Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di Bantul

Mengaku tak ada diskriminasi dari masyarakat

Bantul, IDN Times - Stigma negatif sering kali dialami oleh Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), dari tetangga atau warga lainnya. Namun kondisi itu sama sekali tak dirasakan oleh pasangan almarhum Ponco Semboko dan Sainah yang tinggal di Padukuhan Soge Sanden, Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul.

Ponco Semboko semasa hidupnya menjadi Ketua Paguyuban Palang Putih Nusantara yang mewadahi Penghayat Kepercayaan Mugari salah satu anak almarhum Ponco Sembodo, mengisahkan kehidupan orang tuanya yang menganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

"Biasa saja kok, wong dalam kehidupan sosial juga baik dengan warga sekitar," kata Mugari ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (10/9/2022).

1. Digadang-gadang menjadi penerus penghayat kepercayaan‎

Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di Bantulilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Mugari menjelaskan dirinya yang merupakan anak paling bungsu pernah digadang-gadang untuk menjadi penerus ayahnya di Paguyuban Palang Putih Nusantara.

"Saya anak paling kecil sendiri, ketika usia masih sekolah dasar sering diajak mengikuti pertemuan Palang Putih Nusantara yang berlangsung setiap Selasa Pahing dan Jumat Legi (kalender Jawa)," ungkapnya.

Bahkan kata Mugari, almarhum bapaknya pernah mengajak pergi ke pusat Paguyuban Palang Putih Nusantara yang ada di sekitar Gunung Tengger, Jawa Timur.

"Di lokasi tersebut saya diminta untuk menari dan juga berdoa cara Palang Putih Nusantara dan yang bikin kaget ada orang bisa terbang," katanya.

Hanya Mugari dan kakak-kakaknya tidak mengikuti jejak orang tuanya sebagai penganut Penghayat Kepercayaan. Mereka memilih memeluk agama Islam.

2. Memiliki buku panduan untuk berdoa seperti kitab suci‎

Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di BantulIlustrasi kitab suci.Moritz320/Pixabay

Mugari menjelaskan dalam berdoa memiliki buku panduan tersendiri seperti kitab suci dan menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, saat berdoa anggota menghadap ke timur.

"Doa bisa dilakukan kapan saja namun biasanya menghadap ke timur dan doanya dalam bahasa Jawa atau yang akrab disebut kejawen," katanya.

Mugari mengaku Payuban Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan YME, Palang Putih Nusantara di Bantul pusatnya ada di tempat tinggalnya. Di kediamannya itu pula berbagai kegiatan banyak dilakukan.

"Kalau Palang Putih Nusantara pusatnya di Bantul ya di rumah saya, wong dulu bapak saya ketuanya," ujarnya.

Baca Juga: Baru 78 Anggota Penghayat Kepercayaan di Bantul yang Mengurus Adminduk

3. Menikahkan anak dari keluarga penghayat kepercayaan‎

Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di Bantul(Ilustrasi menikah) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Mugari sebagai ketua paguyuban, ayahnya juga menikahkan anggota Palang Putih Nusantara. Tak hanya menikahkan Ponco Semboko juga menguruskan akta pernikahan di Pengadilan Agama.

"Ternyata juga bisa kok mencari akta pernikahan di Pengadilan Agama meski pernikahan tidak berlangsung seperti pada umumnya di KAU atau di gereja," katanya.

"Saya dulu juga dijanjikan ketika mau dinikahkan dengan seorang wanita dengan cara penghayat kepercayaan akan diramaikan wayangan selama satu minggu. Tapi saya menolak," jelasnya.‎

Saat ayahnya menjadi Ketua Palang Putih Nusantara, Mugari mengaku rumahnya sering didatangi oleh anggota TNI atau Polisi untuk menanyakan kegiatan dari paguyuban itu.

"Namun para anggota TNI dan Polri itu ketika diajak berdebat dengan bapak saya gak bisa omong banyak," ucapnya.

4. Mendirikan taman kanak-kanak, tempat ibadah hingga KTP tak dipersulit oleh pemerintah‎

Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di BantulIlustrasi KTP (IDN Times/Umi Kalsum)

Di rumahnya juga, kata Mugari, pada tahun 1980 an sempat digunakan untuk taman kanak-kanak atau TK dan muridnya dari masyarakat sekitar. Pendirian TK di tempat itu dilakukan karena pada tahun itu susah mencari TK.

"Tapi saya sendiri tidak ikut TK yang didirikan bapak saya. Dulu namanya TK Grinda," katanya.

Dalam mengurus administrasi kependudukan atau KTP juga tidak dipersulit oleh pemerintah. Padahal waktu itu pemerintah belum mengakui penganut kepercayaan seperti lima agama yang diakui oleh pemerintah.

"Bapak saya dan saya sudah memiliki KTP dan dalam kolom agama sudah tertulis penganut kepercayaan. Namun KTP-nya memang bukan E-KTP seperti saat ini," ucapnya.

Mugari mengaku dirinya bersama dengan tiga kakaknya yang lain tetap menganut agama islam dan tidak mengikuti aliran penganut kepercayaan seperti yang diikuti oleh kedua orang tuanya.

"Saya dulu saat SD mau dicarikan guru sebagai pengganti guru agama, namun saya bilang tidak mau soalnya gurunya tidak negeri (PNS)," terangnya.

Meski kedua orang tuanya menganut kepercayaan namun dalam kehidupan sehari-hari juga layaknya warga bisa. Seperti ikut gotong royong, ikut kenduri dan lain-lain.

"Tapi memang tidak ke masjid atau ke gereja. Bapak dan ibu saya berdoa dengan cara mereka sendiri," ujarnya.

Saat ini penganut kepercayaan Palang Putih Nusantara di Bantul semakin banyak pengikutnya bahkan sudah memiliki tempat untuk beribadah sendiri yang berlokasi di Padukuhan Baros, Kalurahan Tirtohargo, Kapanewon Kretek.

"Dulu ada tanah hibah kemudian dibangun sebagai tempat untuk berdoa bagi anggota Palang Putih Nusantara," katanya.

5. Keluarga sepakat memakamkan secara Islam

Kisah Keluarga dari Penghayat Kepercayaan di BantulIlustrasi makam.(IDN Times/Aldila Muharma-Fiqih Damarjati)

Mugari menjelaskan permasalahan sempat muncul ketika bapaknya meninggal dunia, yakni pemilihan prosesi penguburannya. Anggota paguyuban siap mendoakan dan mengubur dengan cara mereka. Namun keluarga sepakat pemakaman secara Islam dan doanya juga secara Islam.

"Ya itu keinginan keluarga dan kesepakatan keluarga. Akhirnya dari anggota Palang Putih Nusantara memahami dan dimakamkan secara Islam," katanya.‎

"Yang jelas ketika pemerintah sudah mengakui penghayat kepercayaan maka negara sudah hadir untuk melindungi umatnya dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinannya," katanya.‎

Baca Juga: Pemerintah Diminta Lebih Serius Beri Ruang Bagi Penghayat Kepercayaan 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya