Bupati Bantul Minta Masyarakat Waspadai Bencana Geo-Hidrometeorologi

- Warga di bantaran sungai dan lereng bukit diminta tingkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana geo-hidrometeorologi, terutama saat puncak musim hujan pada bulan Februari 2026.
- Pemkab Bantul gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang potensi bencana geo-hidrometeorologi, karena mitigasi bencana berada pada diri masing-masing warga.
- Terdapat 18 kalurahan di Bantul yang rawan terjadi banjir dan tanah longsor, sehingga setiap FPRB di kalurahan bersiaga penuh dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.
Bantul, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Bantul menerima informasi potensi bencana geo-hidrometeorologi yang dapat terjadi pada Desember 2025 hingga Februari 2026 dari BMKG Yogyakarta.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih menyampaikan, fenomena geo-hidrometeorologi mulai terlihat di Bumi Projotamansari, salah satunya dengan kejadian jalan amblas di Srikeminut akibat hujan yang berlangsung beberapa hari.
"BMKG menyampaikan bahwa siklus (penghujan) puncaknya akan terjadi hingga bulan Februari 2026 yang akan datang dan melandai di bulan Maret 2026 mendatang," ucapnya, Jumat (5/12/2025).
1. Warga yang tinggal di bantaran sungai dan lereng bukit diminta tingkatkan kewaspadaan

Halim mengatakan, informasi tersebut sangat penting bagi Pemkab Bantul karena berkaitan dengan perencanaan pembangunan di bidang infrastruktur hingga masa tanam sektor pertanian. Misalnya, pelelangan proyek infrastruktur apakah akan dilakukan pada bulan Januari atau bulan lainnya menjadi salah satu pertimbangan yang terkait dengan kondisi cuaca.
"Oleh karenanya puncak musim hujan pada bulan Februari 2026 maka kita mengingatkan warga untuk lebih waspada terutama warga yang tinggal di bantaran sungai maupun di lereng bukit," ucapnya.
Pada puncak musim hujan, sesuai informasi dari BMKG, hujan deras berpotensi disertai angin kencang hingga menyebabkan tanah longsor.
"Yang penting siklusnya sudah bisa ketahui dan kita bisa mengantisipasinya," ungkapnya.
2. Gencarkan sosialisasi potensi bencana geo hidrometeorologi ke masyarakat

Dengan berbagai potensi bencana yang bisa terjadi, langkah utama yang dilakukan Pemkab Bantul adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebab, benteng terakhir mitigasi bencana berada pada diri masing-masing warga, sementara BPBD maupun relawan kebencanaan hanya bersifat membantu.
"Yang paling penting warga yang tinggal di daerah rawan banjir, rawan longsor di perbukitan atau gunung harus melihat perkembangan hujan dari waktu ke waktu," ujarnya.
"Sosialisasi ini (potensi bencana geo-hidrometeorologi) yang akan kita masukan," tambah Halim lagi.
3. 18 kalurahan daerah rawan banjir dan longsor

Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bantul, Waljito, mengatakan untuk mengantisipasi potensi bencana geo-hidrometeorologi, setiap FPRB di kalurahan bersiaga penuh serta menyiapkan sarana dan prasarana khususnya untuk menghadapi banjir dan tanah longsor.
"Hasil monitoring dan evaluasi ada sekitar 18 kalurahan yang rawan terjadi banjir dan juga tanah longsor," ujarnya.
Di sisi lain, FPRB juga meminta pihak terkait melakukan normalisasi sungai, baik sungai yang mengalami penyempitan maupun pendangkalan, agar aliran air tidak meluap. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi masif terkait potensi bencana geo-hidrometeorologi.
"Kami juga siap menyebarluaskan informasi dari BMKG terkait potensi bencana yang bisa terjadi melalui group-group media sosial di tingkat kalurahan," tuturnya.



















