian.
Dalam film Esok Tanpa Ibu, Dian tidak hanya memerankan Ibu Laras, tetapi juga karakter kecerdasan buatan bernama I-BU. Karakter itu melalui tiga tahap perkembangan, dari versi sederhana hingga versi 3.0 yang hampir menyerupai manusia. Hal itu juga jadi tantangan tersendiri baginya.
“Sebagai AI itu dia ada 3 tahap. Tahap pertama masih sederhana banget, kemudian ada tahap di saat dia sudah makin canggih, tanya ‘hi’ kayak kita ngomong sama AI sekarang. Terus tiba-tiba dia makin upgrade lagi jadi versi 3.0 yang sudah lebih mirip manusia, tapi kayak jadi banyak lebih menguasai hidup kita,” kata Dian.
2. Pengalaman para pemain

Meski banyak adegan yang dijalani Dian dilakukan dalam keadaan karakter ibu yang terbaring koma, Dian mengatakan hubungan dengan pemeran Rama (Ali Fikry) dan pemeran Ayah (Ringgo Agus Rahman) sudah terbentuk secara natural. Hubungan itu pula dibenarkan Ali.
Ali menyebut kehadiran Dian di lokasi syuting sebagai energi yang mengikat seluruh tim. “Setiap ibu datang itu selalu membawa energi yang grounding. Jadi dari mulai turun energinya sudah tumpah-tumpah begitu ke semua orang. Kalau ada ibu itu dunia itu akan baik-baik saja,” ujar Ali.
Sementara itu, pemeran ayah dalam film ini, Ringgo Agus Rahman menilai film ini mewakili dinamika ayah dan anak remaja. “Saya pikir tugas orang tua adalah menanyakan ‘bagaimana tadi di sekolah’ ternyata itu pertanyaan paling gak asyik buat anak-anak,” ucap Ringgo.
3. Tegaskan hubungan keluarga dengan perkembangan teknologi

Produser Esok Tanpa Ibu, Shanty menegaskan film ini berangkat dari kegelisahan yang sama, ruang keluarga yang mulai “direbut” oleh teknologi. “Kita bertanya, hubungan antar manusia dalam keluarga itu masih akan bisa bertahan di era teknologi yang kadang-kadang mencuri kualitas kita satu sama lain,” kata Shanty.
Film ini menempatkan hubungan anak–ibu–ayah dalam konteks traumatik kehilangan, sekaligus memperlihatkan bagaimana kecerdasan buatan berperan dalam kekosongan emosional manusia. Tema itu diperlihatkan lewat karakter Rama, seorang remaja yang kehilangan ibu dan menemukan “pengganti” dalam bentuk AI.
Sang Sutradara, Ho Wi Ding menyebut pengalaman bekerja dengan para pemain Indonesia sebagai hal yang sangat membantu, terutama karena ia harus mengarahkan dalam bahasa yang bukan bahasa sehari-harinya. “Saya harus bergantung pada mereka untuk memberi saya input. Saya harus percaya pada mereka untuk memastikan mereka tahu bahwa ini material yang bagus,” kata Wi Ding.
Setelah tampil di Busan International Film Festival dan JAFF, Esok Tanpa Ibu akan tayang serentak di bioskop Indonesia mulai 22 Januari 2026.


















